SEBUAH perayaan misa syukur dipersembahkan untuk
memaknai perjalanan imamat 50 tahun Pater Nicholas Strawn SVD sekaligus
menghormati pengabdiannya bagi umat di Paroki Lerek, Pulau Lembata, Nusa
Tenggara Timur, di Jakarta, Minggu 20 Mei 2012 di Gelanggang Olahraga (GOR) Jakarta
Timur.
Kepada media, Sekertaris Panitia Niko Hukulima
mengatakan, acara ini akan diawali dengan Misa syukur konselebrasi
inkulturatif ala Lamaholot. Acara resepsi, kata Nikolaus, akan diisi dengan
aneka acara bernuansa budaya masyarakat Lamaholot Flores Timur.
“Ribuan umat Katolik asal Lembata, Flores, NTT akan
hadir memperingati acara yang akan digelar dari pagi hingga sore hari,” ujar
Theo Ledjab, Wakil Ketua Panitia Perayaan Pesta Emas P. Nico Strawn SVD di
Jakarta, beberapa waktu lalu.
Acara yang melibatkan ribuan orang ini, lanjut
Theo Ledjab, merupakan ungkapan cinta yang mendalam dari umat kepada Pater Nico
yang telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melayani umat di Paroki
Lerek dan juga di paroki yang lain di Lembata.
Rencananya, lanjut Niko Hukulima, perayaan
yang akan dihadiri umat asal Paroki Lerek dan Boto serta Dekenat
Lembata, Keuskupan Flores Timur,NTT, Acara akan dihadiri pula oleh Dirjen Bimas
Katolik RI, Duta Besar Vatikan, Duta Besar Amerika Serikat, Provinsial SVD, Tokoh
masyarakat Lembata, Flores Timur, NTT serta undangan lainnya.
Theo Ledjab menjelaskan, puncak perayaan Syukur
Imamat P. Nicholas Strawn SVD telah berlangsung di Gereja Katolik
Waikomo-Lewoleba-Lembata tanggal 2 Februari 2012 yang lalu yang dihadiri 4
uskup, sekitar 100 imam, dan ribuan umat katolik se Lembata.
Menurut rencana, perayaan di pusat Paroki Lerek,
Lembata, NTT, tempat awalnya berkarya selama hampir seperempat abad, akan
dilangsungkan tanggal 28 Juni 2012.
Riwayat Pater Nicholas Strawn SVD
Terlahir dengan nama Nicky Strawn di Cedar Rapids,
Iowa, Amerika Serikat, 24 September 1934, sebagai anak keempat dari enam
bersaudara, dari pasangan Lone David Strawn berdarah Inggris (Wales) dan Loreta Baueryang berdarah Jerman.
Pasangan yang menikah tahun 1925 ini dianugerahi 6 putera, yakni Loren Jr, Dale,
Delbert, Nicky, Allan dan Paul. Nicky terbilang “anak mami”
yang dekat dan lebih dimanjakan oleh Ibunya Loreta. Nicky sendiri lebih dekat
dengan kedua adiknya Allan dan Paul.
Pendidikan formalnya diawali dari SDK yang diasuh
oleh para suster dari Kongregasi “The Sisters of Mercy”. Saat menginjak bangku kelas
IV SD, Nicky mulai tertarik untuk menjadi imam. ” Sejak kecil cita-cita saya mau ikut
paman saya Pater Williaam Bauer, SVD. Saya sangat tertarik pada sosok kakak
kandung Ibu saya yang berkepribadian lembut, santun dan ramah. Saya mau
mengikuti jejaknya sebagai imam. Kedua orang tua saya terima baik niat saya
masuk seminari,” tutur Pater Nico.
Setamatnya dari SD, Nicky masuk Seminari Menengah
Ephworth, Iowa selama empat tahun. Hobby saya berenang dan baseball.
Teman-teman saya di seminari ada 15 orang, namun hampir semuanya kemudian
berhenti di tengah jalan, kecuali saya dan teman saya P. Drzaik, SVD.
Nicky kemudian masuk Novisiat selama dua tahun dari
tahun 1952-1954 di Tachny, Illinois. Dan pada tanggal 8 September 1954 Frater
Nicky Strawn, SVD mengikrarkan kaul pertama dan resmi menjadi anggota Societas
Verbi Divini (SVD). Selanjutnya selama dua tahun Frater Nicky menyelesaikan
program SMA-College, setahun di Ephworth dan setahun di Michigan. Studi
Filsafat dan Teologinya berlangsung dari tahun 1956 hingga 1962 di Seminari
Tinggi SVD di Techny. “Saya senang dengan mata kuliah Bahasa Latin dan Misi, walau kurang
tertarik pada psikologi,” tuturnya.
Akhirnya pada tanggal 2 Februari 1962, Diakon Nicky
Strawn menerima tahbisan imam bersama 18 teman lainnya di Techny. Imam baru
Pater Nicolaus Strawn, SVD memilih motto imamatnya ”Semuanya Bersatu di Bawah Kristus“. Saat misa perdana di
rumah, sebuah spanduk menyambut dengan kedatangannya kata-kata: ”Tu es Sacerdos in
Aeternum”, Engkau adalah imam untuk selamanya.
Pater Nicholas Strawn, SVD ternyata tidak hanya
bercita-cita menjadi imam. Ia juga mau jadi misionaris di tanah misi. ”Tekad saya adalah harus
menjadi misionaris. Dan pilihan utama saya adalah Indonesia. Namun saat itu
sulit untuk masuk Indonesia karena masalah politik dengan Malaysia dan
lain-lain. Namun akhirnya saya berangkat juga”.
Pada tanggal 20 Oktober 1963, saat berusia 28 tahun
misionaris muda Nicholas Strawn,SVD bertolak dari pelabuhan San Fransisco
menumpang kapal laut SS President Madison. Dari Amerika pastor muda ini membawa
serta 16 buah peti berisi obat-obatan, buku, dan pakaian sebagai bekal awal karya
misionernya di tanah misi.
Setelah berlayar selama dua bulan 11 hari, pada
tanggal 4 Desember 1963 Pater Nicholas Strawn tiba di pelabuhan Tanjung Priok.
Beliau di jemput oleh Pater Yosef Diaz Vera, SVD. Mengingat situasi politik yang
kurang baik dalam negeri saat itu maka kedua imam SVD ini sudah sepakat
sebelumnya agar saat ketemu di Tanjung Priok, keduanya harus mengenakan jubah.
Ternyata dengan jubah ini semua urusan di pelabuhan
lancar dan beres hingga tiba di Soverdi Jakarta. Imam muda ini diterima dengan
sikap dingin dan cuek oleh sesama konfrater, dan diberi sebuah kamar kecil yang
kotor dan sumpek. Semuanya diterima sabar dan tenang. Kemudian dengan Kereta
Api Pater Nico sendiri menuju Surabaya.
Tanggal 12 Desember 1963 dengan KM Stella
Maris, P. Nico berlayar menuju Ende. Dalam kapal Stella Maris dua rekan imam
menjadi temannya yakni Pater Marinus Krol, SVD dan P. Frans Lachner, SVD serta 6
suster 3 dari biara CIJ dan 3 SSpS. Namun tiba-tiba musibah
datang. Menjelang memasuki perairan Madura, terjadi kebakaran dalam kapal Stella
Maris.
Dalam situasi yang panik 16 peti yang dibawanya dari
Amerika semuanya dibuang ke laut. Namun akhirnya muibah itu dapat diatasi
berkat keberanian stirman kapal yang kemudian dikenal dengan nama Kapten Sina. ”Saya sangat kecewa dan
shock. 16 peti sebagai bekal awal sebagai misionaris terkubur di dasar laut.
Saya seolah datang ke tanah misi dengan tangan kosong,” tuturnya.
Kapal Stella Maris akhirnya kembali ke Surabaya untuk diperbaiki dan baru berangkat lagi tanggal 28 Desember
1963. Tanggal 31 Desember 1963 tiba di Ende, dijemput oleh Pater Regional
Nikolaus Apeldorn, SVD. Di Ende, Pater Nico mendapat tugas berkarya di Lomblen
(kini Lembata). Dari Ende Pater Nico menumpang KM St Theresia menuju Larantuka
ditemani oleh Bruder Marianus, SVD. Setelah bertemu dengan Uskup Larantuka
Mgr. Anthonius Thijjssen, SVD dengan Motor Siti Nirmala, Pater Nico didampingi
Pater Lorens Hambach, SVD menuju Lewoleba diterima oleh Deken Lomblen, Pater Ben
Brabander, SVD.
Saat datang pertama kali ke paroki Lerek, semua
orang berdecak kagum melihatnya. Gagah, ganteng apalagi sedang menunggang kuda
atau sedang melaju dengan sepeda motornya. Ia tampak begitu lembut, damai
bersahaja, selalu senyum, ramah dan sangat bersahabat. Ia selalu tampil rapih
dan tenang, tanpa ada kesan grasa-grusu atau mau buru-buru.
Tugasnya sebagai imam baik itu pelayanan Sabda atau
Pelayanan Sakramen, selalu disiapkan dan dilakukan dengan rapih dengan mengajak
umat bersatu dengannya. “Tugas utama saya sebagai imam adalah menghantar umat bertemu dan
bersatu dengan Kristus; melalui sikap, keteladanan, dan pelaksanaan tugas
sebagai imam agar umat dapat mengenal Allah. Maka sebagai seorang imam, saya
harus berusaha menjadi seperti Kristus dalam dunia ini,“ jelasnya.
Sejak Februari 1964 Pater Niko menjadi Pastor Paroki
Lerek selama 24 tahun, sebelum pindah ke Paroki Boto tahun 1987. Dan bertugas di
Boto selama 17 tahun. Umat di kedua paroki ini sangat mengenal dekat dengan
gembalanya. Pater Niko begitu dekat dan menyatu dengan umatnya.
Mengenai kedekatannya dengan umat Pater Niko
mengatakan, “Sebagai
pastor paroki yang melayani umat, kuncinya adalah kesatuan dengan umat dan
bersedia melayaninya. Kita harus bersatu dengan umat, minum tuak dan makan
jagung titi campur kacang tanah dengan mereka, kunjungi mereka, dengar suara
mereka. Yang sangat berkesan selama hidup sebagai misionaris di tanah
Lembata adalah bahwa saya mengalami banyak kebaikan hati umat yang mau dekat
dan bergaul dengan saya,mereka begitu terbuka dan tulus membantu,” tegasnya.
Selain dekat dan menyatu dengan umat, Pater Niko
ternyata sangat dekat dengan konfraternya. ”Yang juga sangat berkesan bagi saya adalah sikap
persaudaraan dengan sesama konfrater di Lembata. Saya sendiri meyakini
bahwa jalan yang saya jalani selama ini adalah Jalan Yesus sendiri. Jalan
Kasih. Kita perlu ikut Yesus dengan mata, tangan dan hati terbuka, perlu
ada perhatian terhadap satu sama lain,” tegas Pater Niko dalam wawancara dengannya.
“Saya juga berbahagia bersyukur memiliki
konfrater yang selalu saling membantu seperti P. Ben der Brabander, SVD,
P. Piet Geurts SVD, P. Wim van der Leur SVD, P. Arnoldus Dupont, SVD, P. Lorens
Hambach SVD, P. Eugene Schmitz SVD, P. Josef Scheidler, SVD, P. Kurt Trummer, SVD.
Juga sejumlah konfrater Imam Pribumi seperti P. Yosef Kewegeng SVD, P. Lambertus Paji
Seran SVD, Romo Gerardus Muran Korohama, Pr, Romo Yosef Kuben Odjan, Pr, Romo
Lambert Diler, Pr, (mantan), P. Yosef Bere, SVD (mantan), Romo Frans Labi, Pr
(mantan), P. Damasus Kabelen, SVD (mantan), P. Domi Suban SVD, P. Fransiskus
Soo, SVD, P. Matheus Bala Koten SVD, P. Benediktus Atok, SVD, Romo Pit Gege
Lewar, Pr dll. “Hubungan
kami begitu dekat satu sama lain. Komunikasi begitu baik antar kami walau saat
itu HP belum ada. Sekarang ini lain sekali.Semua pada sibuk dengan HP,sibuk SMS,
dengan sepeda motor dan lain-lain. Paling-paling saat ada retret dan rekoleksi
baru ketemu,” tuturnya
Kita semua bersyukur bahwa akhirnya benih panggilan
menjadi imam dan biarawan biarawati bertumbuh di paroki Lerek. Sudah banyak
imam, bruder dan suster berasal dari Paroki Lerek tersebar di berbagai biara
dan berkarya hingga ke manca Negara. Bahkan seorang umatnya Mgr. Leo Laba
Ladjar, OFM dipilih Paus menjadi Uskup Jayapura sejak 1994.
Pada tanggal 2 Februari 1987 Pater Niko merayakan
Pesta Perak imamatnya bersama umatnya di Lerek. Tak kurang 14 imam turut serta
dalam perayaan agung ini. Dan pada 2 Februari 2002 Pater Niko merayakan 40
tahun imamatnya di Boto yang dihadiri sekitar 60 imam dan umat parokinya. Pada
tanggal 24 September 2009 Pater Niko merayakan ulang tahunnya yang ke 75 di
Rumah Sakit Bukit Lewoleba.
Karya pastoral akan berhasil bila mendapat dukungan
dari umat. Maka bila awalnya ia sulit masuk Indonesia, setelah bertahun berkarya
misionaris ini ingin terus berada di tengah umatnya. Ia memilih untuk tetap
tinggal di Lembata.
Sejak tahun 2004. Pater Niko memasuki masa purna
bhaktinya. Beliau tidak berkeinginan kembali ke Amerika atau tinggal di salah
satu Rumah SVD di luar negeri. “Saya mau tetap tinggal di Lembata sampai ….Amin, sampai Amin. Saya belum menentukan dimana
saya akan dimakamkan bila Tuhan memanggil saya. Jadi walaupun umat menghendaki
saya dimakamkan di Lerek atau di Boto, atau misalnya di Larantuka, semua ini
harus melalui Uskup."
Kepada Panitia dan seluruh umat Pater Niko berpesan, ”Jadikan perayaan ini
sebagai sebuah pesta Syukur. Kita patut bersyukur kepada Tuhan akan semuanya
ini, bahwa kita telah mengalami Salib dan KasihNya."
Sumber: matanews.com,
14 Mei 2012
Ket foto: Pastor Nicholas Strawn SVD
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!