Wakil Ketua
Komisi I DPR RI
Beberapa pekan terakhir situasi keamanan di Papua semakin bergejolak.
Setidaknya,dalam 18 bulan terakhir telah terjadi lebih dari 30 kasus penembakan
yang belum berhasil diungkap oleh aparat.
Teror yang disebar oleh pelaku penembakan misterius serta adanya ancaman sweeping terhadap
warga pendatang telah menjadikan Papua semakin bergerak menjauhi upaya
membentuk tanah perdamaian. Sayangnya, kebijakan pemerintah untuk menangani
persoalan di Papua masih bersifat reaktif tanpa sebuah pendekatan yang
menyeluruh.
Dalam konteks ini,instrumen keamanan kemudian lebih difavoritkan untuk
menjadi solusi jangka panjang di Papua. Hal ini tercermin, misalnya, dalam
kebijakan pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memerintahkan
kepada Polri dan TNI untuk melaksanakan operasi pemulihan keamanan di Papua
pada 12 Juni 2012 lalu.
Jangan Menggarami Air Laut
Kebijakan operasi pemulihan keamanan yang dipilih oleh pemerintah tersebut
ibaratkan pepatah “menggarami air laut”.Karena terlepas dari berhasil atau
tidaknya operasi tersebut memulihkan keamanan di Papua, potensi untuk
memperluas lingkaran kekerasan di Papua semakin terbuka lebar. Meski
demikian, beberapa anggota DPR RI, peneliti LIPI, penggiat perdamaian,dan
aktivis HAM telah menentukan sikap untuk tidak “menggarami air laut” dan
menuntut agar konflik di Papua diselesaikan lewat wacana “dialog”agar konflik
di Papua dapat diselesaikan dengan tuntas.
Para pendukung wacana “dialog” sepakat bahwa penekanan yang berlebih pada
pendekatan keamanan tidak akan mengatasi akar konflik yang terjadi di Papua.
Setidaknya ada empat masalah mendasar yang kemudian menjadi akar konflik di
Papua. Masalah pertama adalah perdebatan seputar persepsi integrasi Papua dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Adanya perbedaan pandangan mengenai apa yang terjadi pada masa Perpera
tahun 1969 turut memelihara terjadinya situasi tidak aman di Papua. Masalah
kedua adalah gagalnya kebijakan otonomi khusus yang digulirkan sejak 2001.
Kegagalan otonomi khusus di Papua mencerminkan bahwa ada sesuatu yang salah
dengan pendekatan kesejahteraan yang ditekankan oleh pemerintah selama ini di Papua.
Masalah ketiga yakni pelanggaran hak asasi manusia yang kemudian semakin
melengkapi kegagagalan pendekatan kesejahteraan di Papua dengan adanya
penekanan berlebih pada pendekatan keamanan yang ternyata juga semakin memicu
tindak kekerasan di Papua. Terakhir, telah terjadi diskriminasi dan
marginalisasi masyarakat asli Papua yang menempatkan harkat dan martabat
masyarakat Asli Papua dilecehkan.
Keempat, masalah inilah yang kemudian harus didorong untuk diselesaikan
lewat mekanisme dialog. Perlu diingat bahwa dialog tidak akan menuntaskan
konflik hanya dalam satu malam. Bahkan, untuk menyelesaikan konflik maka
dibutuhkan berkali-kali dialog. Akan tetapi, dialog menyiratkan sebuah
pandangan sederhana bahwa konflik dapat diselesaikan tanpa melalui kekerasan.
Hal inilah yang menjadi tulang punggung utama dari dialog. Para pihak yang
berdialog dituntut untuk memiliki kesepahaman dalam menyelesaikan konflik
secara bermartabat.
Mereproduksi lewat Dialog
Dalam konteks konflik di Papua,harus ditekankan disini bahwa mekanisme
dialog dapat berguna dalam mereproduksi keindonesiaan di Papua. Tidak dapat
dimungkiri bahwa wajah “Indonesia” di Papua saat ini tengah terpuruk. Kegagalan
otsus dan sekuritisasi konflik Papua telah mengakibatkan Indonesia lebih dikenal
oleh masyarakat Papua lewat korupsi dana otsus dan kekerasan aparat.
Selama berpuluh-puluh tahun hidup dalam situasi konflik, ingatan masyarakat
di Papua telah didominasi oleh citra negatif terhadap Indonesia. Hal ini sangat
membahayakan, mengingat persepsi ini telah bergerak menembus batas
antargenerasi masyarakat asli Papua.Akibatnya, penanganan konflik di Papua
tidak lagi sebatas penempatan aparat keamanan.
Secara strategis, penggunaan pendekatan keamanan memang diperbolehkan,
tetapi harus ada mekanisme dan indikator yang jelas dari penempatan aparat
keamanan di Papua sehingga seluruh masyarakat di Indonesai dapat mengukur
sejauh mana pendekatan tersebut mampu memitigasi kekerasan. Artinya, pendekatan
keamanan haruslah bersifat sementara yang ditujukan untuk mempersiapkan sebuah
kondisi yang lebih akomodatif terhadap mekanisme resolusi konflik seperti
dialog.
Kerangka berpikir seperti inilah yang hilang dari kebijakan pendekatan
keamanan pemerintah di Papua selama ini. Oleh karena itu,mulai detik ini,
segala kebijakan yang telah diterapkan oleh Pemerintah di Papua harus
dievaluasi ulang secara menyeluruh. Evaluasi ini dibutuhkan agar kita dapat
mereproduksi wajah negatif Indonesia menjadi positif bagi masyarakat asli Papua
dan juga bagi masyarakat Indonesia lainnya.
Indonesia, selanjutnya harus dikenal sebagai saudara, tempat di mana
masyarakat asli Papua dapat mencurahkan segala keluh kesahnya tentang segala
persoalan yang mereka hadapi selama ini dan berdialog untuk mencari solusi yang
konstruktif bagi masa depan perdamaian di Papua. Selain itu, dalam sebuah
negara demokratis, sudah selazimnya bahwa setiap perbedaan yang timbul harus
dapat diselesaikan lewat mekanisme resolusi konflik yang menihilkan unsur
kekerasan.
Adalah sebuah ironi ketika Indonesia selama ini disanjung oleh berbagai
tokoh dan negara sebagai negara demokratis terbesar di Asia Tenggara ketika
persoalan Papua diatasi dengan cara-cara yang tidak bermartabat. Jika ditinjau
dari perspekti demokrasi maka persoalan Papua adalah ujian penting bagi proses
konsolidasi demokrasi di Indonesia. Indonesia patut berbangga bahwa dalam hal
resolusi konflik kita memiliki catatan sejarah yang positif mengenai resolusi
konflik di Aceh.
Hal ini dapat menjadi modal utama bagi kita untuk mengatasi persoalan
konflik di Papua. Pertanyaannya sekarang, beranikah pemerintah saat ini di sisa
periodenya mengulangi keberhasilan Indonesia dalam menyelesaikan konflik lewat
cara-cara yang bermartabat seperti dialog? Kemudian, siapkah kita sebagai
masyarakat secara konsisten mendorong pemerintah untuk melakukan hal tersebut?
Sumber: Sindo,
23 Juni 2012
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!