Oleh Lukman Solihin
Peneliti Puslitjak Dikbud &
Mahasiswa S-2 Antropologi UGM
DANA desa dapat mendorong kemajuan literasi warga melalui adanya perpustakaan
desa. Dengan begitu, pembangunan desa tidak hanya terkonsentrasi pada sarana
fisik, tetapi juga pembangunan sumber daya manusia. Data dari Perpustakaan
Nasional menyebutkan, dari 77.095 desa/kelurahan, baru terdapat 23.281
perpustakaan atau baru sekitar 30 persen. Jumlah ini masih jauh dari memadai
mengingat setiap desa/kelurahan memiliki jumlah penduduk dan luas wilayah yang
beragam.
Survei Sosial
Ekonomi Nasional mengenai akses warga terhadap media dapat menambah ilustrasi.
Sampai tahun 2012, angka kesenjangan antara warga kota dan desa dalam menonton
televisi semakin tipis, yakni 96,1 persen berbanding 87,3 persen. Sementara
dalam membaca surat kabar, perbedaannya masih cukup berarti, yaitu 26,2 persen
berbanding 9,2 persen.
Perbedaan itu
memperlihatkan mulusnya penetrasi televisi di satu sisi dan kian tidak
terjangkaunya bacaan di sisi yang lain. Pangkal soalnya tentu berkaitan dengan
akses, daya beli, prioritas konsumsi, dan pilihan sarana hiburan yang paling
mudah digapai. Akibatnya, muncul anggapan bahwa surat kabar -juga buku- kerap
dipersepsi sebagai perkakas kaum elite-intelektual kelas menengah-atas.
Padahal, bisa jadi
anggapan itu bermula dari sulitnya bacaan sehingga ia mengikuti hukum
permintaan: barang langka menjadi prestisius nilainya. Harga dan distribusi
buku tentu menjadi soal. Penetrasi buku ke daerah terkendala mahalnya biaya
distribusi. Namun, logika permintaan juga dapat mendorong pada hal sebaliknya:
semakin banyak permintaan dapat menutup biaya produksi dan distribusi.
Perpustakaan desa
Keberadaan
perpustakaan desa diakui dalam UU No 43/2007 tentang Perpustakaan. Idealnya, di
setiap jenjang pemerintahan, mulai dari pemerintah pusat hingga desa,
masing-masing menyelenggarakan perpustakaan umum guna menyediakan kebutuhan
bacaan warganya.
Mendesaknya
revitalisasi perpustakaan desa termaktub dalam Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi No 22/2016 tentang Penetapan
Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017. Pasal 5 disebutkan, prioritas
penggunaan dana desa salah satunya diarahkan untuk pembangunan, pengembangan,
dan pemeliharaan sarana pendidikan dan kebudayaan, antara lain taman bacaan
masyarakat (TBM) dan perpustakaan desa.
Penetapan prioritas
dana desa yang salah satunya menyasar isu literasi warga perlu disambut
antusias mengingat masih terbatasnya akses warga terhadap bahan bacaan. Sudah
jamak terjadi, perpustakaan umum dan toko buku berada di pusat kota sehingga
tak mampu menjangkau dan memenuhi kebutuhan warga di pelosok. Begitu pula
perpustakaan sekolah, selain jumlah dan kondisinya belum memadai, tidak
ditujukan untuk diakses oleh masyarakat umum.
TBM dan
perpustakaan desa merupakan solusi bagi tersedianya akses bacaan bagi
masyarakat. Ribuan TBM dan Pustaka Bergerak secara sporadis tumbuh dan
berkembang menyuplai kebutuhan bacaan warga secara mandiri. Namun, mengingat
luasnya wilayah dan besarnya jumlah penduduk, perlu upaya masif yang dapat
didorong oleh pemerintah desa.
Preseden baik
ditunjukkan oleh Perpus Widodo di Desa Widodomartani, Ngemplak, Sleman, DI
Yogyakarta. Tahun 2016, perpustakaan ini meraih gelar perpustakaan
desa/kelurahan terbaik dari Perpustakaan Nasional. Perpus Widodo menggunakan
anggaran Rp 30 juta-Rp 50 juta per tahun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDes) dan mampu menggerakkan roda literasi di desa ini.
Selain memiliki
ruang perpustakaan yang baik, Perpus Widodo juga memiliki mobil perpustakaan
keliling yang mengunjungi sekolah secara reguler sehingga dapat membantu
memenuhi minimnya koleksi buku di sekolah. Perpustakaan keliling juga
menyambangi warga dalam kegiatan posyandu anak balita dan lansia.
Keberhasilan Perpus
Widodo mendorong pedukuhan-pedukuhan di bawahnya untuk membuat taman baca.
Melalui pendampingan dari pengelola Perpus Widodo, saat ini telah ada 10 taman
baca di setiap pedukuhan, beberapa di antaranya mendapat bantuan dari APBDes.
Efek domino
Program literasi
dengan menggunakan dana desa tak hanya dapat memacu semangat literasi warga,
tetapi juga bisa memicu tumbuhnya permintaan bahan bacaan. Dari Rp 60 triliun
dana desa, jika dialokasikan 5-20 persen untuk program literasi, dapat
dipastikan permintaan bahan bacaan akan meningkat pesat.
Penerbit,
distributor, dan toko buku akan lebih bergairah dengan ramainya permintaan.
Penulis akan antusias menghasilkan lebih banyak karya, termasuk penulis buku
anak-anak yang masih terbilang minim jumlahnya.
Di tingkat lokal,
ini dapat menyulut lahirnya penulis dan penerbit lokal yang dapat memasok
terbitan-terbitan bermuatan lokal. Pendek kata, penggunaan dana desa dapat
memantik peningkatan jumlah terbitan yang sejauh ini baru di kisaran 30.000
judul buku per tahun.
Donatur buku,
termasuk dana tanggung jawab sosial perusahaan, juga dapat menyasar
perpustakaan-perpustakaan desa. Untuk keperluan donasi ini, pemerintah telah
menggratiskan pengiriman setiap tanggal 17 melalui PT Pos Indonesia.
Sumber:
Kompas, 13 September 2017
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!