Headlines News :
Home » , » Marianus Wilhelmus Lawe: Sungguh dan Selalu Baik

Marianus Wilhelmus Lawe: Sungguh dan Selalu Baik

Written By ansel-boto.blogspot.com on Wednesday, October 30, 2019 | 1:19 PM

Kehidupan keluarga yang getir saat masa kecil menyadarkanya tentang arti pendidikan. Orangtuanya menasehati, jika sukses kelak mereka bisa makan beras.

SUATU hari pada 2014 jelang senja waktu Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, telepon genggam Marianus Wilhelmus Lawe bergetar. Namun, Lawe –demikian panggilan akrabnya– tak ambil pusing. Ia fokus memeriksa mesin sebelum berlayar lagi. Telepon dari Australia itu ia abaikan. Disiplin kerja dengan perusahaan asing sangat ketat. Faktor keamanan dan keselamatan adalah segala-galanya bagi pemilik dan crew.

Menurut Lawe, bila isteri atau orangtua di Indonesia hendak menelpon, biasanya mereka terlebih dulu menulis pesan singkat kepadanya. Usai bekerja di ruang mesin, ia akan menghubungi mereka. “Mereka sudah tahu kesibukan saya saat sudah berada di kamar mesin. Kalau sudah off biasanya baru saya telepon,” ujar Lawe, Kepala Kamar Mesin (Chief Engineer) di kapal-kapal Allianz Abu Dhabi yang dikontrak Adnoc, ’pertamina’ Abu Dhabi.

Setelah beberapa saat setelah waktu istirahat, Lawe memeriksa telepon genggamnya. Ada notifikasi panggilan tak terjawab. Ia segera mengirim pesan kepada pemilik nomor tersebut. Tak lama kemudian, telepon genggamnya kembali bergetar. Penelepon dengan bahasa Inggris membutuhkan bantuannya sebagai chief engineer berpengalaman. Mereka meminta Lawe segera ke Australia. Ia menyanggupi.

Bermodal tekad

Kehidupan pasangan suami-isteri Yohanes Barang Waruwahang dan Martha Kenuka Brewumaking terbilang pas-pasan. Hampir seluruh kampung di lereng gunung Lewotolok, Ile Ape, Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) selalu dilanda kekeringan tiap tahun. Tanaman pertanian seperti jagung, pisang, umbi-umbian, kacang-kacangan langka menopang ekonomi keluarga. 

“Setiap pagi sebelum kami memulai aktivitas atau pergi ke sekolah, ibu mengajak kami semua khusuk dalam doa. Ibu menasehati kami agar tekun belajar, bergaul baik dengan banyak orang tanpa memandang asal usulnya maupun agamanya. Jaga kepercayaan orang baik-baik. Kepercayaan  itu tidak datang dua kali. Kelak kalau kami sukses maka kami bisa makan beras (nasi) dari keringat sendiri,” kenang pemegang Master Marine ini.

Usai sekolah, Lawe membantu orangtuanya di kebun. Atau mengambil air di sumur untuk memasak dan menyiram tanaman. Ia dan teman-temannya juga mengisi waktu senggang untuk berenang atau memancing di laut. Seruan TNI Angkatan Laut Indonesia yaitu jalesveva jayamahe atau di lautan kita jaya, sangat merasuki masa kanak-kanaknya. Seruan heroik itu tak pernah ia sadari, kelak mengantarnya menaklukkan samudera kemudian menginjakkan kaki di sejumlah negara seperti Asia, Australia dan Afrika.

Tamat dari SD Inpres Tokojaeng, Desa Lamawolo, Lawe meneruskan studinya di SMP Santo Pius Lewoleba. Namun, di kelas tiga ia pindah di SMP Ratu Damai Waibalun, Larantuka, Flores Timur. Kehidupan ekonomi keluarga yang pas-pasan, “memecut” Lawe mewujudkan cita-citanya menjadi pelaut. Masalahnya, tak ada sekolah kelautan di wilayah Flores yang ia tahu.

Lawa meminta restu orangtua untuk merealisasikan impiannya. Pada 1996, ia bertolak ke Jakarta. Bermodal tekad, Lawe mengikuti seleksi. Tak dinyana, ia diterima di Sekolah Menengah Pelayaran Jaya di Kelapa Gading, Jakarta. Celakanya orangtua tidak mampu bayar uang kos dan biaya sekolah. Untuk menambahl ketiadaan itu, ia menjual minuman ringan di stasiun Tanah Abang. Lawe juga nyambi jualan kaos dan poster rohani di Tanjung Priok.

Berkat Tuhan

Mental dan semangat juang tertanam kuat dalam diri Lawe. Di Jakarta ia tumbuh menjadi pribadi pekerja keras. Dalam refleksi ia sadar bahwa doa kedua orangtua mendapat berkat, ganjaran dari Tuhan. Bermodal sekolah pelayaran, ia melanjutkan kuliah pada jurusan Manajeman Transportasi di Universitas Trisakti Jakarta.

Usai kuliah berbagai tawaran kerja berdatangan pada 2009 dan mengantongi ijazah chief engineer, banyak tawaran bekerja di kapal-kapal asing. Ia memutuskan menjadi chief enginer sebuah kapal berbendera Australia. Semula, ia berlayar dari Tasmania ke Adelaide. Kemudian melanjutkan pelayaran ke Singapura lewat Bali.

Sejak 2014, Lawe lebih sering berada di Abu Dhabi karena memegang residence visa. Setiap tiga bulan, ia cuti ke Indonesia dan berlibur bersama orangtua di Lamawolo. “Tuhan sungguh baik dan selalu baik selamanya,” ujar Lawe.

Rasa syukur atas karya Agung Tuhan kepada keluarga selalu disadari terutama sejak tinggal di Jakarta. Ia memahami bahwa Jakarta menyuguhkan aneka godaan duniawi yang bisa membuat setiap orang lupa Tuhan.

Tak berlebihan, selama di Jakarta ia tak pernah lupa mengikuti Misa. Bahkan saat masih kuliah di Jakarta setiap Jumad dan Sabtu, ia mengikuti kegiatan Legio Maria di Paroki Bonaventura Pulomas, Jakarta. Bahkan, saat ini di rumahnya ia sediakan kamar khusus untuk berdoa bersama sang isteri, Margaretha AP Gromang dan putrinya, Grace Wahang.
Ansel Deri
Sumber: HIDUP edisi 20 Oktober 2019
Ket foto:  
Lawe  saat bekerja di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (1) 
Bersama isterinya, Margaretha AP Gromang dan putrinya, Grace Wahang (2). 
Usai mengikuti Misa Minggu di Gereja St Paulus Musaffah, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (3). Foto-foto: Dok. pribadi
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger