Ketegasannya
sebagai hakim kerap menjadi bahan pembicaraan berbagai pihak. Di setiap sidang,
ia mengadili dengan ketegasan dan keadilan.
SELAMA kuliah di Fakultas Hukum Universitas
Gajah Mada, Albertina Ho tinggal di Asrama Syantikara Yogyakarta. Hampir setiap
bulan, kiriman wesel dari orangtuanya di Dobo, Maluku selalu saja terlambat.
Alhasil setiap bulan, ia harus melapor perihal keterlambatan ini. “Sudah, kamu
kalau bayar tepat waktu saja baru lapor ya,” begitu Albertina mengingat
perkataan suster kepala asrama.
Berasal dari keluarga sederhana, Albertina
maklum. Meski nilai-nilainya untuk mata pelajaran eksakta lebih bagus, saat
kuliah ia akhirnya memilih jurusan sosial. Dalam bayangannya, jurusan eksakta
pasti lebih mahal. Ia takut kuliahnya akan berhenti di tengah jalan karena
kurangnya biaya.
Namun, perjuangan itu terbayar, setelah
lulus, Albertina berusaha menjadi hakim yang adil. Ia meyakini, semua ini
berkat dari Tuhan.
Karier Hakim
Albertina memulai karier hakim ketika ia
diterima saat mendaftar calon pegawai negeri sipil (CPNS) sebagai calon hakim.
Itu tepat tak lama setelah lulus dari UGM. Usai pendidikan calon hakim, ia
bertugas di beberapa pengadilan negeri hingga tahun 2005.
Pada tahun 2005 ini, namanya mulai menaungi
dunia hukum nasional. Prestasinya membawanya ke kursi Asisten Koordinator di
Mahkamah Agung (MA) dan menjalankan tugas sebagai Sekretaris Wakil Ketua MA
Bidang Yudisial, Marianna Sutadi, sampai 2008. Walau tidak menangani perkara
hukum secara langsung, ketegasan Albertina sangat nyata. Wanita ini dikenal
tanpa pandang bulu, ia menolak tamu yang ingin menemui atasannya. Alasannya,
ada larangan seorang hakim bertemu dengan pihak yang berpekara.
Setelah tiga tahun berkarier di MA, Albertina
ditugaskan menjadi hakim di PN Jakarta Selatan. Di tempat ini, ia banyak
menangani kasus yang menarik perhatian masyarakat. Salah satu yang paling
mencolok adalah kasus Gayus Tambunan. Ketegasan Albertina menjadi bahan pembicaraan
berbagai pihak.
Albertina dinilai sebagai hakim yang tegas.
Hal ini ia buktikan saat harus mengadili temannya sendiri. Pada posisi ini, ia
merasa tak mudah mengadili. Ia mengakui, terkadang dalam menangani kasus,
emosinya memang ikut terlibat sehingga harus berusaha ekstra untuk melihat
kasus sesuai fakta. “Dulu mereka teman saya, lalu mereka berahadapan dengan
saya di pengadilan, ini tentu pengalaman emosional,” ujar Albertina.
Tahun 2010, Albertina berbeda pendapat dengan
majelis hakim tentang pertimbangan hukum, yang menghukum Sigid Haryo Wibisono
selama 15 tahun atas keterlibatannya dalam pembunuhan Direktur PT Rajawali
Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Kala itu, Albertina berpendapat,
pertimbangan hukum harus komprehensif sehingga yang membaca mengetahui
bagaimana peran Sigid yang terbukti secara tidak langsung merencanakan
pembunuhan Nasrudin.
Trik Jitu
Albertina juga dikenal sebagai hakim yang paling susah dimintai bocoran. Ia benar-benar merahasiakan setiap putusan. Untuk menjaga kerahasiaan ini, ia rela mengetik sendiri setiap putusan. “Itu saya lakukan agar pertimbangan majelis hakim tidak bocor, karena kadang kala ada pihak-pihak yang bersekongkol dengan mafia perkara,” ujarnya.
Saat masih berkarier di Jakarta, di tengah
gemerlap kehidupan ibu kota, Albertina konsisten tampil bersahaja. Penampilan
ini tentu kontras dengan banyak hakim lain yang bergaya hidup mewah. Beberapa
kali profilnya menghiasi media massa lantaran kerap naik angkot menuju
pengadilan.
Dengan ketegasan yang Albertina miliki, tak
heran ada banyak yang berkomentar saat ia dipindahkan ke Sungai Liat, Bangka
Belitung. Namun, ia justru tak mempersoalkan hal ini. Dengan kepindahan ini, ia
senang lantaran memiliki banyak waktu luang. “Saya jadi punya banyak waktu.
Biasanya, saya main tenis sore hari usai jam kantor,“ ujarnya.
Pada Februari 2014, Albertina dipromosikan
menjadi Wakil Ketua PN Palembang. Kemudian menjabat sebagai Ketua PN Bekasi di
mana ia melakukan perubahan di PN Bekasi, terutama administrasi prosedur
pengadilan. Sejak kehadirannya, suasana PN Bekasi lebih tertata.
Albertina punya trik jitu mensiasati agar
permasalahan-permasalahan dalam persidangan, terutama temuan-temuan yang
dianggap menganggu integritas hakim dan nama lembaga. Ia rutin mengadakan forum
diskusi setiap bulan. Dalam forum itu, hakim-hakim wajib hadir untuk sharing
dan berdiskusi.
Di forum itu, Albertina memainkan perannya
sebagai ketua. Ia memberikan arahan tegas dan terus mengingatkan para
stakeholder pengadilan untuk tetap menjaga nama baik, kode etik profesi dan
nama baik lembaga. “Moderator di forum itu tiap bulan berganti dan ada
pemakalahnya. Kita berusaha mempunyai suatu pemahaman yang sama akan
kasus-kasus yang ada,” katanya.
Keyakinan Hidup
Selama bertugas sebagai hakim, Albertina mengaku belum pernah mendapat intervensi secara langsung, meski kadang ada teman yang mengalaminya. Menurutnya, bila sejak awal sudah mempunyai dan memegang teguh prinsip, akan jauh dari intervensi. Meskipun tak dipungkiri ketegasan sikap dan prinsip tentu berisiko. “Sikap saya yang tegas pasti ada resiko, tapi keadilan harus ditegakkan,” ujarnya.
Profesi hakim bagi Albertina menuntut
totalitas. Saat sedang menangani kasus-kasus yang sulit, setiap saat kasus
tersebut terbawa dalam pikirannya. Hal ini sangat menguras emosinya, namun saat
kasus itu selesai, ia pun lega. “Tentu saja saya selalu membawa apapun yang
saya hadapi dalam doa dan berusaha memutus sesuai dengan pengetahuan yang saya
miliki serta tanpa intervensi.”
Bila menengok ke belakang, Albertina
mengungkapkan, tidak pernah ia bayangkan bisa menjadi dirinya seperti saat ini.
Tahap demi tahap kariernya, ia peroleh dengan ketekunan. Ia tak sekalipun
“mengurus” kenaikan pangkat agar lancar. Ia yakin, berkat doa, kenaikan
pangkatnya berjalan lancar hingga mencapai pangkat tertinggi sebagai Aparatur
Sipil Negara. “Saya tak akan menjadi seperti sekarang ini tanpa campur tangan
Tuhan,” tambahnya.
Selama menangani kasus-kasus besar, sampai
saat ini, Albertina selalu yakin akan perlindungan Tuhan bila ia berada di
jalan-Nya. Tuhan selalu memberi apa yang ia perlukan dan bukan yang ia minta.
Dengan keyakinan ini, ia menjadi bebas saat menjalankan setiap tugas dalam
hidupnya. “Keyakinan saya itu nyata. Tuhan selalu memberikan solusi paling
tepat dalam menangani kasus-kasus yang harus saya selesaikan tepat pada
waktunya.
Albertina Ho
Pendidikan :
– SD Ambon (1973)
– SMP Katolik Bersubsidi Ambon (1975)
– SMA Negeri II Ambon (1979)
– Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (1985)
– Magister Hukum Universitas Jenderal Soedirman (2004)
– Program Doktor Universitas Jayabaya (2014)
Karier :
– Ketua Pengadilan Negeri Bekasi (2015-2016)– Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Medan (2016-2019)
– Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Kupang (Mulai September 2019)
Fr. Benediktus Yogie Wandono SCJ
Sumber: HIDUP
NO.38 2019, 22 September 2019
Ket foto: Albertina Ho
Sumber foto: www.reqnews.com
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!