KETUA Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten Lembata, Ferdinandus Koda, S.E, mencabut hak bicara Yakobus Liwa,
anggota DPRD Lembata. Yakobus Liwa dilarang berbicara dalam Rapat Paripurna
DPRD Lembata Tahun 2015, Senin (16/2/2015).
Larangan terhadap Yakobus Liwa
untuk berbicara dalam rapat paripurna tersebut berawal ketika Ferdinandus Koda
yang juga Sekretaris DPC PDIP Lembata membuka Sidang Paripurna XXX DPRD
Lembata, untuk membahas Rancangan Keputusan DPRD tentang Persetujuan DPRD
Lembata terhadap Kebijakan Umum dan Penetapan Plafon Anggaran Sementara (KU
PPAS) APBD Tahun 2015.
Saat sedang berbicara, Yakobus
Liwa tiba-tiba melakukan interupsi untuk minta bicara. Ferdi Koda, demikian
Ketua DPRD Lembata biasa disapa, pun mengabulkan permintaan itu. Yakobus Liwa
yang berasal dari Fraksi PDIP ini, lantas berbicara.
Dia memulai dengan menyapa
Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Watun. Ia sama sekali tidak menyebut nama
Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur, yang juga hadir pada kesempatan tersebut.
Lantaran merasa dilecehkan,
Bupati Sunur langsung bereaksi. Orang nomor satu di Lembata itu lantas
bersiap-siap hendak meninggalkan meja pimpinan sidang paripurna untuk keluar
ruangan tersebut.
Melihat itu, Ketua DPRD
Lembata, Ferdinandus Koda bersama dua Wakil Ketua DPRD lainnya, yakni Yohanes
de Rosari dan Paulus Makarius Dolu, juga Wakil Bupati (Wabup) Lembata, Viktor
Mado Watun, berusaha menahan bupati sambil meminta untuk bersabar.
Seketika suasana sidang Dewan
langsung ribut. Baik sesama anggota DPRD Lembata maupun para kepala satuan
kerja perangkat daerah (SKPD) serta staf mengungkapkan kekesalan atas sikap
Yakobus Liwa yang dinilai kekanak-kanakan.
Dalam kondisi yang demikian,
Ferdinandus Koda langsung meminta para anggota Dewan untuk menggunakan etika
bila diberi kesempatan berbicara. Ungkapan yang sama terdengar pula dari
kegaduhan suasana yang terjadi dalam rapat tersebut.
Baik para kepala dinas maupun
sesama anggota Dewan mengingatkan Yakobus Liwa agar memperhatikan etika
berbicara. Apalagi dalam rapat paripurna yang dihadiri lengkap oleh semua
anggota Dewan maupun pimpinan SKPD se-Kabupaten Lembata.
Meski diingatkan untuk
menggunakan etika, namun Yakobus Liwa sepertinya tak mau mengindahkan.
Sementara pada saat yang sama, Bupati Sunur sudah bersiap-siap meninggalkan
ruang sidang. Dari ekspresinya saat berbicara, Bupati Sunur tampak tegas
memberikan ultimatum, apakah dirinya yang meninggalkan ruang sidang ataukah
Yakobus Liwa.
Akhirnya, dengan kewenangan
yang dimilikinya dalam memimpin rapat tersebut, Ketua DPRD Lembata mencabut hak
suara Yakobus Liwa dalam sidang tersebut. "Saya ingatkan saudara untuk
tidak berbicara sepanjang sidang ini. Hak bicara saudara saya cabut," kata
Ferdi Koda dengan nada sangat tegas.
Mendengar pernyataan tegas
Ketua DPRD Lembata itu, Bupati Sunur akhirnya membatalkan niat meninggalkan
ruang sidang. Ia lebih memilih mengikuti sidang, karena kesempatan itu
merupakan moment emas untuk membicarakan nasib masyarakat dan daerah Lembata
dalam tahun anggaran 2015 ini.
Sejak dicabut hak suaranya
untuk menyampaikan pendapat dan pikiran dalam rapat tersebut, Yakobus Liwa pun
diam. Tidak sepatah kata pun yang ia ucapkan dalam sidang tersebut sampai
sidang diskors untuk memberi kesempatan kepada sekretariat Dewan menyiapkan
ruang sidang untuk agenda Penandatanganan Nota Kesepakatan Kebijakan Umum (KU)
dan Penetapan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Tahun Anggaran 2015.
Penandatanganan Nota
Kesepakatan tersebut, dilakukan oleh Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur yang
didampingi Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Watun, serta Ketua DPRD Lembata,
Ferdinandus Koda, bersama Wakil Ketua I, Yohanes de Rosari dan Wakil Ketua II,
Paulus Makarius Dolu.
Meski hak bersuaranya dicabut
dalam sidang tersebut, namun Yakobus Liwa terlihat enjoy dan tetap duduk di
tempat.
Yakobus Liwa mengatakan,
selama ini dirinya sangat kecewa terhadap Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur.
Kekecewaannya itu berawal dari sikap Bupati Sunur yang melaporkan dirinya ke
Polres Lembata dalam kasus pencemaran nama baik.
"Selama ini saya kecewa dengan
bupati. Mengapa? Karena dia melaporkan saya ke polisi dengan delik pencemaran
nama baik. Dia melaporkan saya itu saat saya berbicara dalam rapat paripurna
seperti sekarang. Karena dia (Bupati Sunur,Red) tidak menghargai saya, maka
saya juga tidak menghargai dia," kata Liwa ketika ditemui Pos Kupang di
Gedung DPRD Lembata, pada sela-sela rehat sidang paripurna, sekitar pukul 12.00
Wita. Dalam rehat itu, sikap Yakobus Liwa menjadi pergunjingan para undangan
yang hadir.
Ketika ditanya kenapa ia hanya
menyapa Wakil Bupati, Viktor Mado Watun, padahal Bupati Lembata, Eliaser Yentji
Sunur juga hadir dalam sidang tersebut, Liwa mengatakan, ia tidak menyapa
bupati karena bupati tidak menghormatinya.
Saat ditanya, Bupati Sunur
tidak menghormatinya dalam kasus apa? Ia mengatakan, dalam kasus yang sekarang
sedang dijalaninya, yakni pencemaran nama baik. Kasus pencemaran nama baik itu
berawal saat rapat paripurna seperti ini.
Saat dikejar pertanyaan,
bukankah konteks sidang hari itu lain dengan sidang-sidang sebelumnya, bahkan
sidang yang menjadi malapetaka bagi dirinya lantaran diseret ke meja hukum?
Liwa mengatakan, ia merasa selama ini bupati tidak menghargainya. "Selama
ini kan bupati tidak menghargai saya, jadi untuk apa saya hargai bupati? Iya
kan?" ujarnya dengan nada ketus.
Ditanya lagi bagaimana
perasaannya saat hak suaranya dicabut oleh Ketua DPRD Lembata? "Saya
biasa-biasa saja. Bagi saya, saya taat pada larangan Ketua (Ketua DPRD Lembata,
Red), karena rapat ini membahas nasib masyarakat dan daerah ini. Itu yang
membuat saya harus hormat pada sikap pimpinan," ujarnya.
Sumber: Pos
Kupang.com, 17 Februari 2015
Ket foto: Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur dan
Anggota DPRD Yakobus Liwa


0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!