Headlines News :
Home » » Diaz Gwijangge: DPR RI Tak Respek Persoalan Papua

Diaz Gwijangge: DPR RI Tak Respek Persoalan Papua

Written By ansel-boto.blogspot.com on Thursday, June 21, 2012 | 2:11 PM

Anggota DPR RI asal Papua, Diaz Gwijangge mengungkapkan kekecewaannya atas kinerja rekan-rekannya sesama wakil rakyat yang duduk di Senayan. Mereka tampak tidak respek terhadap situasi dan masalah yang tengah melilit Papua.

“Mereka pergi ke Belanda, Australi, atau ke Perancis cari masalah, ketemu ini dan itu di luar negeri, tetapi … tidak kembali turun bikin tim yang solid, yang representatif untuk Papua,” ungkapnya kesal.

Jumat, 8 Juni 2012, Diaz Gwijangge yang adalah anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Demokrat itu, tampil dalam dialog di TVRI dengan tema Bagaimana menjaga Papua Barat tetap dalam NKRI. Selain Diaz, dialog tersebut juga menampilkan narasumber lain seperti Yonas Alfons Nussy (Sekjen Barisan Merah Putih), dan Soeprapto, M. Ed (Ketua LPPKB).

Tulisan sederhana ini secara khusus berisikan dialog antara presenter TVRI Herdina Suherdi (HS) dengan bapak Diaz Gwijangge (DG) yang sudah saya edit sebisa saya tanpa mengubah kontennya:

Dari pengamatan Pak Diaz sendiri, apa sebetulnya yang terjadi di Papua selama ini?
Khusus untuk Papua, belakangan ini kita dikagetkan dengan berbagai kasus penembakan oleh orang tak dikenal. Ini juga terjadi di pusat-pusat kota dan sampai hari ini tidak bisa kita lihat siapa pelakunya. Ini bukan karena peristiwa ini terjadi sehari, dua hari lalu atau hari ini terus kita bicara tentang Papua, tetapi rentetan semacam ini, kasus-kasus semacam ini terus berulang terjadi sejak tahun 1969 pasca PEPERA.

Nampak dari berbagai kasus ini, banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi yang dampaknya pada rakyat Papua yang juga jadi korban. Ada aparat TNI-Polri yang juga jadi korban. Kita juga dikagetkan karena ada warga Jerman yang jadi korban penembakan. Kalau kita mau kaitkan dengan (peristiwa) satu-dua tahun terakhir ini, kita ingin membuktikan siapa pelaku penembakannya yang terjadi di areal PT freeport, yang terjadi di Abepura pasca kongres rakyat Papua ke-3. Yang kemudian juga terjadi di Puncak Jaya. Dan kini terjadi di pusat kota (Jayapura) di tempat dimana orang sedang ramai. Berarti penanganan Papua harus secara komprehensif, baik menyangkut keamanan, sosial-politik, ekonomi dan lain sebagainya.

Yang jadi pertanyaan adalah kemarin ini kita sudah sempat melihat bahwa Papua sepertinya sudah cukup damai. Hampir setahun mungkin kita sudah tidak melihat gejolak-gejolak lagi disana. Namun kemudian timbul dari mulai yang turis Jerman itu dan terakhir minggu ini beberapa orang tertembak, terjdi lagi. Artinya sempat damai kemudian terjadi lagi. Itu kenapa Pak?
Kita tidak bisa menyatakan bahwa jika sedang redup, lalu Papua sudah damai, tidak. Karena ada semacam siklus, bisa per bulan atau per tahun. Saya pikir, yang terjadi sekarang ini, ada (kaitannya) dengan isu yang lagi trend di Papua, (yaitu) isu pemilihan Gubernur Papua, dan ada rencana kunjungan Pak Presiden ke Papua. Lalu tiba-tiba di dalam kota Jayapura terjadi penembakan, dan akhirnya saya dengar Pak Presiden tidak jadi melakukan kunjungan. Apakah motif-motif penembakan ini (selalu memanfaatkan) setiap situasi, setiap isu?

Tetapi secara keseluruhan bagi orang Papua yang terjadi selama ini (adalah) teror mental. Ini sama dengan penembakan penumpang dalam pesawat (Trigana) di lapangan terbang Puncak Jaya beberapa waktu lalu. Sampai hari ini pelakunya belum diungkapkan

Dan masyarakat sendiri semakin ke sini semakin mudah terpancing?
Kalau masyarakat terpancing, bisa terjadi chaos dalam konteks yang besar sehingga saya pikir penanganan(nya) mesti dilakukan secara jeli.

Bagaimana membangun Papua secara tepat? Pemerintah sudah memberikan perhatian besar seperti UU Otsus, ada UP4B, dan ada lagi satu lagi yaitu Masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia yang diluncurkan tahun lalu. Dalam masterplan itu Papua juga ditetapkan sebagai koridor pembangnan ekonomi. Bagaimana pelaksanaannya di lapangan?
Menyangkut UU Otsus, juknis dan juklaknya belum dibuat, sehingga salah satu hal yang menjadi kendala saat ini (adalah) pemilihan Gubernur. Walaupun Otsus diberikan, tetapi ada lima hal pokok yang tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu kebijakan moneter, luar negeri, militer, agama. Tapi ini juga tidak begitu berakar seperti teman-teman di Aceh, ada kesepakatan-kesepakatan bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah NAD, seperti partai lokal.

Di Papua itu, walaupun MRP punya kewenangan dalam proses pemilihan Gubernur Papua (sebagaimana diatur dalam) UU Otsus, (namun) sampai hari ini masih ada tarik-ulur dengan DPRP yang juga terlibat dalam proses seleksi sebagai upaya proteksi terhadap orang asli Papua yang maju untuk pasangan gubernur dan wakil gubernur.

Kemudian menyangkut UP4B yang baru saja sedang bekerja di Papua dan Papua Barat. Tetapi saya lebih fokus pada beberapa persoalan yang ketika uang sekian triliun yang melalui DAU, DAK dan otsus ini diturunkan, rakyat belum sejahtera, masih saja pembangunan belum jalan. Tetapi segala isu yang berkembang, fakta yang berkembang saat ini adalah orang Papua tidak nyaman karena ada teror di sana, ada teror disini, ada ancaman pembunuhan di sini, ada ancaman pembunuhan disana. Ini bukan baru terjadi, ini persoalan klasik dari tahun 60-an sampai hari ini masih berlangsung. Kenapa tidak dituntaskan?

Pembangunan siapapun entah dari orang asli Papua atau orang dari luar Papua yang ada di Papua bisa membangun Papua ketika kondisi keamanan disana rasa nyaman.

Jadi kunci permasalahannya adalah ke jaminan keamanan atau jaminan kesejahteraan? Yang mana pak yang harus menjadi fokus utama?
Soal kesejahteraan ini kita kembalikan kepada pemerintah provinsi atau kabupaten kota sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat untuk bagaimana melaksanakan kewenangan-kewenangan yang ada, dengan dana yang ada. Kesan yang sekarang terjadi adalah dana Otsus lebih banyak dipakai untuk birokrasi, aksesoris,alat-alat yang dipakai untuk birokrasi. Untuk belanja publik masih minim. Seperti rumah sakit, sarana pendidikan. Dan ini tanggungjawab pemerintah pusat juga melihat penggunaan dana-dana Otsus Papua ini betul atau tidak.

Yang menjadi persoalan adalah untuk meredam siklus kekerasan di Papua yang sudah berulangkali menimbulkan korban jiwa. Dan sekarang bukan di hutan atau di jalan, tapi sekarang terjadi dalam kota. Ini menjadi teror publik yang (menyebabkan) orang tidak bisa bergerak bebas untuk melakukan aktifitas(nya) sebagai nelayan, pegawai kantor, pegawai perusahaan dan sebagai anak-anak sekolah.

Lalu apa Pak yang dilakukan oleh DPR RI untuk lebih meminta perhatian kepada pemerintah, agar lebih mengedepankan lagi masalah keamanan di Papua?
Saya kadang-kadang kecewa ketika komisi I di DPR RI misalnya, salah satu lembaga tertinggi pemerintahan yang untuk membicarakan permasalahan tentang politik. Mereka pergi ke Belanda, Australi, atau ke Perancis cari masalah, ketemu ini dan itu di luar negeri, tetapi tidak kembali melihat persoalan di Papua ini serius atau tidak serius. Tidak kembali turun bikin tim yang solid, yang representatif untuk Papua.

Jadi, hanya berhenti pada studi banding kemudian setelah itu bagaimana implementasinya untuk di sini tidak ada?
Ya, ada orientasi ke arah itu. Ada orang pergi ketemu anggota kongres Amerika tentang isu Papua, tapi kenapa tidak kembali ke Papua mempertemukan rakyat Papua dari berbagai stakeholder, baik itu wakil pemerintah atau wakil masyarakat untuk sama-sama duduk, agar DPR bisa memberikan masukan yang signifikan kepada pemerintah bagaimana penyelesaiannya.
Sumber: kompasiana.com, 21 Juni 2012
Ket foto: Diaz Gwijangge
Dok foto: Ansel Deri
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger