Headlines News :
Home » » Di Meja Kerjanya, Tenggelam ke Masa Lalu

Di Meja Kerjanya, Tenggelam ke Masa Lalu

Written By ansel-boto.blogspot.com on Friday, July 26, 2019 | 8:23 PM

APAKAH setelah beliau dipanggil Tuhan, Kamis (25/7/2019) pukul 20.27 di RS Saint Carolus, Jakarta Pusat, sudah menemukan pewaris buku bukunya yang tak ternilai harganya bagi sejarah Jakarta tersebut, atau belum.

Kami bisa berjam-jam tenggelam di ruang kerjanya, berbincang tentang sejarah Jakarta sambil membongkar bongkar buku koleksinya dari minimal empat bahasa, serta sejumlah dokumen lainnya yang sebagian ia simpan di komputer. Dalam bincang bincang itu saya lebih sering menampung kemarahan, kegelisahan, dan kekecewaannya.

Berulangkali Pater Heuken menyayangkan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat yang sering abai membongkar bangunan bersejarah, bahkan mengubah infrastruktur lama yang menurut Pater Heuken sudah sempurna.

Karena rumah, sekaligus perpustakaan pribadi, dan kantornya ada di kawasan Menteng, Pater Heuken tahu benar bagaimana perkembangan perubahan taman kota pertama di Batavia (Jakarta) tersebut.

Sebagian orang-orang kaya di Menteng sekarang tidak mau peduli terhadap arsitektur rumah dan lingkungannya. Yang penting duit dan gengsi. Lupa bahwa rumahnya, lingkungannya, mencerminkan tingkat keterpelajaran penghuninya," tuturnya satu saat di tahun 2011.

Ia kemudian membuka sejumlah buku sejarah dari bermacam bahasa di atas meja kerjanya. Tenggelamlah kami ke masa lalu Batavia.

Hal seperti itu sering terjadi. Dengan lancar ia bercerita tentang bermacam tempat ibadah, gedung gedung megah, infrastruktur jalan dan pengairan di Jakarta, seperti yang sudah ia tulis dalam sejumlah bukunya, sembari mengoreksi buku buku serupa yang ia nilai, belum layak menjadi buku penuntun.

"Buku-buku tersebut sering mengutip ucapan orang tanpa landasan catatan sejarah yang relatif obyektif," keluh Pater Heuken.

Kenangan terindah

Hadiah berharga dari Pater Heuken kepada penulis adalah ketika ia menyatakan bahwa naskah, "Batavia 1740, Menyisir Jejak Betawi", yang saya tulis, layak terbit. Hati saya berbunga-bunga. Betapa tidak, beliau sangat teliti memeriksa naskah buku saya. Sekitar tiga bulan naskah ada di tangan beliau.

Benar saja, saat naskah saya serahkan ke penerbit, sepekan setelah diperiksa penyunting, tak satupun kata, dikoreksi. Editor hanya meminta penulis memerkaya naskah dengan bermacam kuliner Betawi.

Keras

Meski relatif dekat dengan penulis, beliau dikenal berdisiplin keras. Pernah satu hari saya mengingatkan kawan wartawan agar tepat waktu datang ke rumah beliau.

Kawan tersebut abai. Dia terlambat tiga menit dari janji wawancara. Pater Heuken tidak mau menemui dan minta sekretarisnya menjumpai kawan saya, dan membuat janji baru lagi untuk wawancara. Dari situ kawan saya belajar banyak tentang arti disiplin waktu.

"Kalau saya ngga pernah ketemu pastor galak itu, saya ngga akan jadi seperti sekarang. Cuman telat tiga menit Bang. Tiga menit doang. Gila bener disiplinnya tu pastor . Ampuuun Bang," kata Danny Putra, yang sekarang menjadi produser salah satu stasiun swasta nasional.

Pengamatan penulis, yang "ilmu" nya sudah sekelas Pater Heuken adalah Prof Otto, gurubesar arkeologi UI. Watak, sikap, pandangan, dan wawasannya, sama. Sama kerasnya, sama dinginnya, samasama mudah meletup saat penjelasannya dikomentari atau dibantah lawan bicara yang ilmu, wawasan, dan riset risetnya masih minim.

Penulis termasuk salah seorang yang pernah kena "semprot" Pater Heuken dan Prof Otto di awal perkenalan dengan mereka.

Sedikit sedikit mereka membongkar beberapa buku dari rak buku, membukanya di meja, lalu berkata: "Ada tidak keterangan Anda di buku ini? Mana buku yang keterangannya Anda kutip?"

Kepergian Pater Heuken membuat Jakarta kehilangan lagi "sebutir mutiara"-nya. Sejatinya ia bukan pakar sejarah Jakarta, melainkan pemerhati dan penulis buku buku populer tentang sejarah Jakarta. Meski demikian, pengetahuan dan wawasan telah melampaui para pakar sejarah Jakarta karena ketekunan, kegigihan, dan ketelitiannya mengungkap sejarah.

Pater Heuken seolah memberi pesan, siapapun bisa menguasai bidang yang ia tekuni asal tekun, cermat, dan gigih. Seperti halnya sebagian petani yang lebih piawai memahami cuaca setelah puluhan tahun berkubang di sawah, ketimbang seorang guru besar bidang pertanian memahami perubahan cuaca. Selamat jalan Pater Heuken. 
Oleh Windoro Adi
mantan wartawan Kompas
Sumber: Kompas, 26 Juli 2019
Ket foto: Adolf J Heuken SJ
Sumber foto: www.law-justice.co
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger