Karir dan
perjalanan hidup setiap orang tak ada yang bisa tahu. Kerja keras, disiplin,
tekun, dan dilandasi doa bakal mengantar orang bersangkutan meraih sukses dalam
hidup. Calon Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, anak petani dari kampung
Tubululin, Pulau Semau, Kupang, sudah membuktikan.
SEKITAR tahun
1970-an, (alm) Lazarus Laiskodat dan Orpa Kase membangun pondok kecil di
kebunnya, kampung Tubululin, Kecamatan Semau Barat, Pulau Semau, Kabupaten
Kupang. Semau adalah pulau yang berada di beranda Kota Kupang. Saat itu tak ada
penduduk lain yang tinggal di Tubululin.
Di kampung itu, pasangan suami-isteri petani sederhana, Lazarus Laiskodat dan Orpa Kase, berkebun untuk menghidupi keenam anak mereka sekaligus menyiapkan masa depan pendidikan. Seluruh anggota keluarga sederhana itu pulang kampung setelah lama tinggal di Oenesu, Pulau Timor.
Di kampung itu, pasangan suami-isteri petani sederhana, Lazarus Laiskodat dan Orpa Kase, berkebun untuk menghidupi keenam anak mereka sekaligus menyiapkan masa depan pendidikan. Seluruh anggota keluarga sederhana itu pulang kampung setelah lama tinggal di Oenesu, Pulau Timor.
“Setelah kami semua
lahir di Oenesu, bapa dan mama memutuskan kami semua pulang kampung di
Tubululin, Desa Otan, Semau. Bapa dan mama mau menjaga dan mengolah tanah dan
kebun warisannya. Bapa dan mama mau kami sekolah semua agar kelak bisa berguna
bagi kampung dan daerah,” kenang Penina Laiskodat (60), kakak perempuan Viktor
Bungtilu Laiskodat.
Pungut rumput
Di Tubululin,
Lazarus dan Orpa berkebun dan menghidupi ekonomi keluarga. Keenam anak mereka,
Welem Hendrik Laiskodat, Penina Laiskodat, Yohanis Laiskodat, Ariance
Laiskodat, Viktor Laiskodat, dan (alm) Paulus Laiskodat, juga ambil bagian
membantu orangtua mereka di kebun, sembari melanjutkan sekolah di SD Negeri Otan,
Semau Barat.
“Ade Veki (sapaan
akrab kerabat dan kolega Viktor Bungtilu Laiskodat) juga ikut pungut rumput
untuk taro di pematang. Kalau bapa dan mama abis tofa rumput, kami rame-rame
angkat dan taro di pematang. Setiap pulang kebun atau sekolah, kami juga bantu
bapa dan mama ambil air dari Uitao, jauh dari pondok kami di Tubululin,” lanjut
Penina Laiskodat di kediamannya, Jl Kedondong, Oepura, Kupang.
Di pondok kecil
yang mereka tempati, tak ada tempat tidur. Mereka semua tidur di tanah
beralaskan tikar yang dianyam ala kadarnya. Sang bunda, Orpa, memiliki
ketrampilan menganyam tikar dari daun lontar yang dipotong sang suami di kebun
milik mereka.
“Jagung, kacang
tanah, sayur-mayur dari kebun ditaro semua di dalam pondok. Kalau malam,
binatang piaraan kami seperti anjing dan ayam juga kami kasi masuk di pondok.
Pagi-pagi sebelum kami pigi sekolah, kami juga bantu bapa dan mama kasih makan
piaraan kami. Pekerjaan seperti ini bikin kami sangat senang sebagai anak
kampung,” kata Penina.
Selain itu, Penina
dan adik-adiknya, termasuk Viktor Laiskodat, juga membantu kedua orangtua
membersihkan padi dan jagung yang dibawa dari kebun sebelum diisi dalam wadah
untuk dijemur di dalam rumah sekaligus pondok mereka.
“Bapa dan mama potong buliran padi kemudian bawa ke pondok. Kami semua, termasuk ade Veki punya tugas injak untuk mendapatkan buliran padi. Setelah kami pisahkan, padi ini kami isi di wadah khusus dari daun lontar kemudian taro di atas tempat khusus agar kena asap api,” katanya sembari tertawa.
“Bapa dan mama potong buliran padi kemudian bawa ke pondok. Kami semua, termasuk ade Veki punya tugas injak untuk mendapatkan buliran padi. Setelah kami pisahkan, padi ini kami isi di wadah khusus dari daun lontar kemudian taro di atas tempat khusus agar kena asap api,” katanya sembari tertawa.
