Rasa bahagia dan haru berkecamuk dalam diri Nirmala Bonat begitu menjejakkan kaki di di Bandar Udara El Tari, Kupang, Nusa Tenggara Timur, kemarin. Bola matanya berkaca-kaca. Sebagian air mata meleleh melewati pipinya yang chubby.
Kedatangan tenaga kerja Indonesia berusia 23 tahun itu disambut warga dengan gegap gempita. Mereka berbondong-bondong dan berdesakan untuk melihat wajah Nirmala lebih dekat. Warga seolah hendak menyampaikan simpati atas segala derita dan perjuangan tiada lelah gadis asal Desa Tuapakas, Kabupaten Timor Tengah Selatan, itu.
Namun, Nirmala yang mengenakan kemeja berwarna merah, celana jins, berbagai aksesori, dan topi hitam ini memilih bungkam. Puluhan wartawan yang menantinya sejak pagi di bandara baru ia ladeni saat berada di ruang tunggu Wakil Gubernur NTT Frans Leburaya.
"Mimpi indah saya untuk kembali ke sini akhirnya tercapai. Saya bahagia sekali. Tapi saya juga sedih," katanya sambil mengusap air mata. "Saya senang sudah kembali ke tanah Timor. Saya ingin bertemu dengan ayah dan ibu serta keluarga."
Tiga tahun lamanya Nirmala mencari dan memperjuangkan keadilan di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia dianiaya majikannya, Yim Pek Ha, pada 2003. Pengadilan baru menyatakan sang majikan bersalah pada 3 Januari lalu meski kasusnya telah terungkap sejak 2004. Sambil menunggu putusan pengadilan, Nirmala menjalani kesibukan di Kedutaan Besar Republik Indonesia Kuala Lumpur sebagai tukang stempel surat.
Kini Nirmala bertekad akan mengadu nasib di kampung halamannya. "Saya akan buka usaha di kampung," ujarnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat menemuinya selama setengah jam di Hotel JW Marriott Kuala Lumpur, Jumat lalu, meminta Nirmala diberi perhatian khusus.
Hari ini Nirmala akan menuju kampung halamannya, 200 kilometer dari Kupang. "Kami akan menyerahkan secara resmi kepada keluarganya," kata Paul Liyanto, Ketua Asosiasi Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia Provinsi NTT. (Jems de Fortuna)
Sumber: Koran Tempo, 18 Januari 2008
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!