Headlines News :
Home » » Aktualisasi Idul Fitri untuk Rekonsiliasi

Aktualisasi Idul Fitri untuk Rekonsiliasi

Written By ansel-boto.blogspot.com on Tuesday, June 04, 2019 | 11:01 AM

Oleh Ali Usman
Dosen UIN Sunan Kalijaga dan 
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran Yogyakarta

MINAL aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin ialah sebuah ungkapan lazim, populer di kalangan masyarakat setiap memperingati Hari Raya Idul Fitri. Ungkapan itu sebenarnya kurang bisa dipahami jika tidak mengetahui lafaznya yang lengkap, yaitu ja'alanallahu wa iyyakum minal aidin wal faizin (semoga Allah berkenan mengembalikan diri kita kepada fitrah kesucian sehingga menjadi orang-orang yang menang).

Itulah sebabnya istilah Idul Fitri dengan jelas menunjukkan makna kembali kepada fitrah atau kesucian. Mengapa disebut kembali? Karena di sana ada logika bahwa kita telah bergerak dari suatu tempat/keadaan ke tempat lain, yang mengacu pada aktivitas di dalam waktu.

Artinya, ketika Allah meniupkan roh ke jasad manusia, hidup ini telah dimulai. Meminjam istilah sastrawan Eropa, dante –sebagaimana dikutip oleh Komaruddin Hidayat (2001)– hidup manusia dimulai di alam paradiso (Arab: firdaus), yakni alam kebahagiaan karena pada saat itu fitrah atau kejadian asal manusia masih suci dan bersih.

Sampai tiba masanya manusia bersentuhan secara fisik maupun mental (kesadaran) dengan alam materi yang membuatnya tidak lagi bersih dan suci. Semakin lama ia tenggelam dalam kemeriahan alam materi, semakin kotor pula alam rohanianya, terjatuhlah manusia itu ke alam inferno, alam kesengsaraan.

Dalam keadaan demikian, untuk bisa kembali ke alam paradise, manusia harus melalui proses perbersihan diri di alam purgatorio. Bagi umat Islam, alam purgatorio tersebut tidak lain ialah bulan Ramadan, bulan istimewa yang didatangkan Allah SWT sebagai rahmat, ampunan (magfirah) dan sekaligus sebagai pencegah agar manusia tidak jatuh ke alam inferno.

Allah SWT memberikan kesempatan kepada umat Islam, terutama di bulan Ramadan untuk membersihkan diri dari materi alias dosa sehingga dapat masuk kembali ke alam paradise yang membawa kebahagiaan, dilambangkan dengan Hari Raya Idul Fitri.

Menuju rekonsiliasi

Islam melalui nas-nasnya maupun institusi ibadahnya memberikan concern terhadap maaf-memaafkan. Suatu dimensi sosial kehidupan yang menurut Alquran sangat sentral untuk ditegakkan. Dari sinilah kehidupan kemasyarakatan yang sehat bisa dimulai. Tidak baik memendam permusuhan.

Jika suatu masyarakat telah tumbuh saling curiga dan semangat balas dendam, sebuah pertanda bahwa masyarakat tersebut sedang sakit. Proses penyembuhannya tidak lain kecuali melalui cara-cara damai, antara lain melalui konsep islah (rekonsiliasi). Dengan konsep islah, manusia bisa saling mengenali secara baik kultur kehidupan tiap-tiap individu untuk kemudian dicarikan penyelesaian terbaik.

Prinsip saling memaafkan ialah nilai-nilai moral agama yang cinta pada kedamaian dan keharmonisan hidup. Bahkan, dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW sering digambarkan bahwa betapa pun sering diperlakukan secara zalim, beliau toh tetap memaafkan kezaliman para pelakunya.

Di antara sikap Nabi yang mengesankan banyak orientalis ialah ketika terjadi Fathul Mekah (pembebasan kota Mekah) dan Nabi memperoleh kemenangan. Di sanalah beliau menunjukkan puncak akhlak kaum muslimin dengan memaafkan kezaliman kaum Quraish Mekah yang selama bertahun-tahun hidup di Mekah, diboikot dan pengikutnya dianiaya, bahkan ada yang dibunuh. Namun, Nabi sama sekali tidak menyimpan dendam dan mengembangkan permusuhan.

Perilaku Nabi tersebut sangatlah mengesankan sebab ketika kemenangan ada di tangannya, justru kesempatan itu tidaklah digunakannya untuk menghukum musuhnya, apalagi sebagai ajang balas dendam. Jika membalas kezaliman musuh, menurut Nabi, berarti kaum muslimin sama derajat dan sifatnya dengan kaum kafir Quraish yang suka membuat keonaran. Maka dari itu, Nabi lebih memperlihatkan sikap seorang penegak kebaikan dan kebenaran daripada watak seorang penakluk dan pembunuh.

Alquran menyebut kata 'dendam' yang terkait dengan gejala kemanusiaan setidaknya hanya dua kali, yaitu dalam QS Al Hijr ayat 45-50 dan QS Al A'raf ayat 43. Redaksi kedua ayatnya pun mirip, yaitu "Dan kami lenyapkan segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka."

Keduanya dirangkaikan dengan keterangan mengenai keadaan surga. Jika dalam QS Al A'raf pernyataan itu didahului dengan keterangan mengenai orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Sementara itu, dalam surat Al Hijr penjelasan di ayat itu ditutup dengan keterangan bahwa Allah Maha Pengampun.

Kesimpulan ringkas yang diisyaratkan dalam keterangan-keterangan Alquran di atas ialah bahwa sifat dendam bukanlah sifat orang beriman sebab Allah sendiri Maha Pemaaf (QS As Syura ayat 30). Allah juga mencirikan orang-orang yang beriman sebagai orang yang apabila marah mau memberi maaf (QS As Syura ayat 36-37). Semoga. 
Sumber: Media Indonesia, 4 Juni 2019
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger