Anggota DPR RI asal
Papua, Diaz Gwijangge mengungkapkan kekecewaannya atas kinerja
rekan-rekannya sesama wakil rakyat yang duduk di Senayan. Mereka tampak tidak
respek terhadap situasi dan masalah yang tengah melilit Papua.
“Mereka pergi ke Belanda, Australi, atau ke Perancis
cari masalah, ketemu ini dan itu di luar negeri, tetapi … tidak kembali turun
bikin tim yang solid, yang representatif untuk Papua,” ungkapnya kesal.
Jumat, 8 Juni 2012, Diaz Gwijangge yang adalah anggota
Komisi X DPR RI dari Fraksi Demokrat itu, tampil dalam dialog di TVRI dengan
tema Bagaimana menjaga Papua Barat tetap dalam NKRI. Selain Diaz, dialog
tersebut juga menampilkan narasumber lain seperti Yonas Alfons Nussy (Sekjen
Barisan Merah Putih), dan Soeprapto, M. Ed (Ketua LPPKB).
Tulisan sederhana ini secara khusus berisikan
dialog antara presenter TVRI Herdina Suherdi (HS) dengan bapak Diaz
Gwijangge (DG) yang sudah saya edit sebisa saya tanpa mengubah kontennya:
Dari pengamatan Pak Diaz sendiri, apa sebetulnya yang
terjadi di Papua selama ini?
Khusus untuk Papua, belakangan ini kita dikagetkan
dengan berbagai kasus penembakan oleh orang tak dikenal. Ini juga terjadi di
pusat-pusat kota dan sampai hari ini tidak bisa kita lihat siapa pelakunya. Ini
bukan karena peristiwa ini terjadi sehari, dua hari lalu atau hari ini terus
kita bicara tentang Papua, tetapi rentetan semacam ini, kasus-kasus semacam ini
terus berulang terjadi sejak tahun 1969 pasca PEPERA.
Nampak dari berbagai kasus ini, banyak kasus
pelanggaran HAM yang terjadi yang dampaknya pada rakyat Papua yang juga jadi
korban. Ada aparat TNI-Polri yang juga jadi korban. Kita juga dikagetkan karena
ada warga Jerman yang jadi korban penembakan. Kalau kita mau kaitkan
dengan (peristiwa) satu-dua tahun terakhir ini, kita ingin membuktikan siapa
pelaku penembakannya yang terjadi di areal PT freeport, yang terjadi di Abepura
pasca kongres rakyat Papua ke-3. Yang kemudian juga terjadi di Puncak Jaya. Dan
kini terjadi di pusat kota (Jayapura) di tempat dimana orang sedang ramai. Berarti
penanganan Papua harus secara komprehensif, baik menyangkut keamanan,
sosial-politik, ekonomi dan lain sebagainya.
Yang jadi pertanyaan adalah kemarin ini kita sudah
sempat melihat bahwa Papua sepertinya sudah cukup damai. Hampir setahun mungkin
kita sudah tidak melihat gejolak-gejolak lagi disana. Namun kemudian timbul
dari mulai yang turis Jerman itu dan terakhir minggu ini beberapa orang
tertembak, terjdi lagi. Artinya sempat damai kemudian terjadi lagi. Itu kenapa
Pak?
Kita tidak bisa menyatakan bahwa jika sedang redup,
lalu Papua sudah damai, tidak. Karena ada semacam siklus, bisa per bulan atau
per tahun. Saya pikir, yang terjadi sekarang ini, ada (kaitannya) dengan isu yang
lagi trend di Papua, (yaitu) isu pemilihan Gubernur Papua, dan ada rencana
kunjungan Pak Presiden ke Papua. Lalu tiba-tiba di dalam kota Jayapura terjadi
penembakan, dan akhirnya saya dengar Pak Presiden tidak jadi melakukan
kunjungan. Apakah motif-motif penembakan ini (selalu memanfaatkan) setiap
situasi, setiap isu?
Tetapi secara keseluruhan bagi orang Papua yang
terjadi selama ini (adalah) teror mental. Ini sama dengan penembakan penumpang
dalam pesawat (Trigana) di lapangan terbang Puncak Jaya beberapa waktu lalu.
Sampai hari ini pelakunya belum diungkapkan
Dan masyarakat sendiri semakin ke sini semakin mudah
terpancing?
Kalau masyarakat terpancing, bisa terjadi chaos dalam
konteks yang besar sehingga saya pikir penanganan(nya) mesti dilakukan secara
jeli.
Bagaimana membangun Papua secara tepat? Pemerintah
sudah memberikan perhatian besar seperti UU Otsus, ada UP4B, dan ada lagi satu
lagi yaitu Masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia
yang diluncurkan tahun lalu. Dalam masterplan itu Papua juga ditetapkan sebagai
koridor pembangnan ekonomi. Bagaimana pelaksanaannya di lapangan?
Menyangkut UU Otsus, juknis dan juklaknya belum
dibuat, sehingga salah satu hal yang menjadi kendala saat ini (adalah)
pemilihan Gubernur. Walaupun Otsus diberikan, tetapi ada lima hal pokok yang
tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu kebijakan moneter, luar
negeri, militer, agama. Tapi ini juga tidak begitu berakar seperti teman-teman
di Aceh, ada kesepakatan-kesepakatan bersama antara pemerintah pusat dengan
pemerintah NAD, seperti partai lokal.
Di Papua itu, walaupun MRP punya kewenangan dalam
proses pemilihan Gubernur Papua (sebagaimana diatur dalam) UU Otsus, (namun)
sampai hari ini masih ada tarik-ulur dengan DPRP yang juga terlibat dalam
proses seleksi sebagai upaya proteksi terhadap orang asli Papua yang maju untuk
pasangan gubernur dan wakil gubernur.
Kemudian menyangkut UP4B yang baru saja sedang bekerja
di Papua dan Papua Barat. Tetapi saya lebih fokus pada beberapa persoalan yang
ketika uang sekian triliun yang melalui DAU, DAK dan otsus ini diturunkan,
rakyat belum sejahtera, masih saja pembangunan belum jalan. Tetapi segala isu
yang berkembang, fakta yang berkembang saat ini adalah orang Papua tidak nyaman
karena ada teror di sana, ada teror disini, ada ancaman pembunuhan di sini, ada
ancaman pembunuhan disana. Ini bukan baru terjadi, ini persoalan klasik dari
tahun 60-an sampai hari ini masih berlangsung. Kenapa tidak dituntaskan?
Pembangunan siapapun entah dari orang asli Papua atau
orang dari luar Papua yang ada di Papua bisa membangun Papua ketika kondisi
keamanan disana rasa nyaman.
Jadi kunci permasalahannya adalah ke jaminan keamanan
atau jaminan kesejahteraan? Yang mana pak yang harus menjadi fokus utama?
Soal kesejahteraan ini kita kembalikan kepada
pemerintah provinsi atau kabupaten kota sebagai perpanjangan tangan dari
pemerintah pusat untuk bagaimana melaksanakan kewenangan-kewenangan yang ada,
dengan dana yang ada. Kesan yang sekarang terjadi adalah dana Otsus lebih
banyak dipakai untuk birokrasi, aksesoris,alat-alat yang dipakai untuk
birokrasi. Untuk belanja publik masih minim. Seperti rumah sakit, sarana
pendidikan. Dan ini tanggungjawab pemerintah pusat juga melihat penggunaan
dana-dana Otsus Papua ini betul atau tidak.
Yang menjadi persoalan adalah untuk meredam siklus
kekerasan di Papua yang sudah berulangkali menimbulkan korban jiwa. Dan
sekarang bukan di hutan atau di jalan, tapi sekarang terjadi dalam kota. Ini
menjadi teror publik yang (menyebabkan) orang tidak bisa bergerak bebas untuk
melakukan aktifitas(nya) sebagai nelayan, pegawai kantor, pegawai perusahaan
dan sebagai anak-anak sekolah.
Lalu apa Pak yang dilakukan oleh DPR RI untuk lebih
meminta perhatian kepada pemerintah, agar lebih mengedepankan lagi masalah
keamanan di Papua?
Saya kadang-kadang kecewa ketika komisi I di DPR RI
misalnya, salah satu lembaga tertinggi pemerintahan yang untuk membicarakan
permasalahan tentang politik. Mereka pergi ke Belanda, Australi, atau ke Perancis
cari masalah, ketemu ini dan itu di luar negeri, tetapi tidak kembali melihat
persoalan di Papua ini serius atau tidak serius. Tidak kembali turun bikin tim
yang solid, yang representatif untuk Papua.
Jadi, hanya berhenti pada studi banding kemudian
setelah itu bagaimana implementasinya untuk di sini tidak ada?
Ya, ada orientasi ke arah itu. Ada orang pergi ketemu
anggota kongres Amerika tentang isu Papua, tapi kenapa tidak kembali ke Papua
mempertemukan rakyat Papua dari berbagai stakeholder, baik itu wakil pemerintah
atau wakil masyarakat untuk sama-sama duduk, agar DPR bisa memberikan masukan
yang signifikan kepada pemerintah bagaimana penyelesaiannya.
Sumber: kompasiana.com, 21 Juni 2012
Ket foto: Diaz Gwijangge
Dok foto: Ansel Deri
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!