Direktur Eksekutif Imparsial
Penembakan misterius yang dilakukan ”orang tak
dikenal” kembali terjadi di Papua, akhir Mei 2012. Sebelumnya terjadi 15
penembakan terhadap masyarakat sipil di Papua, yakni di Puncak Jaya dan area
tambang PT Freeport Indonesia.
Kali ini sasarannya turis Jerman, Dietmar Pieper, yang
sedang bersantai di Pantai Base G, Jayapura. Entah kebetulan atau disengaja,
penembakan terhadap Pieper seolah ”jawaban” terhadap review beberapa
negara kepada Pemerintah Indonesia atas kekerasan yang sering terjadi di Papua.
Jerman, negara asal Pieper, dalam forum Kelompok Kerja PBB untuk Universal
Periodic Review, mendesak Indonesia agar menghormati hak berekspresi dan
membebaskan Filep Karma beserta tahanan-tahanan politik lain di Papua.
Pascaaksi unjuk rasa mahasiswa yang tergabung dalam
Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menuntut Papua merdeka, 1 Juni 2012, pada 4
Juni 2012 dimulai aksi penembakan misterius pada malam hari oleh orang tak
dikenal di Jayapura. Seorang pelajar, Gilbert Febrian Madika, terluka, diikuti
penembakan-penembakan misterius terhadap lima orang pada hari berikutnya:
melukai Iqbal Rivai, Hardi Jayanto, dan Frengky, serta menewaskan Arwan dan
Tri.
Kembali terulangnya kekerasan di Papua menimbulkan
kritik tajam dari berbagai pihak terhadap kebijakan keamanan di Papua.
Masyarakat di Papua pun hidup dalam situasi serba ketakutan.
Menyikapi kritik tersebut, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menyelenggarakan rapat kabinet, menginstruksikan penegakan hukum
terhadap kelompok yang dituduh pemerintah sebagai separatis. Tak berapa lama,
aparat kepolisian di Jayapura menangkap tiga pentolan KNPB (Buchtar Tabuni,
Riber Weya, dan Hengky Olaua) atas tuduhan melakukan kekerasan, termasuk
penembakan yang terjadi pada Juni 2012 dan menembak mati Mako Tabuni—Wakil Ketua
KNPB—atas tuduhan melawan petugas saat penangkapan.
Benarkah aktivis-aktivis KNPB bertanggung jawab atas
penembakan misterius yang terjadi di Papua? Jangan sampai kasus meninggalnya
Kelly Kwalik di Timika terulang. Kelly Kwalik, pimpinan OPM di Timika, meninggal
16 Desember 2009 akibat tembakan aparat kepolisian yang menyergapnya.
Kwalik dituduh sebagai pelaku penembakan misterius
yang terjadi di area PT Freeport Indonesia. Ironisnya, setelah kematian Kwalik,
penembakan misterius di sana masih sering terjadi dan lagi-lagi aparat
kepolisian gagal menangkap siapa pelaku penembakan yang sesungguhnya.
Dialog Jakarta-Papua
Drama kekerasan di Papua dan penyelesaiannya yang juga
menggunakan kekerasan makin menambah luka hati rakyat Papua. Selama bergabung dengan
Indonesia, sejak 1963, wajah Indonesia yang hadir di Papua identik dengan
perilaku militeristik dari aparat keamanan dan birokrat. Demikian pula
kebijakan Indonesia yang hadir di Papua adalah kebijakan yang bersifat top-down dan
mengabaikan suara-suara masyarakat. Tak heran jika kebijakan otonomi khusus
(otsus) dan percepatan pembangunan di Papua hanya dianggap sepi masyarakat
karena bukan merupakan suara masyarakat.
Rakyat Papua kembali bersemangat dan menyambut dengan
penuh harap ketika pada 9 November 2011 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menyatakan bersedia berdialog dengan rakyat Papua secara terbuka. Terlebih
ketika seusai berjumpa dengan pimpinan gereja-gereja Papua di Jakarta pada
Desember 2011 dan Februari 2012, Presiden Yudhoyono menyatakan menugaskan
kepada Wakil Presiden Boediono untuk mempersiapkan tim guna berdialog dengan
rakyat Papua.
Meski sempat kecewa dengan reaksi Presiden Yudhoyono
pada 12 Juni lalu yang menyatakan bahwa konflik di Papua adalah konflik skala
kecil, tetapi harapan bahwa SBY akan memenuhi janjinya untuk berdialog dengan
rakyat Papua masih tetap ada.
Dialog adalah cara yang paling mungkin dan sangat
bermartabat untuk penyelesaian masalah di Papua. Dengan dialog, diharapkan
belenggu masalah yang membelit Papua sejak 1963 hingga saat ini dapat
dicairkan. Pemerintah diharapkan tidak khawatir bahwa dengan berdialog dengan
rakyat Papua, Papua akan dapat lepas dari Indonesia.
Status hukum Papua di mata internasional telah diakui
menjadi bagian dari Indonesia sejak keluarnya Resolusi Majelis Umum PBB Nomor
2504 tanggal 19 November 1969. Dengan terselenggaranya dialog damai
Jakarta-Papua, selain akan terwujudnya Papua menjadi ”Tanah yang Damai”, pamor
Presiden Yudhoyono sebagai pembawa perdamaian juga akan semakin menguat.
Sumber: Kompas, 22 Juni 2012
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!