Headlines News :
Home » » Perayaan Imamat 50 Tahun P. Nicholas Strawn SVD

Perayaan Imamat 50 Tahun P. Nicholas Strawn SVD

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, May 14, 2012 | 7:01 PM

SEBUAH perayaan misa syukur dipersembahkan untuk memaknai perjalanan imamat 50 tahun Pater Nicholas Strawn SVD sekaligus menghormati pengabdiannya bagi umat di Paroki Lerek, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, di Jakarta, Minggu 20 Mei 2012 di Gelanggang Olahraga (GOR) Jakarta Timur.

Kepada media, Sekertaris Panitia Niko Hukulima mengatakan, acara ini akan diawali dengan Misa syukur konselebrasi  inkulturatif ala Lamaholot. Acara resepsi, kata Nikolaus, akan diisi dengan aneka acara  bernuansa budaya masyarakat Lamaholot Flores Timur.

“Ribuan umat Katolik asal Lembata, Flores, NTT akan hadir memperingati acara yang akan digelar dari pagi hingga sore hari,” ujar Theo Ledjab, Wakil Ketua Panitia Perayaan Pesta Emas P. Nico Strawn SVD di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Acara yang melibatkan ribuan orang ini, lanjut  Theo Ledjab, merupakan ungkapan cinta yang mendalam dari umat kepada Pater Nico yang telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melayani umat di Paroki Lerek dan juga di paroki yang lain di  Lembata.

Rencananya, lanjut Niko Hukulima,  perayaan yang akan dihadiri umat asal Paroki Lerek dan Boto serta Dekenat Lembata, Keuskupan Flores Timur,NTT, Acara akan dihadiri pula oleh Dirjen Bimas Katolik RI, Duta Besar Vatikan, Duta Besar Amerika Serikat, Provinsial SVD, Tokoh masyarakat Lembata, Flores Timur, NTT serta undangan lainnya.

Theo Ledjab menjelaskan, puncak perayaan Syukur Imamat P. Nicholas Strawn SVD telah berlangsung di Gereja Katolik Waikomo-Lewoleba-Lembata tanggal 2 Februari 2012 yang lalu yang dihadiri 4 uskup, sekitar 100 imam, dan ribuan umat katolik se Lembata.

Menurut rencana, perayaan di pusat Paroki Lerek, Lembata, NTT,  tempat awalnya berkarya selama hampir seperempat abad, akan dilangsungkan tanggal 28 Juni 2012.
Riwayat Pater Nicholas Strawn SVD

Terlahir dengan nama Nicky Strawn di Cedar Rapids, Iowa, Amerika Serikat, 24 September 1934, sebagai anak keempat dari enam bersaudara, dari pasangan Lone David Strawn berdarah Inggris (Wales) dan Loreta Baueryang berdarah Jerman. Pasangan yang menikah tahun 1925 ini dianugerahi 6 putera, yakni Loren Jr, Dale, Delbert, Nicky, Allan dan Paul. Nicky terbilang “anak mami” yang dekat dan lebih dimanjakan oleh Ibunya Loreta. Nicky sendiri lebih dekat dengan kedua adiknya Allan dan Paul.

Pendidikan formalnya diawali dari SDK yang diasuh oleh para suster dari  Kongregasi “The Sisters of Mercy”. Saat menginjak bangku kelas IV SD, Nicky mulai tertarik untuk menjadi imam. ” Sejak kecil cita-cita saya mau ikut paman saya Pater Williaam Bauer, SVD. Saya sangat tertarik pada sosok kakak kandung Ibu saya yang berkepribadian lembut, santun dan ramah. Saya mau mengikuti jejaknya sebagai imam. Kedua orang tua saya terima baik niat saya masuk seminari,” tutur  Pater Nico.

Setamatnya dari SD, Nicky masuk Seminari Menengah Ephworth, Iowa selama empat tahun. Hobby saya berenang dan baseball. Teman-teman saya di seminari ada 15 orang, namun hampir semuanya kemudian berhenti di tengah jalan, kecuali saya dan teman saya P. Drzaik, SVD.

Nicky kemudian masuk Novisiat selama dua tahun dari tahun 1952-1954 di Tachny, Illinois. Dan pada tanggal 8 September 1954 Frater Nicky Strawn, SVD mengikrarkan kaul pertama dan resmi menjadi anggota Societas Verbi Divini (SVD). Selanjutnya selama dua tahun Frater Nicky menyelesaikan program SMA-College, setahun di Ephworth dan setahun di Michigan. Studi Filsafat dan Teologinya berlangsung dari tahun 1956 hingga 1962 di Seminari Tinggi SVD di Techny. “Saya senang dengan mata kuliah Bahasa Latin dan Misi, walau kurang tertarik pada psikologi,” tuturnya.

