Headlines News :
Home » » Adonara Mulai Kondusif: Tokoh Adat Lamahala-Horowura Siap Berdamai

Adonara Mulai Kondusif: Tokoh Adat Lamahala-Horowura Siap Berdamai

Written By ansel-boto.blogspot.com on Friday, March 12, 2010 | 1:11 PM

Tokoh adat dari pihak Desa Lamahala dan Horowura, Kecamatan Adonara Timur, Flores Timur, yang sejak Minggu (7/3/2010) terlibat perang tanding siap rujuk. Walau demikian, warga di dua desa tersebut masih bersitegang soal pembagian batas wilayah.

Pihak Lamahala menginginkan ada pembagian jelas batas wilayah yang disengketakan, sementara pihak Horowura menginginkan tidak ada pembagian batas wilayah. Batas wilayah yang selama ini dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tersebut dijadikan batas keluarga untuk diolah secara bersama-sama sebagaimana perjanjian 'Nayo Baya'.

Untuk diketahui, perjanjian 'Nayo Baya' adalah perjanjian yang berlangsung dalam sejarah nenek moyang antara warga Desa Lamahala dan warga Desa Harowura bahwa kedua desa tersebut bersaudara. Sehingga lahan yang digarap adalah milik bersama yang diolah secara bersama.

Kapolres Flores Timur, AKBP Drs. Muhammad Syamsul Huda, yang dihubungi di ruang kerjanya, Kamis (11/3/2010), mengatakan, dari hasil tim negosiasi yang dilakukan di dua desa di Horowura oleh Wakapolres Flores Timur dan ke Lamahala oleh Dandim Flores Timur terungkap bahwa kedua belah pihak melalui tokoh adatnya menyatakan siap berdamai. Namun, terkait tanah sengketa kedua belah pihak belum ada kesepakatan.

"Hasil negosiasi ini akan dibicarakan lagi di tingkat muspida dan selanjutnya mencari solusi untuk menyelesaikan konflik yang sedang terjadi. Karena khusus untuk sengketa tanah, masing-masing desa masih bertahan soal pembagian. Dari Lamahala menginginkan pembagian batas wilayah sebagaimana pilar yang sudah dipatok oleh warga Lamahala dengan menggunakan tanda batu dan papan walau papannya sudah hilang menjadi batas wilayah Lamahal sedangkan dari Horowura mengatakan tetap pegang prinsip 'Lein Lau (Lamahala) dan Werang Rae' (Horowura) atau menginginkan agar perjanjian 'Nayo Baya' tetap menjadi pegangan sehingga batas wilayah itu tetap dikelola bersama sebagai 'kaka arin' (saudara)," kata Huda.

Walau demikian, Huda mengakui saat ini kedua belah pihak dilarang ke daerah sengketa agar tidak terjadi lagi konflik yang mengakibatkan banyak korban. "Kita berusaha untuk melakukan mediasi untuk kedua belah pihak agar menahan diri. Ini agar tidak ada lagi korban. Karena itu, dari sisi keamanan anggota polisi termasuk Brimob yang di BKO-kan Polda berjaga di kedua wilayah anatara lain di Horowura dan perbatasan segitiga Bronjong antara Waiwerang-Horowura dan Lamahala. Anggota Brimob juga membangun posko untuk tinggal," katanya.

Terkait akar masalah yang memicu konflik antara kedua desa, Huda menuturkan, berawal dari ratusan pohon pisang, jagung dan lainnya yang ditanam dalam wilayah perbatasan tersebut ditebang. "Polisi sedang menyelidiki siapa yang menebang ratusan pohon di dalam wilayah perbatasan tersebut. Karena ini juga merupakan salah satu pemicu konflik," katanya. (iva)
Sumber: Pos Kupang, 12 Maret 2010
Foto ilustrasi: Pesona Gunung Boleng di Pulau Adonara, Flores Timur, NTT, yang selalu memikat pengunjung. Namun, di pulau ini pula konflik antarkampung kerap merebak. Foto: dok.www.adonara.17april.com
SEBARKAN ARTIKEL INI :

1 comment:

  1. Seorang teman pernah menyampaikan sama saya ' bilang sama orang kamu, sekarang sudah jaman modern, kuno kalau perang masih pakai parang, tombak, dan panah. Pakai dong bom, sekali meledak banyak yang jadi korban'.

    Saya bilang orang saya adalah 'bangsa' pemberani, kalaupun dengan senjata apa adanya mereka ingin membela kebenaran dan keadilan.

    Saya mengimbau kepada para intelektual Adonara supaya segera adakan penelitian dan pengkajian
    ke arah perubahan paradigma generasi. Salam.

    ReplyDelete

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger