Headlines News :
Home » » Fransiskus Ola Ebang: Melihat dengan Hati, Bukan Mata

Fransiskus Ola Ebang: Melihat dengan Hati, Bukan Mata

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, October 28, 2019 | 9:50 PM

HEDUNG, perang menghadang rombongan Pastor Petrus Payong Reko SVD di beranda dusun Boto, Desa Labalimut, Nagawutun, Lembata, Nusa Tenggara Timur pada Sabtu, 3 Juli 2010.

Didampingi ayahanda terkasih, guru Fransiskus Ola Ebang, adik-adik jubilaris: Juven Solo Boto, Dorte, Rosa, Olens, Pastor Piter Payong SVD, Pastor Sam Dosinaen, dan keluarga besar Piet Payong dari Adonara, disuguhkan hedung dan nama(ng).

Hedung tak lain tarian perang khas sebagian etnis di Flores Timur (Flores Timur daratan, Solor dan Adonara) dan Lembata dalam acara-acara tertentu terutama acara adat atau penjemputan tamu-tamu istimewa seperti Misa Syukur perak atau emas hidup membiara maupun tahbisan para imam di wilayah Keuskupan Larantuka.

Tatkala sapaan adat menyambut jubilaris Petrus Payong SVD dalam bahasa Boto, air mata guru Frans Ola Ebang, jatuh. Ia menangis sesenggukan mendengar sapaan adat dalam bahasa Boto (baca: http://ansel-boto.blogspot.com/2010/10/xc_06.html?m=1).

Ia menangis mengalami kebaikan hati masyarakat dan umat Boto, tempat ia berpuluh tahun mengabdikan diri sebagai guru di SDK Boto setelah dimutasi dari SDK Lewopenutung (Orafutu). Ia menangis kembali menyapa medan pengabdian sebagai guru usai pensiun. Ia mengaku melihat kehadiran dan sambutan hangat umat dengan hati. Bukan mata karena ia tak bisa melihat lagi akibat mata termakan usia.

Boto juga tempat hati guru Frans Ola Ebang takluk dengan Juliana Kebang de Ona, gadis dusun Kluang berkulit terang, yang telah memberinya putera-puteri yang rendah hati, di mana putera dan putri sulungnya, Petrus Payong Reko SVD dan Sr Franselin Sabu SSpS, mengikuti ajakan Tuhan menjadi pekerja di kebun anggur-Nya.

Payong Reko kala itu baru tiba di Boto setelah menjadi misionaris di Mindanao, Filipina, negeri yang kini dipimpin Presiden Rodrigo Duterte (http://ansel-boto.blogspot.com/…/misa-imamat-di-atas-kursi.…). Misa Syukur 25 Tahun Imamat, ia persembahkan di Boto dalam kondisi tubuh yang kurang fit menyusul sakit yang mendera hingga satu jari kaki diamputasi di RS Sint Carolus, Salemba Raya, Jakarta Pusat.

Sedangkan sang adik, Sr Franselin Sabu SSpS, kala itu tengah menjalani Misi di Juba, Sudan Selatan, negara yang baru merdeka dari Sudan (baca: https://ansel-boto.blogspot.com/…/sr-franseline-ssps-wajah-…). Sudan Selatan, negara irisan dari Sudan, pertama kali sejak merdeka dipimpin Presiden Salva Kiir Mayardit, seorang pemberontak beragama Katolik dari Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM) di detik-detik akhir perang sipil yang berakhir Sudan Selatan berdiri sebagai negara baru.

"Go dengere kantar mio nakri orega susah tudak. Go bae bong nafaga kara gur ri Boto. Tapi go pensiun knodaken ke. Kulukeges krebang ke tapi orega tenegem mio pua-pua inages amages, opuges beleges, kakaneg fajiges anakeges pua-pua ri Boto," kata guru Ola Ebang.

Ia menangis. Air mata sebagian warga stasi Boto jatuh mendengar suara guru Ola Ebang di antara kemeriahan suguhan para penari laki perempuan dalam busana khas Boto. Dua bersaudara seniman Boto: Blasius Wurin Ketoj dan Korfandus Boge Ketoj menyapa rombongan tuan Payong Reko. Boge adalah teman kelas Payong Reko di SDK Boto tempo doeloe.

Dari beranda dusun Boto, guru Ola Ebang mendampingi sang Imam Tuhan, berjalan kaki menuju Gereja Santo Josef Boto. Di bawah Salib di sisi timur Pekuburan Umum Boto, ia bertekuk lutut dan berdoa untuk para leluhur dan umat yang sudah berpulang. Juga berdoa agar umat merawat persaudaraan satu sama lain, setia di jalan perutusan yang Ia karuniai.

Bapa/nene Ola Ebang adalah satu di antara sekian guru dari Nusa Tadon Adonara tahun 60-an yang lama menjadi guru di Lembata setelah mendapat tugas dari Dinas Pendidikan Flores Timur maupun Keuskupan Larantuka.

Guru Ola Ebang menghabiskan sebagian waktunya menjadi guru di SDK Lewopenutung, sisi selatan Pulau Lembata, yang berhadapan muka dengan Laut Sawu. Ia dikenal sangat bersahabat dan cepat menyesuaikan diri dengan warga Lewopenutung. Anak pertama dan kedua, belakangan menjadi Pelayan Sabda: Pastor Payong Reko dan Sr Franselin Sabu fasih berbahasa Lewopenutung.

Selama menjadi guru di SDK Boto, magun Ola Ebang mewarisi ilmu dan teladan bagi kehidupan umat dan Gereja. Tatkala anak-anak muridnya belum mengenal peraturan baris berbaris atau lagu-lagu dengan syair lokal, guru Ola Ebang tak kahilangan akal. Ia menciptakan sendiri semacam instruksi dalam bahasa dan konteks lokal agar dengan mudah dipahami anak-anak murid.

Bila anak-anak murid berdiri menghadap matahari terbit, dan diinstruksikan menghadap ke kiri (dusun Liwulagang) atau ke kanan (dusun Atawai), maka instruksinya mudah. "Muka 'menganyep' Liwulagang, grak! Muka 'mengayep' Atawai, grak!" Maksudnya, "hadap kiri (Liwulagang), grak! Hadap kanan (Atawai), grak!".

Konon, sebutan 'anyep', selangkanan membuat beberapa orangtua keberatan bahkan tertawa karena sebutan 'anyep' atau ajep oleh guru Ola Ebang bertalian dengan area privat. Apalagi diucapkan di hadapan sebagian anak murid atau warga yang nota bene ada juga opu lake.

"Bukan 'anyep', bapa gur. Tapi hadap, menghadap. Tidak menganyep. Bong nakre re (istilah) agak keliru," kata beberapa peserta baris-berbaris. "Maaf, inages amages opuges alapege tante mio pua-pua. Bong go kab elega," kata guru Frans, ana making.

Mereka tertawa ngakak. Instruksi ini bukan dalam urusan adat tapi seorang guru yang tengah mengajar bagaimana agar warga dan anak-anak bisa tahu dan terampil dalam urusan baris-berbaris.

Guru Ola Ebang juga piawai menciptakan lagu-lagu dalam syair Boto kemudian mengajarkan murid-muridnya kala itu. Dua lagu yang sangat memasyarakat di Boto yakni O Fajiga Mene Tai Ju dan Kfarum Breket. O Fajiga Mene Tai Ju (Adik, Mari Kita Berangkat ke Sekolah) dan Kfarum Breket (Jagung Titimu). Saya catat kembali dua tembang ajakan ke sekolah karya Guru Ola Ebang berikut ini.

O Fajiga Mene Tai Ju

O fajiga mene tai ju, tai ju.
Bine lameja skola jae.
Jae Boto Kluang, Kluang Belabaja.
Guru ajar baca A I U O E.
(Adik-adik, mari berangkat. Laki perempuan mari pergi sekolah. Di Boto Kluang Belabaja. Guru akan mengajar kita baca A I U O E).

Kfarum Breket

Kfarum breket lifo lau bola
Marang kniki untuk pana mai skola
Ju mai ju skola gute mnamur
Gorot upul mila falang feka-feka ae
Denge guru tena tite pua-pua
Ake tobe ake gumit gamit bae.

Jagung titi diisi dalam bola -wadah dari ayaman daun lontar.
Jadikan bekal ke sekolah
Tiba di sekolah ambil sapu
Bersihkan atau kumpulkan sampah sama-sama.
Dengar guru nasehati kita semua.
Jangan duduk sambil ganggu teman lain.

Pagi ini, kabar duka dari Kupang. Olens, putra bungsu guru Frans mengirim kabar itu. Putri guru Frans, Rosa Ebang, juga menulis di dinding akun Facebook-nya, ayah terkasih Guru Frans Ola Ebang kembali ke rumah-Nya. Ingatan saya kembali di beranda dusun Boto beberapa tahun silam.

Saat ia mendampingi sang putra, Piet Payong Reko SVD tiba di Boto merayakan Misa Syukur Perak bersama umat Paroki Boto. Kini, guru Frans menyusul isteri terkasih Yuliana Kebang de Ona dan putra terkasih Payong Reko di Firdaus.

Terima kasih, bapa/nene guru Ola Ebang. Jasamu untuk dunia pendidikan di Lembata, terutama Lewopenutung (Orafutu) dan Boto sungguh besar. Engkau telah mengorangkan banyak anak kampung kami. Jasamu tiada tara, bapa gur. Terima kasih untukmu di Firdaus. Doakan kami semua. Semoga keluarga besar dikuatkan dalam peristiwa ini.
Jakarta, 28 Oktober 2019
Mengenang alm. bapa/opa guru Frans Ola Ebang
Ket foto: alm guru Frans Ola Ebang dan isteri terkasih, almr Yuliana Kebang de Ona (1).
Guru Frans Ola Ebang (alm) mendampingi putranya, alm Petrus Payong SVD diterima dengan suguhan hedung dan namang warga Boto di gerbang masuk kampung dalam rangkaian Misa Perak 25 Tahun Pastor Piet Payong.
Sumber foto: dok Fb Ocha Ryo)
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger