DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
menggelar sidang perdana kasus pengaduan yang dilakukan oleh Honing Sanny
terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi NTT.
Sidang ini digelar
terkait surat tanggapan terhadap laporan DPD PDIP NTT yang menuduh Sdr Honing
Sanny melakukan kecurangan.
Dalam sidang
perdana yang dipimpin langsung oleh Ketua DKPP Prof Dr Jimly Assidiqie di ruang
sidang DKPP di Jakarta, Senin 28 September 2015 itu dihadiri lengkap oleh empat
anggota DKPP lainnya.
Sidang dibuka
dengan didahului perkenalan dari pengadu dan teradu. Pengadu diwakili oleh tiga
pengacara yaitu Petrus Bala Pattyona SH MH, FX CIku Namang, dan Hendrikus Hali
Atagoran SH. Honing Sanny juga ikut hadir dalam sidang ini.
Dari pihak teradu
hadir Ketua Bawasu NTT Nelce RP Ringu STP selaku Teradu I dan Mikael Weka SH,
MH selaku Teradu II. Dalam sidang ini, selaku Pimpinan Sidang, Prof Jimly
memberikan kesempatan kepada Sdr Honing Sanny utk memberikan penjelasan tentang
alasan melakukan gugatan.
Siaran pers yang
diterima NTTsatu.com dari tim
pengacara Honing Sanny menyebutkan, dalam penjelasannya Honing mengatakan,
surat tanggapan Bawaslu NTT No 210/Bawaslu-Prop/V/2014 tertanggal 2 Mei 2014
menjadi satu-satunya dasar bagi Andreas Hugo Pareira, caleg nomor urut satu
yang juga salah satu Ketua DPP PDIP melaporkan dugaan kecurangan yang dilakukan
oleh Honing Sanny dalam pemilu yang lalu kepada DPP PDIP.
Honing juga
mengatakan, atas dasar surat Bawaslu NTT, DPP PDIP kemudian menjatuhkan sanksi
pemecatan terhadap Honing Sanny dari keanggotaan PDIP setelah dirinya menolak
bujukan untuk mundur dan memberikan kursi DPR RI kepada Andreas Hugo Pareira.
Bahkan PDIP telah lebih dahulu menyurati Pimpinan DPR RI untuk melakukan
Pergantian Antar Waktu (PAW).
Namun proses itu
belum bisa dilaksanakan karena Honing Sanny masih melakukan upaya hukum dengan
melakukan gugatan atas pemecatan di PN Jakarta Selatan.
Honing melalui
pengacaranya, Petrus Bala Pattyona dkk menjelaskan alasan menggugat di DKPP
karena Ketua Bawaslu NTT dianggap melampaui kewenangannya (ultra petitum) dalam membalas surat kepada DPD PDIP NTT.
Dalam surat
balasannya terdiri dari tiga point yaitu: menyatakan bahwa laporan tdk bisa
ditindaklanjuti karena tidak ditemukan kecurangan. Namun pada poin kedua dan
ketiga justru memberi kesan kesan Ketua Bawaslu NTT membenarkan laporan PDIP
NTT karena merekomendasikan untuk menyelesaikan secara internal.
Padahal Bawaslu
dalam lingkup kerjanya tidak bermitra dengan partai politik. Rekomendasi inilah
yang menjadi dasar Honing Sanny dipecat dari partai.
Dalam sidang ini,
Gasim M Nur, Anggota KPU NTT yang juga hadir sebagai pihak terkait menjelaskan
di depan sidang bahwa tidak terjadi kecurangan seperti yang dilaporkan PDIP dan
juga seperti direkomendasikan Bawaslu NTT.
Selaku
penyelenggara pemilu KPU NTT dalam pleno di semua tingkatan semua saksi PDIP
tidak pernah melayangkan protes atau memberikan catatan bahwa ada kecurangan
yang dilakukan oleh Sdr. Honing Sanny.
Sementara Ketua
Bawaslu NTT di hadapan sidang DKPP mengatakan, dirinya ketika membuat keputusan
ini dalam keadaan kecapaian karena padatnya agenda kerja Bawaslu NTT waktu itu.
Terkait dengan
tuduhan kecurangan yang dilakukan, Nelce juga mengakui bahwa tidak ada laporan
yang diterima dari saksi-saksi. Bahkan dalam pleno di tingkat provinsi, saksi
dari PDIP juga tidak memberikan protes.
Setelah
mendengarkan penjelasan dari kedua belah pihak, Jimly berkesimpulan bahwa
karena surat yang dikeluarkan serta ditandatangani Ketua Bawaslu NTT maka
saudara Honing Sanny menjadi korban dipecat dari PDIP.
Lebih lanjut Jimly
menawarkan, apakah perlu sidang lagi. Kedua belah pihak merasa cukup namun
masing-masing perlu kembali melengkapi dokumen sebagai bahan tambahan.
Sidang Majelis DKPP
memberikan waktu paling lama satu minggu untuk itu dan setelah itu dalam
beberapa hari akan kembali menggelar sidang untuk membacakan keputusan.
Terkait hasil
sidang perdana ini, Honing Sanny menegaskan, dia menyerahkan kepada proses hukum
yang sedang berjalan DKPP. “Secara prinsip saya mengapresiasi DKPP karena
menyidangkan laporan saya ini. Ini pembelajaran yang baik bagi siapapun bahwa
kekuasaan tidak boleh digunakan sewenang-wenang. Saya sedang memperjuangkan
ketidakadilan yang sedang menimpa saya agar ke depan tidak perlu ada lagi yang
bernasib seperti saya,” jelas Honing.
Sumber: nttsatu.com, 29 Septemer 2015
Ket foto: Ketua DKPP Prof Dr Jimly Assidiqie (tengah) bersama Saut Situmorang
(kiri) dan Ida Budiati
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!