PEMERINTAHAN Joko Widodo dan Jusuf Kalla menjadi sorotan karena sejumlah kebijakannya menuai kontroversi publik.
Salah satu yang paling 'gaduh' adalah diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pemerintah bersikeras bahwa Perppu itu untuk menjaga ideologi Pancasila dan persatuan bangsa. Sementara, ada yang menilai bahwa Perppu tersebut rentan akan penyalahgunaan kekuasaan. Presiden Joko Widodo sendiri menyadari kegaduhan tersebut berpotensi menurunkan popularitasnya.
Hal itu diungkapkan Jokowi saat berbincang dari hati ke hati dengan Buya Syafii Maarif di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/7/2017) kemarin.
"Saya tanya (ke Presiden), orang kan bertanya ke Presiden, nanti popularitas Bapak bagaimana? (karena kebijakan Perppu 2/2017). Jokowi menjawab, 'Saya enggak perlu popularitas. Yang penting rakyat, bangsa dan negara'" ujar Buya menirukan pernyataan Jokowi.
"Saya bilang, Bapak berani sekali? Beliau diam saja. Jadi ya, orang kurus begitu berani juga ternyata," lanjut Buya.
Buya yang merupakan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, setuju dengan langkah pemerintah menerbitkan Perppu 2/2017.
Menurut dia, ideologi Pancasila memang tengah terancam oleh kelompok-kelompok yang membawa gagasan primordial. Oleh sebab itu, negara harus turun tangan.
Salah satu contoh kelompok yang mengancam Pancasila, menurut dia, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Meski ada kritik apa perlu Perppu atau cukup pengadilan, ada juga yang bilang nyamuk kok ditembak bazoka, tapi saya tetap dukung (Perppu 2/2017). Anda semua silakan lihat dokumen tertulis HTI. Lihat, baca, apa yang mau mereka lakukan di Indonesia ini. Walaupun omong kosong, utopia, tapi ya itu rencananya," ujar Buya.
Politik tidak sehat
Lebih jauh, Buya Syafii berpendapat, kegaduhan sebenarnya bukan berasal dari kepentingan rakyat yang terusik dengan Perppu. Sadar atau tidak sadar, kegaduhan diciptakan oleh lawan-lawan politik Jokowi.
"Ini sudah saling menggoreng. Suasana politik kita ini tidak beradab. Fitnah, bohong, macam-macam. Syahwat kekuasaan susah dibendung, tapi beban dan nasib bangsa siapa yang mikirin?" ujar Buya.
"Suasana yang tidak sehat, politik yang tuna martabat ini juga membutuhkan para petarung. Bukan saja Presiden, namun juga menteri-menteri, dirjen-dirjen, harus menerjemahkan itu," lanjut dia.
Ia mengapresiasi Jokowi yang tampil tanpa beban, 'nothing to loose'. "Jokowi enggak peduli itu 2019 segala macam. Kata dia, 'Menurut saya yang penting negara dan bangsa ini, Bapak'. Dia enggak punya beban apa-apa," ujar Buya.
Sumber: Kompas.com, 18 Juli 2017
Ket foto: Syafii Maarif
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!