Oleh Thomas Tokan Pureklolon
Dosen
Universitas Pelita Harapan Jakarta;
Guru SPGK Lewoleba, Lembata tahun 1987
Guru SPGK Lewoleba, Lembata tahun 1987
DEMOKRASI itu
kuat tapi lemah, berdaulat tapi tidak berdaulat. Dengan kata lain demokrasi
selalu saja paradox sifatnya. Perihal demokrasi yang dipahami secara paradoks,
semestinya harus membuka kekuatan dasar yang terkandung di dalam demokrasi itu
sendiri, yang setiap saat secara inherent melekat dalam diri sang demos yang
artinya rakyat.
Sang
demos adalah unsur terpenting dalam sebuah polis yang tetap berukuran sangat
luas seperti “city state”-nya, Indonesia zaman sekarang, yang tentu tidak bisa,
dan tetap tidak boleh terdistorsi dalam
keputusan demos yang berukuran sangat kecil (demos dibaca: sekelompok orang
atau sekelompok suku, agama, ras dan golongan).
Indonesia,
yang kapan saja dalam hitungan detik, segalanya menjadi terang-benderang tanpa
ditutup-tutupi dengan berbagai cara dan model apa pun untuk segala forma dan
materi yang mau dibahas dan diketahui. City
state-nya Indonesia yang berisikan demos dengan pola berpolitiknya telah
terloncat jauh ke depan. Dengan kata lain; terjadi loncatan yang berdaya
dongkrak sangat tinggi dalam berpolitik dengan melewati dua loncatan
metodologis yakni loncatan kuantitatif politis dan loncatan kualitatif politis.
Masing-masing penganut dalam gerombolan loncatan itu, berdiri berlagak ksatria
sambil mengklaim dirinya atau kelompoknya menjadi yang paling hebat dan tetap
unggul dalam manampilkan demokrasi ala kelompoknya.
Di
sana, terdapat loncatannya sangat jauh dan semakin jauh, bukannya mendalam dan
membuat orang tercengang karena kehebatan yang berkualitas, ternyata sebaliknya
membuat harkat dan martabat manusia semakin jauh dari peradaban yang selama ini
terkenal manis budi dan bahasanya.
Kedua
loncatan metodologis ini, jika tidak diturunkan dengan cara khasnya Indonesia
saat ini, maka bisa mengarah pada angkara murka yang tak tahu kapan harus
tunduk dan sujud, merunduk hambel dan
menjadi indah dalam satu tatanan; inilah sebuah praktik demokrasi yang terus
bermegah dalam proses (baca: demokrasi sebagai proses) dan tetap saja
berputar-putar di tempat. Padahal, demokrasi juga memiliki simpul lain yang
sangat penting bahkan titik utama yang mau dicapai dalam proses berdemokrasi
yakni kematangan dan kedewasaan dalam berdemokrasi; inilah yang disebut dengan
demokrasi sebagai tujuan.
Demos
yang Tergeser
Semangat
demokrasi dalam praktik politik dewasa ini menjadi begitu canggih dalam
hitungam detik sekarang, dari kerja akal yang begitu menakjubkan, bisa berubah
total dengan kerja alat canggih melalui kalkulator data yang tersimpan di
langit luas; segala data lengkap berada di langit. Kita hanya memiliki
sumberdaya yang sangat soft yang
masih tersisa di dalam nurani kita untuk meng- update data, dan meng-update
metode. Semuanya terjadi secara canggih dan sangat canggih dalam hitungan
detik.
Kecanggihan
teknologi mampu menghasilkan kecerdasan artifisial (artificial intelligence) dan terus menyusun alogaritmanya sendiri
sehingga seluruh aspirasi, emosi, ambisi serta pikiran manusia, dapat diproses
sedemikian, menjadi begitu canggih. Gejala ini sangat membahayakan kemanusiaan
manusia secara universal, karena ambisi manusia sudah terlalu parah mau
menjangkau keilahian Tuhan, di mana manusia ingin menjadi “manusia tuhan”; yang
oleh J Kristiadi disebut sebagai “agama
data”.
Berhati-hatilah
dengan agama data. Semuanya ditakar secara matematis dan selalu mengikuti
kemauan, kebutuhan, dan keinginan penakarnya sesuka pikirannya dan sesuka
hatinya. Inilah
sebuah bahaya besar yang sedang menghadang di negeri kita ini, yang segera kita
tangkal secara etis di mana pun kita berada, dan dalam ruang lingkup kondisi
apa pun yang kita tempuh.
Indonesia
dalam era revolusi digital yang dulunya sangat sempit dan terbatas jangkauan
komunikasinya, kini menjadi maha luas, tembus pandang, lintas batas segala
ruang dan waktu. Semuanya
bisa berubah dan terus berubah dalan sebuah kesadaran yang nyata. Perubahan
dari generasi yang pra-literer langsung melompat dan terjun jauh secara
menakjubkan ke generasi post literer pun, terus saja terjadi dalam waktu dua
puluh empat jam. Problem ini pun selalu melekat dalam diri seorang demos dalam seluruh fakta sosial
kehidupannya.
Terminologi
‘demos’ dalam bahasa Yunani artinya rakyat. Secara tepat, terminologi ‘demos’
ini, adalah terminologi politik dalam ilmu politik yang terpelihara secara
memadai oleh para ilmuwan politik dalam menjalankan tugasnya, seperti mengajar,
dan kemungkinan besar sudah ‘tercemar’ dalam ruang pragamtis yang selalu hadir
di dalam partai politik.
Pertarungan
antara ilmuwan politik di ruang akademis dengan politik pragmatis di ruang
partai politik tetap terus terasa dalam kancah perpolitikan, di mana masing-
masing bagian selalu saja tampil handal dalam bidangnya. Perhelatan selalu saja
terjadi, mulai dari makna dasar yang ditarik dari sumber yang tidak selalu
sama, di mana ilmuwan politik mengarahkan pandangan dasarnya terhadap konsep yang
bersifat normatif misalnya; para politisi yang selalu mengarahkan aktivitas
politiknya (political behavior-nya)
tertuju pada kekuasaan; keduanya tidak familier dalam perjuangan bersama dalam
satu ruang ntuk berdamai.
Tuntutan
dasar dalam politik yang diperankan oleh dua ‘komunitas’ yang berseberangan itu
adalah harus adanya titik temu dan tentu tetap ada pola baru yang dibangun oleh
kedua spirit kekuasaan negara yang berjuang dalam rananya masing-masing menuju
negara kesejahteraan (the walfare state)
adalah etika; sebuah tindakan atau aktivitas yang dapat dipertanggungjawabkan
secara rasional, di mana di dalam aktivitas itu, selalu saja adanya saling
menghargai, menghormati dan tetap menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hanya
etika politiklah, yang mampu menguliti demokrasi sampai ke dalam-dalamnya,
seperti seorang ibu yang menguliti bawang untuk kebutuhan di dapur, dengan
santai tapi tetap lugu menguliti dengan teliti, dan di sana, pada akhirnya, ia
menemukan ketiadaan isi. Demokrasi
ada dalam proses menuju tujuannya yakni kematangan dan kedewasaan.
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!