Sr Theresia Bali, SCV diutus ke Roma, Italia. Sebagai misionaris, ia
mengemban tugas utama menyebarkan, menyilih, dan memulihkan wajah Yesus dalam
diri sesama. “Saya bertugas di rumah
induk
Kongregasi,” ujar Sr Theresia.
SAAT
ia tahu mendapat tugas dari pimpinan
Kongregasi Suster-suster Wajah Kudus atau Congregazione Religiose del Santo Volto (SCV), awalnya Sr Theresia merasa takut. Sempat pula terpikir untuk
menolak.
Namun,
ia bersyukur pada Tuhan karena didorong pemimpin Kongregasi dan sahabat-sahabat
sekomunitas agar tetap semangat dan kokoh dalam tugas baru tersebut. “Saya
berdoa, menyiapkan batin untuk berhadapan dengan situasi yang tentu berbeda
dengan keseharian di Indonesia.
Bersama
tiga suster seangkatan kami bertolak dari Maumere, Flores menuju Denpasar.
Kemudian terbang ke Fiumicino, Roma
setelah transit di Kualalumpur,” kata
Sr Theresia dari Roma, Italia belum lama ini.
Sebagai
tamu baru di Roma, biarawati kelahiran kampung Kolilerek, Lembata, Nusa
Tenggara Timur, itu awalnya merasa sedikit sulit menyesuaikan diri. Suasana kota
Roma baik dari aspek sosial, budaya maupun lingkungan tentu berbeda
dibandingkan dengan Indonesia.
Namun,
sebagai seorang misionaris kecil ia dimampukan untuk beradaptasi. “Saya
memberanikan diri. Saya menyapa orang-orang yang saya hadapi di rumah induk
dengan senyum dan sapaan sederhana, ‘Apa kabar’. Mereka merasa senang,” ujarnya.
Rasa
percaya diri juga terbentuk berkat bantuan dan dorongan Pastor Ansel Meo, pembimbing rohani, suster-suster asal
Italia maupun dari Indonesia yang sudah lama tinggal di Italia. Kesulitan lain
adalah penguasaan bahasa yang minim.
Beruntung,
pihak Kongregasi memberinya kesempatan mengikuti kursus Bahasa Italia.
Akhirnya, berbagai program Kongregasi dapat dikerjakan dengan baik bersama
umat. Misalnya, ambil bagian dalam koor bahkan kunjungan ke rumah-rumah umat
terutama mereka yang sakit dan tinggal sendirian.
Merasa aneh
Sejak kecil, Theresia sudah berniat menjadi suster. Panggilan
menjadi pelayan Tuhan muncul saat duduk di bangku Sekolah Dasar Katolik St Petrus
Kolilerek maupun di SMP Negeri Kalikasa, Kecamatan Atadei, Lembata.
Bahkan setelah bertolak ke Pulau Sumba untuk melanjutkan
studi di SMU St Alfonsus Weetebula, Kabupaten Sumba Barat. Namun, seiring perjalanan
waktu ia tak menghiraukan lagi niat awalnya menjadi suster.
“Setelah tamat SMU saya malah menyibukkan diri membantu
orangtua kerja kebun. Tak peduli mendengar suara hati. Orangtua selalu bertanya
tentang rencana saya menjadi suster. Mereka malah memandang saya bertingkah
‘aneh’. Ayah sempat kecewa. ‘Mau jadi apa hidupmu di kemdudian hari? Mengapa kamu
tidak cari kerja?’ Itu komentar mereka. Saya hanya diam dan menyimpannya dalam
hati,” katanya.
Saat itu, remaja Theresia Bali juga menyiasati kecemasan
orangtuanya, Titus Asmumu dan Veronika Bota. Ia meninggalkan Kolilerek dan bertolak
dari Lewoleba ke Kupang dengan fery.
Semalam suntuk ia merasakan derasnya arus dan gelombang
laut Sawu dan Timor. Di Kupang, ia mengikuti kursus komputer sekadar menyenangkan
hati mereka. Suatu hari ia melihat anak-anak yang tidak bersekolah dengan
berbagai alasan.
Mereka berjalan dari rumah ke rumah untuk menjual
sayur mayur tetapi kadang tak
ada yang membeli. Melihat kenyataan itu hatinya
pedih dan terpukul
membayangkan nasib serupa yang mungkin dialami ribuan anak lainnya. Muncul pertanyaan, siapa yang akan memperhatikan dan membantu
mereka.
“Sejak itu
saya mulai mengerti bahwa Tuhan sedang mencari saya. Dia yang adalah Allah yang tetap dengan setia mencari saya pada saat saya menjauh. Cinta-Nya yang tanpa
batas kembali mengetuk hati saya. Ia memurnikan kembali panggilan saat
masih kecil. Saat itu saya mantap memutuskan mengikuti Dia
dalam Kongregasi Suster-suster Wajah Kudus,” ujar Sr Theresia bangga.
Kedua orangtua Sr Theresia adalah petani tradisional di
kampung. Pola pertaniannya tebas bakar. Kehidupan religiusnya pun tak begitu menonjol. Saban hari mereka
bergelut dengan rutinitas di kebun untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga
jenjang perguruan tinggi.
Meski tak semua saudaranya berkesempatan kuliah. Dua
saudaranya pun kini tengah kuliah dari hasil jeri payah kedua orangtuanya.
Namun, diakui Sr Theresia, Tuhan punya rencana yang sangat indah bagi sebagian
umat Katolik di paroki-paroki di Lembata untuk mengikuti ajakan Tuhan untuk
hidup membiara sebagai imam, suster, frater, bruder, biarawan dan biarawati hingga
ke seluruh penjuru dunia.
Menurutnya, Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus dan
Beata Maria Pia Mastena, muder pendiri Kongregasi Suster-suster Wajah Kudus,
menjadi sosok inspiratif di balik panggilannya.
“Saya menjadi aspiran di Koting, Maumere, Pulau Flores. Kemudian menjalani masa postulan di Ndona, Ende kemudian masa novisiat hingga menjadi misionaris di Roma, Italia.
Ia mengaku merasa tertarik bergabung dengan Kongregasi Suster-suster Wajah Kudus untuk ikut melayani Tuhan dan
sesama. Selain itu ia tertarik dengan kharisma Kongregasi SCV: menyebarkan, menyilih,
dan memulihkan wajah Yesus dalam diri sesama.
Karena itu, saat mengikrarkan Kaul, ia mengambil motto: Allah Mengasihi Orang Yang
Memberi Dengan Sukacita. Dalam Bahasa Italia, Dio Ama Chi Dona Con Gioia. Di tengah rutinitas menyebarkan,
menyilih, dan memulihkan wajah Yesus, ia mengaku tak luput dari cobaan.
“Saat mengalami kesulitan saya berdoa dan berpasrah
kepada kehendak Dia yang telah menciptakan, memilih, dan memanggil saya. Saat
dibawa dalam doa semua teratasi,” katanya.
Dalam
doa dan pasrah, ia mengingat kembali motivasi dasar dan
makna pilihan panggilan hidup membiara. Bahwa panggilan membiara adalah rahmat yang berharga yang
dikaruniai Tuhan dalam diri setiap insan di mana dia diminta untuk menerima,
mencintai dan menghidupinya dalam kesehariannya.
“Dalam doa saya sampaikan, ‘Terjadilah padaku menurut
rencana dan kehendak-Mu.’ Jauh-jauh dari Kolilerek, saya sudah berniat untuk
berjuang menyebarkan,
menyilih, dan memulihkan wajah Yesus. Minimal dimulai dalam diri umat-Nya di
Kota Abadi,” ujar Sr Theresia.
Ansel Deri
Sumber: HIDUP edisi 9 Desember
2012
Ket foto: Sr Theresia Bali, SCV (gbr 1) bersama rekan-rekan suster di Roma, Italia
(gbr 2).
Sumber foto: dokumen pribadi
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!