Oleh Herman Hayong
Direktur
Perencanaan Lembaga Kajian dan Aksi Kebangsaan
DI tengah hingar bingarnya
momentum demokrasi yang kita sebut Pemilukada Langsung dengan berbagai tag line
yang menghipnotis serta program-program para pasangan calon yang mempesona,
saya hampir tidak menemukan sama sekali korelasi yang bisa mengangkat sedikit
harapan antara jargon serta visi-misi sampai program-program dengan kondisi
ril di daerah yang tercermin dalam APBD. Seolah-olah kita sedang bermimpi
memakai baju bermerek Jack Niclaus dengan harga selangit demi sebuah gengsi
tetapi lupa dengan ukuran baju yang pas untuk kita kenakan.
Intervensi
gagasan yang sudah coba dilakukan oleh beberapa orang melalui diskusi di media
sosial pun kerap mendapat reaksi ‘miris’ dari para tim sukses dan pendukung
loyal, padahal semua yang dilakukan adalah bagian dari bentuk kepedulian
anak-anak muda yang hidup diluar daerah yang berharap bahwa momentum ini akan
sedikit melahirkan asa perubahan di kampung halamannya. Diskusi di media sosial
masih dirasakan seperti diskusi di ruang maya padahal kita tengah berada di
dunia nyata dalam kehidupan virtual sehingga tidak ada respon positif yang
dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi para pasangan calon. Hal ini
kerena orang kebanyakan masih terpukau pada tagline serta visi misi yang indah
dan menggoda ketimbang berusaha memungut gagasan yang tercecer tersebut untuk
kemudian dapat dijadikan kebijakan dalam menstimulus gerak perekonomian
masyarakat.
Di lain pihak hal
yang cukup penting untuk diketahui oleh para pasangan calon maupun tim sukses
adalah realitas annggaran di daerah. Maka sambil terus menghidupkan
diskusi-diskusi di setiap media dan forum sebagai bentuk intervensi gagasan
maka kiranya perlu juga adanya pemahaman yang lebih membumi tentang postur APBD
sehingga gagasan-gagasan yang tercecer itu kemudian dapat terinventarisir untuk
diintervensi melalui belanja pada postur APBD maupun melalui ruang legislasi di
DPRD.
APBD adalah
instrumen utama Pemda dalam menstimulus pembangunan daerah. Di dalam APBD akan
tergambar kebijakan fiskal pemerintah dimana kebijakan fiskal tersebut pada
intinya berfungsi untuk: pertama fungsi alokasi, dimana melalaui kebijakan
fiskal pemerintah melakukan alokasi faktor produksi yang tersedia dalam
masyarakat guna memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap barang barang publik;
kedua, fungsi distribusi, menunjukan bahwa pemerintah melakukan pemerataan
distribusi pendapatan secara adil; ketiga fungsi stabilisasi, untuk terpeliharanya
tingkat kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga yang relatif stabil dan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Jika hari ini
Struktur APBD kita sekitar 30 -40 % saja untuk belanja modal maka para tim
sukses dan pasangan calon harus berani mengubah secara bertahap struktur APBD
menjadi semakin besar porsi belanja modalnya. Dari 30, 40, 50% dst meningkat
secara bertahap. Ketika kita bicara soal APBD maka kita tidak sekedar
mengutak-atik sisi belanja (government spending} yang berujung pada rebutan
proyek-proyek namun hal yang lebih penting adalah bagaimana agar belanja pada
APBD dapat mendorong penguatan kapasitas fiskal Nah, bagaimana caranya? Mari
kita sisir satu persatu apa saja yang menimbulkan beban pada APBD yang
mengakibatkan besarnya belanja rutin/belanja pegawai.
Nomenklatur
anggaran mana saja yang perlu dihapus (penghematan) karena tidak berdampak pada
pertumbuhan ekonomi? Sehingga anggaran tersebut bisa dialihkan ke sektor
lainnya yang dapat berdampak langsung maupun tidak langsung pada pertumbuhan
ekonomi dan penerimaan daerah serta peningkatan fiscal capacity. Kita
dihadapkan pada kebutuhan fiskal/fiscal needs yang besar namun pada saat
bersamaan kapasitas fiskal/fiscal capacity kita sangat kecil. Sehingga dengan
menaikan belanja modal secara bertahap untuk mendukung program yang terseleksi
maka akan sangat mungkin kita dapat melakukan lompatan kecil secara bertahap
menuju lompatan jauh yang memungkinkan sisi penerimaan PAD yang semakin besar
dan berdampak langsung pada tersedianya ruang fiskal sekaligus menjaga
keseimbangan primer yang positif.
Untuk situasi di
daerah NTT pada umumnya saat ini menurut hemat saya ada beberapa konsen pada
belanja modal yang harus lebih serius dilakukan yaitu menyangkut ketersediaan
infrastruktur dasar (jalan, listrik, air bersih, dan telekomunikasi) dan yang
tak kalah pentingnya adalah pendidikan dan kesehatan yang merupakan investasi
utama dan terpenting dari sebuah proses pembangunan. Karena pendekatan
pertumbuhan ekonomi dengan rumus apapun subyek utamanya adalah
manusia/masyarakat.
Semoga para
pasangan calon dan para tim sukses mulai lebih menukik dalam menyusun semua
programnya sehingga lebih realistis dan terukur yang pada gilirannya dapat
terealisasi, sehingga sedapat mungkin kita nanti kita tidak mendapat label
“pemimpi” dan “Sang Pengingkar Janji”.
Sumber: floreskita.com, 27 September
2016
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!