Headlines News :
Home » » Frans Seda Bersama Bung Karno

Frans Seda Bersama Bung Karno

Written By ansel-boto.blogspot.com on Wednesday, January 06, 2010 | 10:57 AM

Bagi Franciscus Xaverius Seda atau Frans Seda, mantan Presiden Soekarno atau Bung Karno adalah idola. Karena itu, Frans Seda terharu saat bertemu Bung Karno tahun 1966. ”Saya sedikit menangis,” ujar Frans Seda. Mengapa? Soalnya Bung Karno bilang, ”Frans, mengapa kau turut mendongkel aku.”

Frans Seda mengungkapkan itu dalam suatu wawancara di Jakarta berkenaan dengan hari ulang tahunnya yang ke-70, 4 Oktober 1996. Frans Seda mengaku sangat dekat dengan Bung Karno. Bahkan, dia sudah bertemu dengannya saat kelas II SDK Ndao, Ende, Flores, tahun 1935. Frans bahkan berdeklamasi di depan Bung Karno. Bung Karno dibuang oleh pemerintahan kolonial Belanda ke Ende pada 1934-1938.

”Saya langsung memeluk Bung Karno. Ini bukan mendongkel Bung. Yang tidak kita setujui dan lihat, Pancasila dalam bahaya dengan adanya PKI (Partai Komunis Indonesia),” ujar Frans. ”Saya lalu bilang, sudahlah, Bung. Kami berantem membela Pancasila yang Bung wariskan,” lanjutnya.

Frans Seda terakhir kali bertemu Bung Karno tahun 1968. ”Kami semua dipanggil ke istana saat MPRS memutuskan Pak Harto ditunjuk sebagai pejabat presiden,” ujar Frans. Pada 21 Februari 1968 Bung Karno menyerahkan kekuasaan. ”Sebelum diturunkan sebagai presiden, pukul 19.00, kami dipanggil Pak Harto (Presiden Soeharto) ke istana. Bung Karno memanggil Pak Harto untuk membacakan surat keputusan,” lanjutnya.

Setelah pertemuan pertama tahun 1935, Frans bertemu lagi dengan Bung Karno tahun 1946 di Yogyakarta. Biasanya, sekali sebulan Bung Karno menerima laskar dari luar Jawa. ”Saat itu saya opsir dan letnan laskar Paraja. Saat ditanya siapa dari Flores, saya maju,” ujar Frans. Lalu, Bung Karno berkata, ”Saya teringat pernah mengunjungi sekolah dan disambut deklamasi.” Frans langsung bilang bahwa dia yang berdeklamasi saat itu. ”Bung Karno suruh saya ulangi lagi deklamasi itu. Baru sampai kuplet kedua, dia melanjutkan semuanya,” katanya.

Pertemuan dengan Bung Karno berlangsung lagi setelah Frans selesai belajar ekonomi di Katholieke Economische Hogeschool, Tilburg, Belanda, 1956. Saat pulang dari Belanda, masih di kapal, Frans dijemput Pak IJ Kasimo. Kongres Partai Katolik di Malang memilih Frans sebagai wakil ketua partai tersebut.

Aktif di Partai Katolik membuat Frans dekat lagi dengan Bung Karno. Bahkan, dia diminta menjadi menteri perkebunan dalam pemerintahannya. ”Saya dipanggil Bung Karno. Bung Karno bilang, mau bikin apa dengan perikanan?” tutur Frans. ”Kok tanya saya?” batin Frans.

Pada saat itu Bung Karno lantas bilang agar Frans jangan meninggalkan kota dan besok datang lagi.

Waktu keluar, Frans bertanya kepada staf di sana, apa maksudnya? Jadi menteri?

”Saya masuk lagi ke kamar Bung Karno. Saya tanyakan, kabarnya kami mau jadi menteri,” tanya Frans. ”Tunggu saja besok,” jawab Bung Karno.

”Saya bilang, saya Ketua Umum Partai Katolik yang beroposisi pada pemerintah, jadi saya sulit menjadi menteri,” ujarnya. Lalu, Bung Karno bilang, ”Peduli apa dengan Partai Katolik. Saya perlu kamu, bukan partai kamu.”

Tapi Frans tetap tegas. ”Saya ketua umum, moralnya di mana? Karena itu, saya minta waktu berunding dengan partai,” ujarnya. ”Boleh. Tapi ingat, kalau kamu tidak menerima, Bung akan marah,” kata Soekarno.

Frans Seda lalu mengadakan rapat darurat DPP Partai Katolik. Dia mengutarakan keinginan Bung Karno. Saat rapat, Jenderal Achmad Yani menelepon. ”Pak Frans harus terima. Kita sekarang harus membela Bung Karno terhadap PKI, yaitu dari dalam pemerintahan,” ujar Yani. Akhirnya kami setuju.

Partai harus meninggalkan oposisi. Hal itu tidak diumumkan, tetapi hanya bisa diterima berdasarkan program. Esoknya, Frans ke istana. ”Nah, Frans, kamu aku jadikan menteri perkebunan. Sanggup? Ini bukan seperti kebun kalian di Flores, hanya beberapa pohon kelapa. Kau harus urus kopi, teh, karet.”

Frans mulai lagi bertemu Bung Karno. ”Saya harus akui, selama itu dia selalu membela saya terhadap PKI. Meski saya menentang politiknya, dia selalu merangkul. Bung selalu bisa menerima,” ujar Frans.

Waktu Bung Karno meninggal pada 21 Juni 1970, Frans Seda berada di Singapura untuk mengurus Batam. Frans Seda meninggal pada 31 Desember 2009. Mereka mungkin bertemu lagi di sana. (Pieter P Gero)

Ket foto: Almahrum Frans Seda (gbr 1) dan Bung Karno (gbr 2).
Sumber: Kompas, 6 Januari 2010

SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger