Hajatan politik pilpres tinggal
menghitung hari. Presiden baru menjadi asa bagi masa depan Papua yang lebih
sejahtera, damai, dan bermartabat. Siapa kandidat yang sanggup merebut hati
rakyat di pulau kepala burung itu?
DUA pasangan calon presiden, Joko
Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, seperti
magnet. Dua pasangan ini mampu menghipnotis ribuan pasang mata saat deklarasi
di dua tempat berbeda dan ditayangkan langsung televisi. Deklarasi duet
Jokowi-JK berlangsung Senin, 19/5 di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat.
Pasangan ini dideklarasikan bersama
sejumlah partai pengusung seperti PDI-P, NasDem, PKB, dan Hanura. Deklarasi
juga dihadiri ketua umum partai pengusung seperti Megawati Soekarnoputri, Surya
Paloh, Muhaimin Iskandar, dan Wiranto. Belakangan, Sutiyoso, Ketua Umum PKPI
juga bergabung. Paket ini didukung gabungan suara PDI-P 18,95%, PKB 9,04%,
NasDem 6,72%, dan Hanura 5,62%, dan PKPI 0,91% atau sebesar 40,88%.
Sedangkan Prabowo-Hatta memilih
melakukan deklarasi sekitar pukul 14.00 WIB Senin, 19/5 di bekas rumah Bung
Karno di Jalan Cipinang Cempedak 1 Nomor 29, Jakarta Timur. Pasangan ini
didukung koalisi "tenda besar" seperti Partai Gerindra, PAN, PPP,
PKS, Golkar, dan PBB. Sedangkan pasangan Prabowo-Hatta didukung perolehan suara
Gerindra 11,81%, PAN 7,59%, PPP 6,53 %, PKS 6,79%, Golkar 14,75%, dan PBB 1,46%
atau sebesar 48,93%.
Baik pasangan Jokowi-JK maupun
Prabowo-Hatta gencar melakukan safari politik di berbatai wilayah di Indonesia
meraih simpati dan dukungan. Tanah Papua juga tak ketinggalan mereka sambangi.
Jauh dari itu, pulau nun di timur Indonesia itu masih butuh sentuhan terutama
di bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan lain-lain. Kemiskinan
masing telanjang di mana-mana. Dengan demikian, besar harapannya agar bila
terpilih paling kurang masyarakat dan daerah itu mendapat perhatian.
Tatkala ‘blusukan’ di Pasar Youtefa,
Jayapura, Sabtu (5/4), ribuan warga begitu antusias melihat dari dekat sosok
Jokowi. Ribuan warga berebutan sekadar bersalaman atau foto bersama bareng
Gubernur DKI itu. Meski tak pernah bertemu langsung dengan bekas Walikota Solo
itu, ada harapan dititip di pundak Jokowi. Pedagang Pasar Youtefa, Maria Wadi
Griapon (50), misalnya. Mengaku berjualan tomat di pasar itu sejak 1980, ia tak
pernah mendapat bantuan pemerintah. "Maunya diberi kios supaya
berkembang," ujar Griapon.
"Jokowi telah membuktikan diri
sebagai pemimpin yang mencintai rakyat sejak jadi Walikota Solo hingga Gubernur
DKI. Caranya memperbesar APBD untuk rakyat melalui bantuan pendidikan dengan
Kartu Pintar atau kesehatan dengan Jakarta Sehat. Dengan blusukan ia akan
memperjuangkan kesejahteraan bagi rakyat, termasuk yang tinggal di seluruh
Tanah Papua," ujar Ansel Alaman, analis politik Universitas Atma Jaya
Jakarta.
Selain itu, hal penting bagi rakyat di
seantero tanah Papua yakni menghargai budaya dan lingkungan hidup (tata ruang),
mengembangkan usaha-usaha kecil dan menengah. Termasuk melakukan pembaruan desa
sesuai UU Nomor 6 Tahun 2014 dengan pembangunan infrastruktur desa, penguatan
ekonomi desa melalui bantuan komitmen APBN, pembangunan jalan, rumah sosial,
dan lain-lain.
"Di atas semua itu dilakukan
‘revolusi mental’ atau karakter bangsa, mengembalikan kerukunan dan kemajemukan
dalam ideologi negara Pancasila," lanjut Ansel, pengajar Character
Building yang juga lulusan Program Pascasarjana UGM Yogyakarta.
Sedangkan capres Prabowo, diakuinya,
belum pernah memimpin pemerintahan tetapi lama bertugas di militer. Dalam
konteks Papua, Prabowo pernah terjun ke daerah itu menegakkan DOM untuk melawan
anggota masyarakat yang dituding kelompok gerakan separatis OPM. “Prabowo
tipikal orang yang tegas dan berwibawa tetapi belum terbukti memimpin
pemerintahan,” jelas Ansel Alaman.
Apa komentar Jokowi atas animo
masyarakat terkait kehadirannya di Papua? "Saya datang ke Papua karena
matahari terbit di Papua. Saya yakin, persoalan-persoalan di Papua akan bisa
diselesaikan dengan hati. Jadi memang harus disiapkan sumber daya manusia
supaya pelayanan kesehatan dan pendidikan yang baik itu dapat terwujud,"
ujar Jokowi.
Bagi warga Jayapura, Kiro Saga (40),
suara warga Papua menentukan keterpilihan Jokowi menjadi presiden. Bila mampu
menaklukkan suara di Papua, ia yakin Jokowi memenangi suara di Indonesia.
"Persoalan di provinsi ini paling banyak dan rumit dari daerah lain. Ada
gangguan gerakan separatis, ada kontrak kerja pemerintah dengan Freeport,
kemiskinan, dan lain-lain. Kalau Jokowi mampu menjanjikan pembenahan bagi kami
dan kami percaya, ah itu sudah, Indonesia langsung pilih dia," kata Saga,
lulusan Universitas Cenderawasih.
Jimmy Demianus Idjie, tokoh pemuda dan
deklalator "Gerakan Papua Optimistis" dalam keterangan pers di
Jakarta, Minggu (16/3) mengemukakan, para pemuda di tanah Papua bertekad
memenangkan Jokowi-JK. Karena itu, para pemuda perlu merapatkan barisan
menyongsong perubahan dan pembaruan melalui kepemimpinan nasional yang mampu
memahami setiap denyut nadi anak-anak Papua.
"Karakter kepemimpinan seperti itu
ada pada diri Jokowi. Kalau Jokowi bisa menangani persoalan di ibukota ke arah
penyelesaian melalui cara-cara damai dan dialog, kami yakin Jokowi juga mampu
menjalin dialog dengan semua elemen masyarakat Papua," ujar Jimmy.
Tak hanya itu. Gaya dan karakter Jokowi
dirindukan masyarakat Papua. Dia tegas tetapi juga mengutamakan dialog dalam
menyelesaikan masalah di masyarakat. "Itu bisa dilihat saat menyelesaikan
persoalan di Solo dan Tanang Abang serta penyelesaian waduk di Jakarta,"
kata Jimmy lebih lanjut.
Direktur Eksekutif Imparsial Poengki
Indarti menilai, Jokowi menggunakan pendekatan blusukan dan mengutamakan dialog
dengan rakyat sehingga lebih mendengarkan suara rakyat. Sedangkan JK teruji
untuk menyelesaikan sejumlah konflik seperti Maluku, Poso, dan Aceh.
“Kepemimpinan Jokowi-JK potensial untuk bersedia menyelesaikan konflik Papua
melalui dialog damai,” ujar Poengki Indarti kepada Majalah LANI di Jakarta,
Selasa (28/5).
Sementara Prabowo dinilai memiliki rekam
jejak pelanggaran HAM berat terkait kasus penghilangan paksa tahun 1997-1998
dan kasus kekerasan aparat militer ketika menyisir warga sipil di Mapnduma
untuk mencari kelompok OPM.
“Besar kemungkinan kepemimpinannya
dipenuhi kekerasan dan pelanggaran HAM. Prabowo sebagai jenderal militer. Ia
akan memerintah dengan paradigma militeristik sehingga akan menguatkan trauma rakyat
Papua. Sementara desakan dialog damai, Prabowo bukan orang yang
dialogis. Ia juga tidak pernah teruji melakukan pendekatan dialog sehingga tidak
akan mungkin ia mau menyelenggarakan dialog damai,” katanya.
Poengki juga mengingatkan soal
penyediaan lahan dan lapangan kerja untuk enam juta penduduk. Daerah yang
paling mungkin dieksploitasi, jelasnya, adalah Papua dan Papua Barat. Hal ini
diakui akan semakin memiskinkan dan meminggirkan rakyat Papua. “Hatta Radjasa
selama menjabat menteri tidak menunjukkan perhatiannya terhadap Papua, kecuali
dalam posisinya sebagai Menteri Perekonomian. Maka fokusnya adalah MP3EI dengan
salah satu daerahnya adalah Papua. Dan sudah pasti eksploitasi terhadap
kekayaan Papua akan makin marak dilakukan,” tandas Poengki.
Kepala Suku Jayawijaya Martinus Ubahorok
Doga menambahkan, selama ini masyarakat di wilayahnya hanya melihat wajah
Jokowi melalui televisi. Setelah dari dekat, ternyata Jokowi sangat sederhana.
Masyarakat di kampung-kampung di Jayawijaya, gembira duet Jokowi-JK.
“Kami orang kampung suka sosok seperti
Jokowi. Orangnya sederhana. Omongnya bikin kitorang (membuat kita) gampang
mengerti. Saat ini kitorang rindu sosok seperti Jokowi. Jadi kalau Jokowi sama
JK, itu baru betul. Kitorang pasti pilih dorang (mereka),” kata Martinus
Ubahorok Doga kepada kontributor Majalah LANI di Gedung DPR/MPR Senayan,
Jakarta, Senin (19/5 2014).
Tak Harus Militer
Publik tahu, Jokowi capres sipil
sedangkan Prabowo memiliki latar belakang militer. Prabowo pernah mengemban
berbagai jabatan strategis di TNI Angkatan Darat. Ia pernah menjabat Komandan
Kopassus. Mereka akan berjuang merebut simpati rakyat pada pilpres 9 Juli
mendatang.
"Jangan memperlebar jurang antara
TNI dan sipil. Siapa pun anak bangsa yang mampu, baik sipil maupun TNI akan
saya dukung," ujar mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI
(Purn) Ryamizard Ryacudu di Jakarta, Jumat (23/5).
Menurutnya, pemimpin tak harus dari
kalangan militer. Sebab, menurut dia, tak ada bedanya antara TNI dan sipil:
semua anak bangsa berhak menjadi presiden. Karena itu, siapa pun capresnya, ia
harus bisa menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia. Tidak boleh
membiarkan perpecahan terjadi di Indonesia. "Kita ke depan harus berpikir
keras untuk nusa dan bangsa agar menyatukan bangsa ini. Kita tidak ingin
terpecah-pecah," tandas Ryamizard.
Peneliti Pol-Tracking Institute Jakarta,
Ali Rif’an, mengemukakan, ada sejumlah simbol yang diproduksi Jokowi dan
Prabowo merebut simpati masyarakat. Jokowi, misalnya, dikenal dengan simbol
"pro-wong cilik", sementara Prabowo "pemimpin kuat". Itu
terlihat dari gaya komunikasi Jokowi serta gestur dalam kesehariannya yang sederhana,
sementara Prabowo terkesan berkelas. “Saat berkampanye, Jokowi sering blusukan
dan berjalan kaki, sementara Prabowo menunggang kuda dan memakai helikopter,
seperti saat memimpin kampanye di Gelora Bung Karno, 23 Maret lalu,” ujar Ali
Rifan.
Namun, pengajar STF Driyarkara, B Herry
Priyono mengingatkan, siapa pun pemimpin baru Indonesia seharusnya bukan sosok
yang haus kekuasaan. "Bukan pula sosok yang terlalu gandrung dengan citra
dan tepuk tangan internasional, bukan juga sosok yang hanya berlagak memahami
aspirasi dan jerih payah rakyat biasa," kata Herry saat berlangsung
diskusi Lingkar Muda Indonesia di Jakarta belum lama.
Sedangkan peneliti LIPI Mochtar
Pabottingi mengingatkan, pada era reformasi, kedaulatan rakyat tergerus bukan
karena direncanakan. Motif-motif dan perilaku korupsi masif dan meluas yang
banyak memangsa hak-hak rakyat. Sosiolog Ignas Kleden mengingatkan perlunya
membenahi pendidikan nasional. ”Apakah pendidikan kita ini ingin mendidik
manusia seperti rezim Orde Baru, mendidik orang taat pada kekuasaan, tetapi
tidak taat pada akalnya sendiri?” ujar Ignas.
"Sekarang ini sedang dilakukan
upaya-upaya strategis maupun teknis dalam menangkan Jokowi-JK. Antara lain
tentu teruskan 'menjual' (nama) tokoh yang kami punya," kata Ketua DPP PKB
Abdul Kadir Karding di Jakarta, Sabtu (24/5). Ia menambahkan, Jokowi tampil apa
adanya, tidak dipaksakan, sederhana, dan tidak aneh-aneh. “Itu merupakan daya
tarik Jokowi," ujarnya.
Bagi Jokowi, Papua adalah bumi dengan
beragam keelokan dan kekayaan alam melimpah. Karena itu, jika terpilih ia
berupaya menawarkan suatu model baru dalam proses politik, yang juga memuat
pendekatan ke daerah- daerah. "Model ini, hendak memberi makna bahwa
proses politik tidak sekadar bicara tentang dukungan suara, melainkan juga
keterlibatan, dukungan makna, dan dengan demikian punya dampak kepada upaya
memperkuat integrasi nasional kita sebagai suatu bangsa," katanya. (Ansel
Deri)
Sumber: Majalah LANI Jayapura edisi Juni
2014
Ket foto: Calon presiden Joko Widodo menyapa sejumlah warga ketika berkunjung ke Kampung Hebeaibulu, Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua, Kamis (5/6 2014).
Ket foto: Calon presiden Joko Widodo menyapa sejumlah warga ketika berkunjung ke Kampung Hebeaibulu, Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua, Kamis (5/6 2014).
Sumber foto: http://barajp-papua.blogspot.com
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!