Akhirnya pada tanggal 2 Februari 1962, Diakon Nicky Strawn menerima tahbisan imam bersama 18 teman lainnya di Techny. Imam baru Pater Nicolaus Strawn, SVD memilih motto imamatnya ”Semuanya Bersatu di Bawah Kristus“. Saat misa perdana di rumah, sebuah spanduk menyambut dengan kedatangannya kata-kata: ”Tu es Sacerdos in Aeternum”, Engkau adalah imam untuk selamanya.

Pater Nicholas Strawn, SVD ternyata tidak hanya bercita-cita menjadi imam. Ia juga mau jadi misionaris di tanah misi. ”Tekad saya adalah harus menjadi misionaris. Dan pilihan utama saya adalah Indonesia. Namun saat itu sulit untuk masuk Indonesia karena masalah politik dengan Malaysia dan lain-lain. Namun akhirnya saya berangkat juga”.

Pada tanggal 20 Oktober 1963, saat berusia 28 tahun misionaris muda Nicholas Strawn,SVD bertolak dari pelabuhan San Fransisco menumpang kapal laut SS President Madison. Dari Amerika pastor muda ini membawa serta 16 buah peti berisi obat-obatan, buku, dan pakaian sebagai bekal awal karya misionernya di tanah misi.

Setelah berlayar selama dua bulan 11 hari, pada tanggal 4 Desember 1963 Pater Nicholas Strawn tiba di pelabuhan Tanjung Priok. Beliau di jemput oleh Pater Yosef Diaz Vera, SVD. Mengingat situasi politik yang kurang baik dalam negeri saat itu maka kedua imam SVD ini sudah sepakat sebelumnya agar saat ketemu di Tanjung Priok, keduanya harus mengenakan jubah.

Ternyata dengan jubah ini semua urusan di pelabuhan lancar dan beres hingga tiba di Soverdi Jakarta. Imam muda ini diterima dengan sikap dingin dan cuek oleh sesama konfrater, dan diberi sebuah kamar kecil yang kotor dan sumpek. Semuanya diterima sabar dan tenang. Kemudian dengan Kereta Api Pater Nico sendiri menuju Surabaya.

Tanggal 12 Desember 1963 dengan KM Stella Maris, P. Nico berlayar menuju Ende. Dalam kapal Stella Maris  dua rekan imam menjadi temannya yakni Pater Marinus Krol, SVD dan P. Frans Lachner, SVD serta 6 suster 3 dari biara CIJ dan 3 SSpS. Namun  tiba-tiba musibah datang. Menjelang memasuki perairan Madura, terjadi kebakaran dalam kapal Stella Maris.

Dalam situasi yang panik 16 peti yang dibawanya dari Amerika semuanya dibuang ke laut. Namun akhirnya muibah itu dapat diatasi berkat keberanian stirman kapal yang kemudian dikenal dengan nama Kapten Sina. ”Saya sangat kecewa dan shock. 16 peti sebagai bekal awal sebagai misionaris terkubur di dasar laut. Saya seolah datang ke tanah misi dengan tangan kosong,” tuturnya.

Kapal Stella Maris akhirnya kembali ke Surabaya untuk diperbaiki dan baru berangkat lagi tanggal 28 Desember 1963. Tanggal 31 Desember 1963 tiba di Ende, dijemput oleh Pater Regional Nikolaus Apeldorn, SVD. Di Ende, Pater Nico mendapat tugas berkarya di Lomblen (kini Lembata). Dari Ende Pater Nico menumpang KM St Theresia menuju Larantuka ditemani oleh Bruder Marianus, SVD. Setelah bertemu dengan Uskup Larantuka Mgr. Anthonius Thijjssen, SVD dengan Motor Siti Nirmala, Pater Nico didampingi Pater Lorens Hambach, SVD menuju Lewoleba diterima oleh Deken Lomblen, Pater Ben Brabander, SVD.

Saat datang pertama kali ke paroki Lerek, semua orang berdecak kagum melihatnya. Gagah, ganteng apalagi sedang menunggang kuda atau sedang melaju dengan sepeda motornya. Ia tampak begitu lembut, damai bersahaja, selalu senyum, ramah dan sangat bersahabat. Ia selalu tampil rapih dan tenang, tanpa ada kesan grasa-grusu atau mau buru-buru.

Tugasnya sebagai imam baik itu pelayanan Sabda atau Pelayanan Sakramen, selalu disiapkan dan dilakukan dengan rapih dengan mengajak umat bersatu dengannya. “Tugas utama saya sebagai imam adalah menghantar umat bertemu dan bersatu dengan Kristus; melalui sikap, keteladanan, dan pelaksanaan tugas sebagai imam agar umat dapat mengenal Allah. Maka sebagai seorang imam, saya harus berusaha menjadi seperti Kristus dalam dunia ini,“ jelasnya.

Sejak Februari 1964 Pater Niko menjadi Pastor Paroki Lerek selama 24 tahun, sebelum pindah ke Paroki Boto tahun 1987. Dan bertugas di Boto selama 17 tahun. Umat di kedua paroki ini sangat mengenal dekat dengan gembalanya. Pater Niko begitu dekat dan menyatu dengan umatnya.

Mengenai kedekatannya dengan umat Pater Niko mengatakan, “Sebagai pastor paroki yang melayani umat, kuncinya adalah kesatuan dengan umat dan bersedia melayaninya. Kita harus bersatu dengan umat, minum tuak dan makan jagung titi campur kacang tanah dengan mereka, kunjungi mereka, dengar suara mereka. Yang sangat berkesan selama hidup sebagai misionaris di tanah Lembata adalah bahwa saya mengalami banyak kebaikan hati umat yang mau dekat dan bergaul dengan saya,mereka begitu terbuka dan tulus membantu,” tegasnya.

Selain dekat dan menyatu dengan umat, Pater Niko ternyata sangat dekat dengan konfraternya. ”Yang juga sangat berkesan bagi saya adalah sikap persaudaraan  dengan sesama konfrater di Lembata. Saya sendiri meyakini bahwa jalan yang saya jalani selama ini adalah Jalan Yesus sendiri. Jalan Kasih. Kita perlu ikut Yesus dengan mata, tangan dan hati terbuka, perlu ada perhatian terhadap satu sama lain,” tegas Pater Niko dalam wawancara dengannya.

“Saya juga berbahagia  bersyukur memiliki konfrater  yang selalu saling membantu seperti P. Ben der Brabander, SVD, P. Piet Geurts SVD, P. Wim van der Leur SVD, P. Arnoldus Dupont, SVD, P. Lorens Hambach SVD, P. Eugene Schmitz SVD, P. Josef Scheidler, SVD, P. Kurt Trummer, SVD. Juga sejumlah konfrater Imam Pribumi seperti P. Yosef Kewegeng SVD, P. Lambertus Paji Seran SVD, Romo Gerardus Muran Korohama, Pr, Romo Yosef Kuben Odjan, Pr, Romo Lambert Diler, Pr, (mantan), P. Yosef Bere, SVD (mantan), Romo Frans Labi, Pr (mantan), P. Damasus Kabelen, SVD (mantan), P. Domi Suban SVD, P. Fransiskus Soo, SVD, P. Matheus Bala Koten SVD, P. Benediktus Atok, SVD, Romo Pit Gege Lewar, Pr dll. “Hubungan kami begitu dekat satu sama lain. Komunikasi begitu baik antar kami walau saat itu HP belum ada. Sekarang ini lain sekali.Semua pada sibuk dengan HP,sibuk SMS, dengan sepeda motor dan lain-lain. Paling-paling saat ada retret dan rekoleksi baru ketemu,” tuturnya

Kita semua bersyukur bahwa akhirnya benih panggilan menjadi imam dan biarawan biarawati bertumbuh di paroki Lerek. Sudah banyak imam, bruder dan suster berasal dari Paroki Lerek tersebar di berbagai biara dan berkarya hingga ke manca Negara. Bahkan seorang umatnya Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM dipilih Paus menjadi Uskup Jayapura sejak 1994.

Pada tanggal 2 Februari 1987 Pater Niko merayakan Pesta Perak imamatnya bersama umatnya di Lerek. Tak kurang 14 imam turut serta dalam perayaan agung ini. Dan pada 2 Februari 2002 Pater Niko merayakan 40 tahun imamatnya di Boto yang dihadiri sekitar 60 imam dan umat parokinya. Pada tanggal 24 September 2009 Pater Niko merayakan ulang tahunnya yang ke 75 di Rumah Sakit Bukit Lewoleba.

Karya pastoral akan berhasil bila mendapat dukungan dari umat. Maka bila awalnya ia sulit masuk Indonesia, setelah bertahun berkarya misionaris ini ingin terus berada di tengah umatnya. Ia memilih untuk tetap tinggal di Lembata.

Sejak tahun 2004. Pater Niko memasuki masa purna bhaktinya. Beliau tidak berkeinginan kembali ke Amerika atau tinggal di salah satu Rumah SVD di luar negeri. “Saya mau tetap tinggal di Lembata sampai ….Amin, sampai Amin. Saya belum menentukan dimana saya akan dimakamkan bila Tuhan memanggil saya. Jadi walaupun umat menghendaki saya dimakamkan di Lerek atau di Boto, atau misalnya di Larantuka, semua ini harus melalui Uskup."

Kepada Panitia dan seluruh umat Pater Niko berpesan, ”Jadikan perayaan ini sebagai sebuah pesta Syukur. Kita patut bersyukur kepada Tuhan akan semuanya ini, bahwa kita telah mengalami Salib dan KasihNya." 
Sumber: matanews.com, 14 Mei 2012
Ket foto: Pastor Nicholas Strawn SVD
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger