Headlines News :
Home » » Safari Korupsi

Safari Korupsi

Written By ansel-boto.blogspot.com on Friday, January 29, 2010 | 11:38 AM

Oleh Ansel Deri
putra Lembata, tinggal di Jakarta


SEJUMLAH dugaan korupsi di Kabupaten Lembata, NTT terus terkuak belakangan ini. Tak terkecuali berita yang dilansir harian Pos Kupang dua pekan terakhir. Kasus-kasus itu terjadi sejak Lembata menjadi daerah otonom dan terus berlangsung hingga kini.

Kasus teranyar adalah korupsi di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lembata dan sejumlah proyek lain seperti pabrik es senilai Rp 877.214.791 yang berbuntut terbunuhnya Kepala Bidang Pengawasan Laut dan Pantai Yohakim Laka Loi Langoday secara sistematis. Kasus ini juga pernah dilaporkan ke Mabes Polri. Kini, kasus yang turut melibatkan anak seorang pejabat teras di Lembata ini tengah disidangkan.

Selain itu, kasus dugaan mark up harga dan pembentukan kelompok nelayan fiktif proyek pengadaan bibit rumput laut untuk para nelayan pada 2008 yang merugikan negara Rp 2 miliar (Pos Kupang, 19/1 2010).

Jika dikalkulasi - sejak otonomi - bisa dipastikan jumlah uang rakyat yang digasak koruptor bernilai ratusan miliar. Sekadar diingat saja. Dugaan korupsi APBD Lembata Tahun 2004 sebesar Rp 94,8 miliar. KPK pun sudah mencatat laporan itu.

Penjilat

Seorang rekan jurnalis menceritakan pengalaman menarik. Ia mengemukakan, seorang pejabat di sebuah unit harus mencium tangan atasannya setiap kali bertemu. Juga tangan istri atasan.

Hal itu dilakukan sang pejabat demi mengamankan posisi yang dipercayakan kepadanya. Juga dalam rangka menyuburkan perselingkuhan kekuasaan yang bukan tidak mungkin berpotensi pada korupsi berjemaah.

Tipikal pejabat tak lebih dari seorang penjilat, oportunis yang tanpa sadar tengah memenjarakan rakyat di tepian lain kekuasaan dan jabatannya. Ia tak sadar bahwa setiap jabatan yang diemban sesungguhnya adalah amanah rakyat.

Pada pidato menyambut Hari Antikorupsi se-Dunia yang jatuh setiap 9 Desember di Istana Negara Jakarta, Selasa (8/12 2009), Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan bahwa korupsi adalah musuh bersama.

Memberantas korupsi tidak saja untuk menyelamatkan setiap rupiah uang rakyat, namun juga untuk membangun sebuah kesadaran baru bahwa korupsi adalah pengkhianatan terhadap amanat penderitaan rakyat.

Korupsi adalah perbuatan tercela secara moral, etika, dan agama. Korupsi adalah sebuah kejahatan yang menimbulkan kerugian luar biasa bagi generasi sekarang dan yang akan datang.

Korupsi adalah tindakan asosial dan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. Korupsi adalah sebuah keonaran yang menghancurkan nilai-nilai dan solidaritas kemanusiaan. Karena itu, ia (korupsi) menjadi musuh bersama.

Samuel P Huntington dalam Culture Matters: How Values Shape Progress, mengaitkan antara budaya dan korupsi. Kata Huntington, jika korupsi diterima sebagai budaya atau terkait dengan budaya, maka faktor kepemimpinanlah yang akan menentukan.

Kepemimpinan yang kokoh dan kondisi sosial yang melawan korupsi bisa menjadi bekal perang melawan korupsi (2000). Apakah faktor kepemimpinan (termasuk masyarakat) melawan korupsi di Lembata telah memainkan peran sosial-politiknya, masih jadi tanda tanya.

Mencemaskan

Sejak otonomi, korupsi di Lembata menggurita. Kondisi ini sangat mencemaskan. Setiap tahun trilunan dana APBN sudah digelontorkan ke daerah itu. Namun, pembangunan jalan di tempat.

Bahkan seorang pejabat bisa berambisi dan nyaris berkelahi dengan rekannya, sekadar mendapatkan dua atau tiga SPPD sekaligus untuk sekali perjalanan dinas. Belanja keuangan daerah seperti berbelanja ke pasar tanpa perencanaan.

Upaya pengawasan terhadap jalannya pembangunan Lembata terus dilakukan sejumlah elemen. Salah satunya, setahu saya, Flores Corruption Watch pimpinan Piter Bala Wukak. Ini tentu menggembirakan.

Di tingkat masyarakat? Masih menjadi pertanyaan. Oleh karena korupsi seolah sudah menjadi tradisi dan sulit diberantas, maka banyak orang pesimis, putus asa, apatis, tidak peduli atau masa bodoh.

Lebih berbahaya lagi jika ada yang menganggap korupsi itu hal yang lumrah. Kemudian diterima sebagai realitas, kebutuhan, bahkan keharusan. Apalagi, kondisi ini diperparah lagi sikap yang memandang bahwa perjuangan untuk memberantas korupsi adalah usaha yang sia-sia saja.

Di mata advokat dan pengacara senior, Adnan Buyung Nasution, korupsi adalah tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia HAM (crime against humanity). Oleh karena itu, Abang (sapaan akrabnya) meminta agar para pelaku dihukum mati (Tempo Interaktif, 1/11 2003).

Hukuman mati memang masih jadi perdebatan. Tapi, korupsi yang telanjang di depan mata adalah tindakan keji dan biadab yang mengakibatkan terampasnya hak-hak asasi rakyat. Mulai dari hak memperoleh pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, papan dan sederet hak lainnya yang harus dipenuhi pemerintah sebagai kewajiban mendasar terhadap rakyat/warga negaranya.

Dalam konteks Lembata hak rakyat dan kewajiban negara (baca: pemerintah) kerap gagal untuk dipenuhi dan ditunaikan karena tindakan biadab koruptor. Presiden SBY juga sudah menabuh genderang perang terhadap koruptor, tetapi eksistensi dan kebiadaban para koruptor tetap ada dan makin menggila.

Safari korupsi di Lembata sepertinya tak pernah surut. Ia (korupsi) menyelinap di antara berbagai regulasi hukum pemberantasan tindak pidana korupsi. Kini saatnya masyarakat Lembata tak hanya melakukan moratorium korupsi tetapi sekaligus menabuh genderang perang demi kemajuan lewotana, kampung halaman.
Sumber: Pos Kupang, 29 Januari 2010
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger