HEDUNG, perang menghadang rombongan Pastor Petrus Payong Reko SVD di
beranda dusun Boto, Desa Labalimut, Nagawutun, Lembata, Nusa Tenggara Timur
pada Sabtu, 3 Juli 2010.
Didampingi ayahanda terkasih, guru Fransiskus Ola Ebang, adik-adik
jubilaris: Juven Solo Boto, Dorte, Rosa, Olens, Pastor Piter Payong SVD, Pastor
Sam Dosinaen, dan keluarga besar Piet Payong dari Adonara, disuguhkan hedung dan nama(ng).
Hedung tak lain tarian perang khas sebagian etnis di Flores
Timur (Flores Timur daratan, Solor dan Adonara) dan Lembata dalam acara-acara
tertentu terutama acara adat atau penjemputan tamu-tamu istimewa seperti Misa
Syukur perak atau emas hidup membiara maupun tahbisan para imam di wilayah
Keuskupan Larantuka.
Tatkala sapaan adat menyambut jubilaris Petrus Payong SVD dalam bahasa
Boto, air mata guru Frans Ola Ebang, jatuh. Ia menangis sesenggukan mendengar
sapaan adat dalam bahasa Boto (baca: http://ansel-boto.blogspot.com/2010/10/xc_06.html?m=1).
Ia menangis mengalami kebaikan hati masyarakat dan umat Boto, tempat ia
berpuluh tahun mengabdikan diri sebagai guru di SDK Boto setelah dimutasi dari
SDK Lewopenutung (Orafutu). Ia menangis kembali menyapa medan pengabdian sebagai
guru usai pensiun. Ia mengaku melihat kehadiran dan sambutan hangat umat dengan
hati. Bukan mata karena ia tak bisa melihat lagi akibat mata termakan usia.
Boto juga tempat hati guru Frans Ola Ebang takluk dengan Juliana Kebang de
Ona, gadis dusun Kluang berkulit terang, yang telah memberinya putera-puteri
yang rendah hati, di mana putera dan putri sulungnya, Petrus Payong Reko SVD
dan Sr Franselin Sabu SSpS, mengikuti ajakan Tuhan menjadi pekerja di kebun
anggur-Nya.
Payong Reko kala itu baru tiba di Boto setelah menjadi misionaris di
Mindanao, Filipina, negeri yang kini dipimpin Presiden Rodrigo Duterte
(http://ansel-boto.blogspot.com/…/misa-imamat-di-atas-kursi.…). Misa Syukur 25
Tahun Imamat, ia persembahkan di Boto dalam kondisi tubuh yang kurang fit
menyusul sakit yang mendera hingga satu jari kaki diamputasi di RS Sint
Carolus, Salemba Raya, Jakarta Pusat.
Sedangkan sang adik, Sr Franselin Sabu SSpS, kala itu tengah menjalani Misi
di Juba, Sudan Selatan, negara yang baru merdeka dari Sudan (baca:
https://ansel-boto.blogspot.com/…/sr-franseline-ssps-wajah-…). Sudan Selatan,
negara irisan dari Sudan, pertama kali sejak merdeka dipimpin Presiden Salva
Kiir Mayardit, seorang pemberontak beragama Katolik dari Gerakan Pembebasan
Rakyat Sudan (SPLM) di detik-detik akhir perang sipil yang berakhir Sudan
Selatan berdiri sebagai negara baru.
"Go dengere kantar mio nakri orega susah tudak. Go bae bong nafaga
kara gur ri Boto. Tapi go pensiun knodaken ke. Kulukeges krebang ke tapi orega
tenegem mio pua-pua inages amages, opuges beleges, kakaneg fajiges anakeges
pua-pua ri Boto," kata guru Ola Ebang.
Ia menangis. Air mata sebagian warga stasi Boto jatuh mendengar suara guru
Ola Ebang di antara kemeriahan suguhan para penari laki perempuan dalam busana
khas Boto. Dua bersaudara seniman Boto: Blasius Wurin Ketoj dan Korfandus Boge
Ketoj menyapa rombongan tuan Payong Reko. Boge adalah teman kelas Payong Reko
di SDK Boto tempo doeloe.
Dari beranda dusun Boto, guru Ola Ebang mendampingi sang Imam Tuhan,
berjalan kaki menuju Gereja Santo Josef Boto. Di bawah Salib di sisi timur
Pekuburan Umum Boto, ia bertekuk lutut dan berdoa untuk para leluhur dan umat
yang sudah berpulang. Juga berdoa agar umat merawat persaudaraan satu sama
lain, setia di jalan perutusan yang Ia karuniai.
Bapa/nene Ola Ebang adalah satu di antara sekian guru dari Nusa Tadon
Adonara tahun 60-an yang lama menjadi guru di Lembata setelah mendapat tugas
dari Dinas Pendidikan Flores Timur maupun Keuskupan Larantuka.
Guru Ola Ebang menghabiskan sebagian waktunya menjadi guru di SDK
Lewopenutung, sisi selatan Pulau Lembata, yang berhadapan muka dengan Laut
Sawu. Ia dikenal sangat bersahabat dan cepat menyesuaikan diri dengan warga
Lewopenutung. Anak pertama dan kedua, belakangan menjadi Pelayan Sabda: Pastor
Payong Reko dan Sr Franselin Sabu fasih berbahasa Lewopenutung.
Selama menjadi guru di SDK Boto, magun Ola Ebang mewarisi ilmu dan teladan
bagi kehidupan umat dan Gereja. Tatkala anak-anak muridnya belum mengenal
peraturan baris berbaris atau lagu-lagu dengan syair lokal, guru Ola Ebang tak
kahilangan akal. Ia menciptakan sendiri semacam instruksi dalam bahasa dan
konteks lokal agar dengan mudah dipahami anak-anak murid.
Bila anak-anak murid berdiri menghadap matahari terbit, dan diinstruksikan
menghadap ke kiri (dusun Liwulagang) atau ke kanan (dusun Atawai), maka
instruksinya mudah. "Muka 'menganyep' Liwulagang, grak! Muka 'mengayep'
Atawai, grak!" Maksudnya, "hadap kiri (Liwulagang), grak! Hadap kanan
(Atawai), grak!".
Konon, sebutan 'anyep', selangkanan membuat beberapa orangtua keberatan
bahkan tertawa karena sebutan 'anyep' atau ajep oleh guru Ola Ebang bertalian
dengan area privat. Apalagi diucapkan di hadapan sebagian anak murid atau warga
yang nota bene ada juga opu lake.
"Bukan 'anyep', bapa gur. Tapi hadap, menghadap. Tidak menganyep. Bong
nakre re (istilah) agak keliru," kata beberapa peserta baris-berbaris.
"Maaf, inages amages opuges alapege tante mio pua-pua. Bong go kab
elega," kata guru Frans, ana making.
Mereka tertawa ngakak. Instruksi ini bukan dalam urusan adat tapi seorang
guru yang tengah mengajar bagaimana agar warga dan anak-anak bisa tahu dan
terampil dalam urusan baris-berbaris.
Guru Ola Ebang juga piawai menciptakan lagu-lagu dalam syair Boto kemudian
mengajarkan murid-muridnya kala itu. Dua lagu yang sangat memasyarakat di Boto
yakni O Fajiga Mene Tai Ju dan Kfarum Breket. O Fajiga Mene Tai Ju (Adik, Mari
Kita Berangkat ke Sekolah) dan Kfarum Breket (Jagung Titimu). Saya catat
kembali dua tembang ajakan ke sekolah karya Guru Ola Ebang berikut ini.
O Fajiga Mene Tai Ju
O fajiga mene tai ju, tai ju.
Bine lameja skola jae.
Jae Boto Kluang, Kluang Belabaja.
Guru ajar baca A I U O E.
(Adik-adik, mari berangkat. Laki perempuan mari pergi sekolah. Di Boto
Kluang Belabaja. Guru akan mengajar kita baca A I U O E).
Kfarum Breket
Kfarum breket lifo lau bola
Marang kniki untuk pana mai skola
Ju mai ju skola gute mnamur
Gorot upul mila falang feka-feka ae
Denge guru tena tite pua-pua
Ake tobe ake gumit gamit bae.
Jagung titi diisi dalam bola -wadah dari ayaman daun lontar.
Jadikan bekal ke sekolah
Tiba di sekolah ambil sapu
Bersihkan atau kumpulkan sampah sama-sama.
Dengar guru nasehati kita semua.
Jangan duduk sambil ganggu teman lain.
Pagi ini, kabar duka dari Kupang. Olens, putra bungsu guru Frans mengirim
kabar itu. Putri guru Frans, Rosa Ebang, juga menulis di dinding akun
Facebook-nya, ayah terkasih Guru Frans Ola Ebang kembali ke rumah-Nya. Ingatan
saya kembali di beranda dusun Boto beberapa tahun silam.
Saat ia mendampingi sang putra, Piet Payong Reko SVD tiba di Boto merayakan
Misa Syukur Perak bersama umat Paroki Boto. Kini, guru Frans menyusul isteri
terkasih Yuliana Kebang de Ona dan putra terkasih Payong Reko di Firdaus.
Terima kasih, bapa/nene guru Ola Ebang. Jasamu untuk dunia pendidikan di
Lembata, terutama Lewopenutung (Orafutu) dan Boto sungguh besar. Engkau telah
mengorangkan banyak anak kampung kami. Jasamu tiada tara, bapa gur. Terima
kasih untukmu di Firdaus. Doakan kami semua. Semoga keluarga besar dikuatkan
dalam peristiwa ini.
Jakarta, 28 Oktober 2019
Mengenang alm. bapa/opa guru Frans Ola Ebang
Ket foto: alm guru Frans Ola Ebang dan isteri terkasih, almr Yuliana Kebang de Ona (1).
Guru Frans Ola Ebang (alm) mendampingi putranya, alm Petrus Payong SVD diterima dengan suguhan hedung dan namang warga Boto di gerbang masuk kampung dalam rangkaian Misa Perak 25 Tahun Pastor Piet Payong.
Guru Frans Ola Ebang (alm) mendampingi putranya, alm Petrus Payong SVD diterima dengan suguhan hedung dan namang warga Boto di gerbang masuk kampung dalam rangkaian Misa Perak 25 Tahun Pastor Piet Payong.
Sumber foto: dok Fb Ocha Ryo)
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!