TAK PERNAH terbayang kalau suatu waktu, Marianus Wilhelmus Lawe
berada di sebuah pelabuhan megah di Tanah Van Diemen, kepulauan yang terletak
di sisi selatan Australia. Tanah Van Diemen atau lebih dikenal dengan Tasmania
itu ditemukan pertama kali oleh Abel Janszoon Tasman alias Abel Tasman tahun
1643. Abel Tasman, seorang penjelajah dunia berkebangsaan Belanda.
Di atas pelabuhan itu, air mata Lawe, sapaan
akrabnya, jatuh. Ia terharu mengingat kembali nasehat ayah dan ibunya: Yohanes
Barang Waruwahang dan Martha Kenuka Brewumaking saat masih kecil di kampung
halaman, Lamawolo, Ile Ape, Lembata. Di kaki Ile Lewotolok itu, Lawe kembali
ingat nasihat kedua orangtuanya yang bertaruh nasib di bawah terik sebagai
petani.
“Kamu sekolah baik-baik agar besok-besok kita
bisa makan beras (nasi). Tetap semangat, rajin belajar, hormati sesama yang
kamu jumpai, bergaul dengan siapa saja tanpa melihat latar belakang. Kalau
sudah berilmu tetap rendah hati,“ kata Lawe, kepala kamar mesin (Chief
Engineer) suatu pagi sesaat sebelum kapal yang ia tumpangi bertolak ke
Adelaide, kota terbesar di Australia selatan, tahun 2014.
Saat ini Lawe Chief Engineer di Allianz, Abu
Dhabi yang dikontrak Adnoc, ‘pertamina‘ Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Ia mengaku,
tak pernah membayangkan dapat menaklukkan samudera kemudian menyapa berbagai
dermaga di dunia melalui profesi sebagai Chief Engineer kapal-kapal milik
perusahaan asing menembus berbagai negara di dunia.
Ayah ibunya adalah petani kecil di Lamawolo
di lereng Ile Lewotolok. “Hampir sebagian desa di Ile Ape selalu mengalami
kekeringan. Air bersih kala itu sulit kami peroleh. Makan juga seadanya. Karena
itu, kami selalu berlomba-lomba agar bisa sekolah. Kata ibu saya, sekolah biar
bisa makan beras (nasi) karena di kampung susah dapat beras,“ kata Lawe.
Kehidupan keluarga yang sulit menjadikan ia
pribadi yang pantang menyerah. Pepatah Latin Vita ets Militia jadi panduannya.
Hidup bagi Lawe, pria kelahiran 10Juli 1980, ini tak lain adalah perjuangan.
Karena itu, ia bulatkan tekad agar tetap semangat belajar meraih cita-citanya.
“Kampung kami berada di pinggir pantai dekat Teluk Waienga yang berhadapan
dengan tanjung Nuhanera. Masa kanak-kanak selalu kami isi dengan berenang atau
memancing di laut,“ ujar Lawe, suami dari Margaretha AP Gromang dan ayah Grace
William Ina Nuka Wahang.
Lawe mengaku, Teluk Waienga dan Nuhanera
memiliki panorama alam yang eksotik yang merupakan salah satu destinasi wisata
di Lembata. Lamawolo juga merupakan desa tempat wisatawan menghabiskan waktu di
dasar laut untuk diving. Kala itu, banyak wisatawan manca negara tergila-gila
datang dan menyaksikan pesona alam di kampungnya terutama matahari takluk di
perut bumi.
Kala itu ia melihat ada kapal milik wisatawan
dari Eropa yang singgah di pantai di kampungnya. Saat melihat kapal asing milik
wisatawan, muncul cita-cita agar kelak bisa ikut berlayar mengelilingi dunia.
“Saya berdoa dalam hati, semoga Tuhan
menuntun saya agar kelak bisa mewujudkan impian mengelilingi dunia seperti
wisatawan itu. Apalagi mereka dengan mudah menjangkau dunia dengan menguasai
ilmu dan teknologi. Saya bersykur kepada Tuhan karena hari ini mimpi saya duduk
santai di atas kapal mewah terwujud. Paling kurang saya pernah menjejakkan kaki
di Kepulauan Tasmania bahkan belayar hingga di negara-negara di timur Tengah,“
katanya.
Lawe menceritakan, ia menyelesaikan sekolah
dasar di SD Inpres Tokojaeng di Lamawolo. Kemudian ia melanjutkan sekolah
menengah di SMP Santu Pius X Lewoleba dan tamat di Ratu Damai Waibalun,
Larantuka, Flores Timur. Selepas SMP Ratu Damai, tahun 1996 Lawe bertolak ke
Jakarta.
“Masuk Jakarta semakin membuat saya senang.
Seumur-umur sebagai anak kampung bisa sampai Jakarta. Ini sesuatu yang
membanggakan bagi saya sebagai orang kampung,“ kata Lawe.
Usai merampungkan studinya di SPM Jaya tahun
2001, Lawe masuk Akademi Maritim Nasional Jakarta. Ia lulus dan mengantongi
gelar ATT-3 atau Ahli Teknik Tingkat III. Sejak lulus tahun 2004 ia menjejal
karirnya sebagai cadet di sebuah kapal milik PT Pelni. Kapal ini melayani rute
Indonesia-Malaysia dan Singapura.
“Di sini saya hanya bertahan setahun. Sejak
2004-2008, saya bekerja di Petra Intra Oil, kapal milik Malaysia. Tahun 2009
saya diangkat sebagai Chief Engineer di salah satu kapal perusahaan Nigeria,“
katanya bangga.
Ia mengajak anak-anak tanah Flobamora agar
mencintai dunia bahari melalui pendidikan untuk bekal hidupnya kelak. NTT
merupakan provinsi kepulauan yang diapit lautan. Ia juga mengharapkan agar
saatnya NTT memiliki Akademi Maritim Negeri. Kampus negeri ini akan memberi peluang
generasi muda NTT menyiapkan diri menjadi pelaut dunia.
“Bila setahun ada 50 atau 100 anak NTT
menjadi pelaut, stigma kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan perlahan terhapus.
Saya berharap Bapak Gubernur NTT bicara dengan Bapak Presiden Jokowi agar di
NTT perlu dibangun STIP,“ kata Lawe.
Marianus Wilhelmus Lawe, SE, M.Mar.E
Tempat lahir : Lamawolo, Ile Ape, Lembata, 10
Juli 1980
Pendidikan
:
SD
Inpres Tokojaeng, Lamawolo, Ile Ape, Lembata
SMP
St Pius X Lewoleba, Lembata
SMP
Ratu Damai Waibalun Larantuka, Flores Timur
Sekolah Pelayaran Menengah Jaya, Kelapa Gading, Jakarta
Akademi Maritim Nasional Jakarta Raya, Jakarta
FE
Jurusan Transportasi Laut, Universitas Trisakti Jakarta
Master Marine Engineer lulusan BP3IP Jakarta
Istri
: Margaretha AP Gromang
Anak
: Grace William Ina Nuka Wahang
Sumber: Pos Kupang, 6 Oktober 2019
Ket foto: Marianus Wilhelmus Lawe bersama keluarga
Sumber foto: dok Facebook Lawe
Ket foto: Marianus Wilhelmus Lawe bersama keluarga
Sumber foto: dok Facebook Lawe
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!