PENYIDIK Polda NTT tidak bisa melakukan
pemeriksaan terhadap Ketua DPRD Lembata, Ferdinadus Koda terkait dugaan
penghinaan yang dilaporkan Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur ke Polda NTT.
Laporan Bupati itu dinilai salah alamat karena kasus itu seharusnya dilaporkan
ke Badan kehormatan DPRD Lembata.
“Kasus ini
tidak bisa dilanjutkan oleh penyidik Polda NTT karena Ferdi Koda itu Ketua DPRD
Lembata. Sebagai anggota dewan Ferdi dilindungi oleh UU Nomor 17 Tahun 2014
tentang MD3 dan Tata Tertib DPRD Lembata Nomor 1 tahun 2014. Karena itu dalam
kasus yang dilaporkan Bupati itu, seharusnya bukan ke pihak Kepolisian tetapi
ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Lembata. Jika BK memutuskan bahwa Ferdi bersalah,
maka baru bisa dilanjutkan ke pihak penegak hukum seperti Polda NTT,” kata
Petrus Bala Pattyona selaku penasehat hukum Ferdi Koda.
Petrus
menjelaskan, dia mendampingi kliennya ke Polda NTT, Rabu, 22 Juli 2014 untuk
memenuhi panggilan penyidik terkait laporan Bupati Lembata. Ketika mereka tiba
di Polda mereka langsung menghadap Briptu Markus Riwu yang dipercayakan Polda
sebagai penyidik kasus itu.
“Kami dating
bersama, dan penyidik hanya memberikan pertanyaan-pertanyaan awal seperti
biasanya tentang nama, pekerjaan dan alamat. Ketika mulai memasuki pemeriksaan
terkait laporan Bupati, Klien saya menolak menjawabnya karena dia dilindungi
oleh UU dan tatib tersebut. Pak Ferdi bolang, saya tidak bisa menjawab
pertanyaan penyidik karena saya sebagai anggota dewan dilindungi oleh UU MD3
dan Tatib DPRD Lembata,” kata Petrus.
Mendengar
tanggapan Ferdi itu penyidik Markus Riwu kemudian tidak melanjutkan pemerisaan
terhadap Ferdi. Ferdi langsung menyodorkan beberapa berkas terkait hak imunitas
yang dilindungi oleh UU dan Tatib.
“Jadi pemeriksaan
tidak bisa dilanjutkan. Penyidik Markus kemudian mengatakan kalau setelah ini
dia akan melakukan gelar perkara dengan jajaran pimpinannnya untuk memutuskan
apakah perkara ini bisa dilanjutkan atau dihentikan,” kata Petrus..
Kepada
wartawan di Mapolda NTT, Petrus dan Ferdi mengatakan, mereka sudah memenuhi
panggilan Penyidik Polri, namun kasus ini tiak bisa dilanjtukan karena bukan
tempatnya.
“Bupati
Lembata itu kan mantan anggota DPRD di Bekasi, seharusnya dia tahu bahwa kalau
seorang anggota dewan dalam menjalankan tugasnya dan melakukan sebuah
kesalahan, dia harus dilaporkan ke BK bukan ke penyidik umum. Kasus itu harus
ditangani oleh BK, dan kalau BK memutuskan dia bersalah barulah dilanjutkan ke
penyidik untuk ditangani dengan KUHP. Dalam hal ini saya katakan Bupati sudah
salah alamat melaporkan klien saya,” tegas Petrus. (iki)
Sumber: nttsatu.com,
22 Juli 2015
Ket foto: Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!