Headlines News :
Home » » Sr Theresia Bali SCV, Dari Kolilerek ke Kota Abadi

Sr Theresia Bali SCV, Dari Kolilerek ke Kota Abadi

Written By ansel-boto.blogspot.com on Sunday, December 09, 2012 | 7:13 PM

Sr Theresia Bali, SCV diutus ke Roma, Italia. Sebagai misionaris, ia mengemban tugas utama menyebarkan, menyilih, dan memulihkan wajah Yesus dalam diri sesama. “Saya bertugas di rumah induk Kongregasi,” ujar Sr Theresia.

SAAT ia tahu mendapat tugas dari pimpinan Kongregasi Suster-suster Wajah Kudus atau Congregazione Religiose del Santo Volto (SCV), awalnya Sr Theresia merasa takut. Sempat pula terpikir untuk menolak.

Namun, ia bersyukur pada Tuhan karena didorong pemimpin Kongregasi dan sahabat-sahabat sekomunitas agar tetap semangat dan kokoh dalam tugas baru tersebut. “Saya berdoa, menyiapkan batin untuk berhadapan dengan situasi yang tentu berbeda dengan keseharian di Indonesia.

Bersama tiga suster seangkatan kami bertolak dari Maumere, Flores menuju Denpasar. Kemudian terbang ke Fiumicino, Roma setelah transit di Kualalumpur,” kata Sr Theresia dari Roma, Italia belum lama ini.

Sebagai tamu baru di Roma, biarawati kelahiran kampung Kolilerek, Lembata, Nusa Tenggara Timur, itu awalnya merasa sedikit sulit menyesuaikan diri. Suasana kota Roma baik dari aspek sosial, budaya maupun lingkungan tentu berbeda dibandingkan dengan Indonesia.

Namun, sebagai seorang misionaris kecil ia dimampukan untuk beradaptasi. “Saya memberanikan diri. Saya menyapa orang-orang yang saya hadapi di rumah induk dengan senyum dan sapaan sederhana, ‘Apa kabar’. Mereka merasa senang,” ujarnya.

Rasa percaya diri juga terbentuk berkat bantuan dan dorongan Pastor Ansel Meo, pembimbing rohani, suster-suster asal Italia maupun dari Indonesia yang sudah lama tinggal di Italia. Kesulitan lain adalah penguasaan bahasa yang minim.

Beruntung, pihak Kongregasi memberinya kesempatan mengikuti kursus Bahasa Italia. Akhirnya, berbagai program Kongregasi dapat dikerjakan dengan baik bersama umat. Misalnya, ambil bagian dalam koor bahkan kunjungan ke rumah-rumah umat terutama mereka yang sakit dan tinggal sendirian.

Merasa aneh

Sejak kecil, Theresia sudah berniat menjadi suster. Panggilan menjadi pelayan Tuhan muncul saat duduk di bangku Sekolah Dasar Katolik St Petrus Kolilerek maupun di SMP Negeri Kalikasa, Kecamatan Atadei, Lembata.

Bahkan setelah bertolak ke Pulau Sumba untuk melanjutkan studi di SMU St Alfonsus Weetebula, Kabupaten Sumba Barat. Namun, seiring perjalanan waktu ia tak menghiraukan lagi niat awalnya menjadi suster.

“Setelah tamat SMU saya malah menyibukkan diri membantu orangtua kerja kebun. Tak peduli mendengar suara hati. Orangtua selalu bertanya tentang rencana saya menjadi suster. Mereka malah memandang saya bertingkah ‘aneh’. Ayah sempat kecewa. ‘Mau jadi apa hidupmu di kemdudian hari? Mengapa kamu tidak cari kerja?’ Itu komentar mereka. Saya hanya diam dan menyimpannya dalam hati,” katanya.

Saat itu, remaja Theresia Bali juga menyiasati kecemasan orangtuanya, Titus Asmumu dan Veronika Bota. Ia meninggalkan Kolilerek dan bertolak dari Lewoleba ke Kupang dengan fery.

Semalam suntuk ia merasakan derasnya arus dan gelombang laut Sawu dan Timor. Di Kupang, ia mengikuti kursus komputer sekadar menyenangkan hati mereka. Suatu hari ia melihat anak-anak yang tidak bersekolah dengan berbagai alasan.

Mereka berjalan dari rumah ke rumah untuk menjual sayur mayur tetapi kadang tak ada yang membeli. Melihat kenyataan itu hatinya pedih dan terpukul membayangkan nasib serupa yang mungkin dialami ribuan anak lainnya. Muncul pertanyaan, siapa yang akan memperhatikan dan membantu mereka.

“Sejak itu saya mulai mengerti bahwa Tuhan sedang mencari saya. Dia yang adalah Allah yang tetap dengan setia mencari saya pada saat saya menjauh. Cinta-Nya yang tanpa batas kembali mengetuk hati saya. Ia memurnikan kembali panggilan saat masih kecil. Saat itu saya mantap memutuskan mengikuti Dia dalam Kongregasi Suster-suster Wajah  Kudus,” ujar Sr Theresia bangga.

Sosok inspiratif

Kedua orangtua Sr Theresia adalah petani tradisional di kampung. Pola pertaniannya tebas bakar. Kehidupan religiusnya pun tak begitu menonjol. Saban hari mereka bergelut dengan rutinitas di kebun untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang perguruan tinggi.

Meski tak semua saudaranya berkesempatan kuliah. Dua saudaranya pun kini tengah kuliah dari hasil jeri payah kedua orangtuanya. Namun, diakui Sr Theresia, Tuhan punya rencana yang sangat indah bagi sebagian umat Katolik di paroki-paroki di Lembata untuk mengikuti ajakan Tuhan untuk hidup membiara sebagai imam, suster, frater, bruder, biarawan dan biarawati hingga ke seluruh penjuru dunia.

Menurutnya, Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus dan Beata Maria Pia Mastena, muder pendiri Kongregasi Suster-suster Wajah Kudus, menjadi sosok inspiratif di balik panggilannya.

“Saya menjadi aspiran di Koting, Maumere, Pulau Flores. Kemudian menjalani masa postulan di Ndona, Ende kemudian masa novisiat hingga menjadi misionaris di Roma, Italia.

Ia mengaku merasa tertarik bergabung dengan Kongregasi Suster-suster Wajah Kudus untuk ikut melayani Tuhan dan sesama. Selain itu ia tertarik dengan kharisma Kongregasi SCV: menyebarkan, menyilih, dan memulihkan wajah Yesus dalam diri sesama.

Karena itu, saat mengikrarkan Kaul, ia mengambil motto: Allah Mengasihi Orang Yang Memberi Dengan Sukacita. Dalam Bahasa Italia, Dio Ama Chi Dona Con Gioia. Di tengah rutinitas menyebarkan, menyilih, dan memulihkan wajah Yesus, ia mengaku tak luput dari cobaan.

“Saat mengalami kesulitan saya berdoa dan berpasrah kepada kehendak Dia yang telah menciptakan, memilih, dan memanggil saya. Saat dibawa dalam doa semua teratasi,” katanya.

Dalam doa dan pasrah, ia mengingat kembali motivasi dasar dan makna pilihan panggilan hidup membiara. Bahwa panggilan membiara adalah rahmat yang berharga yang dikaruniai Tuhan dalam diri setiap insan di mana dia diminta untuk menerima, mencintai dan menghidupinya dalam kesehariannya.

“Dalam doa saya sampaikan, ‘Terjadilah padaku menurut rencana dan kehendak-Mu.’ Jauh-jauh dari Kolilerek, saya sudah berniat untuk berjuang menyebarkan, menyilih, dan memulihkan wajah Yesus. Minimal dimulai dalam diri umat-Nya di Kota Abadi,” ujar Sr Theresia.
Ansel Deri
Sumber: HIDUP edisi 9 Desember 2012
Ket foto: Sr Theresia Bali, SCV (gbr 1) bersama rekan-rekan suster di Roma, Italia (gbr 2).
Sumber foto: dokumen pribadi
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger