Saya meminjam judul artikel Pos Kupang, koran terkemuka di NTT yang terbit hari ini. Beberapa menit sebelumnya, saya mendapat short message service (SMS) dari Pak Pius Kia Tapoona langsung dari Lamelara. Nama desa nelayan di kaki Gunung Labalekan ini, sudah menembus dunia berkat tradisi penangkapan ikan paus alias lefa. Lamalera ini kampungnya Pak Pius, konsultan beken asuransi di Ibu Kota.
“Ama, saya ada di Lamelera. Lagi urus laut dibom terus sama nelayan luar Lamalera. Kemarin masuk Lamalera dan pulang Senin (3/8),” kata Pius kepada saya. Pos Kupang menulis, warga Lamalera, Lembata menyatakan keresahannya menyaksikan sejumlah nelayan luar daerah menggunakan bahan peledak (potasium) di perairan Lamalera. Mereka meminta pihak berwajib tidak tinggal pasif saja menyaksikan perilaku tidak terpuji ini.
Keresahan warga Lamalera itu disampaikan dua elemen masyarakat di Jakarta, yakni Forum Masyarakat Peduli Tradisi Penangkapan Ikan Paus Lamalera Jakarta dan Forum Masyarakat Lembata Jakarta. Keresahan itu dituangkan dalam sebuah pernyataan sikap tertanggal 26 Juli itu dikirim ke Redaksi Pos Kupang, Selasa (27/7/2009).
Kedua forum masyarakat ini melihat bahwa sejak akhir Mei 2009, tepatnya pasca diselenggarakan World Ocean Conference (WOC) di Manado, hingga dalam beberapa pekan terakhir ini, terjadi pemboman ikan dengan menggunakan bahan potasium yang dilakukan orang-orang yang tidak bertanggung jawab di sepanjang pantai Lamalera. Aksi tak terpuji itu bahkan mulai dari Tanjung Naga hingga Atadei (pesisir selatan Pulau Lembata).
Juru bicara forum, Bona Beding, kepada Pos Kupang melalui telepon dari Jakarta, kemarin, mengatakan, aksi para nelayan luar itu sama sekali tidak bisa ditolerir. Bona melukiskan, aksi penangkapan ikan menggunakan bahan peledak itu sangat merusak ekosistem di perairan selatan Lembata. Dia membayangkan, biota laut dan terutama terumbu karang akan hancur dan butuh waktu sangat lama untuk tumbuh kembali.
Bona tidak memastikan aksi itu dilakukan sebagai reaksi melawan warga Lamalera yang menolak penetapan perairan Lamalera menjadi kawasan konservasi, tetapi dia cuma mengatakan bahwa aksi itu menjadi begitu marak setelah diselenggarakan WOC di Manado, Mei lalu.
Dalam pernyataan sikapnya itu, forum ini menyampaikan dua hal. Pertama, pemboman ikan yang dilakukan secara massal oleh perahu-perahu dari luar Lamalera itu secara membabibuta, dan karenanya tidak bertanggung jawab karena merusak seluruh ekosistem laut Lamalera.
Perbuatan seperti itu adalah perbuatan melanggar hukum (illegal fishing). Oleh karena itu forum ini mengutuk dan menuntut pihak berwajib untuk menindak tegas pelaku-pelakunya, termasuk (jika ada) aktor intelektual di balik gerakan pemboman ini.
Kedua, forum sungguh sangat mengharapkan peran aktif para petugas dan penegak hukum untuk menindak tegas para pelakunya, karena jika aksi tak terpuji ini dibiarkan akan merusak ekosistem laut. Tindakan brutal macam ini dapat memicu tindak kekerasan lain yang pada gilirannya akan merusak relasi sosial masyarakat.
Sumber: pos-kupang.com, 30/7 2009
Ket foto: Dua nelayan Lamalera duduk di atas perahu sembari menyaksikan pemandangan laut yang kini dalam intaian para nelayan luar Lamalera yang membom ikan di perairan Lamalera. Foto: Ansel Deri
Ket foto: Dua nelayan Lamalera duduk di atas perahu sembari menyaksikan pemandangan laut yang kini dalam intaian para nelayan luar Lamalera yang membom ikan di perairan Lamalera. Foto: Ansel Deri
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!