Doa dan kerja
Kesadaran hidup
sebagai pengikut setia Kristus juga nampak dalam kehidupan keluarga petani ini
di Tubululin maupun Otan dan sekitarnya. Usai makan malam, doa kepada Tuhan
adalah rutinitas sebelum dan usai melakukan tugas maupun pekerjaan. Doa bagi
keluarga ini selalu seiring-sejalan.
“Bapa dan mama
selalu kasi ingat agar kami sonde boleh lupa berdoa. Ramah kepada siapa saja,
bergaul tanpa pilih-pilih orang. Dalam urusan pendidikan, bapa dan mama ingin
kami semua sekolah agar ikut memajukan kampung dan daerah di mana saja kami
berada. Mereka ingatkan kami mesti sekolah biar besok-besok jadi orang. Kami
semua diajarkan selalu bersyukur kepada Tuhan dalam segala situasi dan
pekerjaan, giat bekerja serta bergaul dengan orang tanpa melihat sekat apapun,”
lanjut Penina.
Menyadari diri
orangtua tani, semangat juang anak-anak petani Lazarus dan Orpa untuk sekolah
guna meraih cita-cita tak pernah padam. Usai tamat di SD Negeri Otan, Yakomina
dan kaka sulungnya, Hendrik Laiskodat naik sampan atau perahu menuju Kupang dan
masuk SMP Negeri 1 Kupang.
Begitu juga sang
adik, Veki Laiskodat. Setamat SD Negeri Otan tahun 1977, ia segera menyusul dua
kakaknya untuk melanjutkan pendidikannya di kota karang. Mereka tinggal di gang
buntu, Oeba, di rumah Dr Hendrik Ataupah. Ny Ataupah, istri antrolog Nusa Tenggara
Timur kelahiran Oekabiti, Timor, itu masih kerabat dekat ibu Orpa Kase.
“Kami tinggal di
rumah Pak Ataupah di gang buntu. Istri Pak Ataupah masih kerabat dengan mama
kami. Selama kami tinggal di gang buntu, ade Veki jalan kaki sekolah di SMP
Negeri 1 sampai tamat. Kami sangat senang karena dari sini kami belajar
disiplin dan kerja keras seperti pesan bapa dan mama di Tubululin,” kenang
Penina.
Salah seorang warga
Kupang Bruce King Nitte, mengaku Viktor Laiskodat adalah salah satu dari banyak
putera NTT yang tergolong fenomenal. Meski beliau anak petani yang lahir dan
besar dengan kondisi yang serba minim seperti kebanyakan anak-anak kampung di
tanah Flobamora, toh, Viktor Laiskodat membuktikan diri sebagai pribadi yang
tangguh dan sukses merenda karir di rantau dengan jejaring pergaulan luas.
“Setahu saya Pak
Viktor Laiskodat itu salah satu putera NTT di rantau yang bisa menginspirasi
banyak anak kampung di seantero Flobamora bagaimana merantau yang baik, punya
etos kerja, menjaga setiap kepercayaan, dan loyal dalam tugas dan pekerjaan
yang dipercayakan,” ujar Bruce, lulusan Fakultas Teknik Arsitektur Universitas
Katolik Widya Mandira Kupang.
Bruce menambahkan,
selain Viktor Laiskodat yang sukses mengemban karier di bidang hukum, banyak
pula putera-puteri NTT yang memberi pelajaran bagaimana potensi mereka luar
biasa besar ketika berada di rantau seperti Jakarta dan kota-kota besar lainnya
di Indonesia. Misalnya di pendidikan, hukum, jurnalistik, sosial politik, dan
keagamaan.
“Di bidang hukum
banyak putera-puteri NTT yang hebat. NTT punya pengacara hebat seperti Gabriel
Mahal, Agustinus Dawarja, Petrus Selestinus, Petrus Bala Pattyona, dan
lain-lain. Belum lagi di dunia jurnalistik. Misalnya, om Rikar Bagun, Don Bosko
Selamun, Gaudensius Suhardi, Primus Dorimulu, Claudius Boekan dan lain-lain.
Menurut saya, Pak Viktor Laiskodat dan sederet nama ini adalah sebagian sosok
putera-putera NTT yang sukses di bidangnya masing-masing dan selalu
menginspirasi kami sebagai anak muda,” katanya. (Ansel Deri/Jos Diaz Beraona) (bagian 1)
Sumber: mediantt.com,
17 Februari 2018
Ket foto: Calon Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat bersama
ibunda terkasih, Orpa Kase (tengah), dan Calon Wakil Gubernur Josef A Nae (gbr 1); saat diterima secara adat di Kupang (gbr 2)
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!