Munculnya Sekretariat Gabungan Koalisi dan penunjukan Aburizal Bakrie sebagai ketua harian menimbulkan spekulasi bahwa peran politik Hatta Rajasa kini dipagari. Hatta, yang pernah menjadi ketua tim sukses SBY-Boediono, tak lagi memotori partai koalisi. Ia pun seperti pasrah. "Saya menganggap posisi menteri sudah cukup bagus," katanya.
Namun Hatta tetap layak diperhitungkan. Perannya masih juga terasa dalam penunjukan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Kamis pekan lalu. Sumber Tempo mengatakan Hatta ikut hadir tatkala Presiden Yudhoyono bertemu dengan Agus di Singapura, Senin pekan lalu. Rombongan kepresidenan yang lain, termasuk wartawan, luput mencium pertemuan segitiga itu.
Memang banyak pertanyaan yang pantas ditujukan kepada sosok yang satu ini. Jumat pekan lalu, di kantor Menteri Koordinator Perekonomian di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta, Hatta menerima Nugroho Dewanto, Yandi M. Rofiyandi, dan fotografer Suryo Wibowo dari Tempo. Disertai beberapa keterangan background dan off the record, dia membeberkan proses penunjukan Menteri Keuangan baru dan prosedur kerja Sekretariat Gabungan.
Dengan lugas Hatta juga menyatakan tak mengizinkan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu mengundurkan diri. Atasan, menurut dia, punya kewenangan menerima atau menolak pengunduran diri bawahan. Setelah wawancara, Hatta langsung bertolak ke Bandung untuk menghadiri Kongres II Partai Demokrat.
Anda ikut dimintai pendapat oleh Presiden Yudhoyono sebelum memilih Agus Martowardojo sebagai Menteri Keuangan. Penilaian apa yang Anda sampaikan tentang Agus kepada Presiden?
Saya melihat sosok Agus Martowardojo ini sukses mengkonsolidasi Bank Mandiri, yang merupakan gabungan empat bank. Pada waktu itu hampir bisa dikatakan Bank Mandiri ibarat kapal tanker atau kapal induk yang mau tenggelam. Kredit macetnya sangat tinggi dan para pemilik perusahaan yang kreditnya macet juga bukan orang sembarangan. Perlu leadership yang kuat, keberanian mengambil keputusan, serta memiliki kemampuan manajerial.
Anda menilai Pak Agus sukses menurunkan kredit macet di Bank Mandiri?
Ya, dia mampu mengkonsolidasi empat bank menjadi satu kekuatan tersendiri. Tak hanya itu, dia juga mampu menurunkan kredit macet dan memaksa pemilik perusahaan membayar, restrukturisasi, atau apa pun namanya. Jelas itu bukan pekerjaan ringan. Dia juga sangat mampu menaikkan aset Bank Mandiri.
Tentang kebijakan terhadap sektor riil?
Saya melihat Pak Agus memiliki kepekaan terhadap sektor riil, karena dia bergelut di situ. Saya menginginkan ekonomi makro baik, dan sektor riil juga bergerak. Napas pertumbuhan ekonomi itu tak hanya pertumbuhan, tapi juga penyerapan lapangan kerja yang tinggi. Hal itu bisa tercapai kalau sektor riil kita bergerak di semua lapisan, menengah ke bawah sampai atas. Bergerak semua. Dengan begitu, kita akan mengalami pertumbuhan positif atau pertumbuhan berkualitas.
Anda merasa akan bisa bekerja sama dengan Menteri Keuangan baru?
Ya, beliau komunikasinya enak. Terbuka dan blak-blakan. Artinya, saya merasa bisa bekerja sama dengan baik. Sebagai menteri koordinator yang memecahkan masalah inter-kementerian, ini akan enak. Contohnya ketika selesai serah-terima jabatan, saya bertemu dengan Menteri Kepala Bappenas Armida Salsiah Alisjahbana dan Pak Agus. Saya katakan perlunya duduk bersama dan melihat lagi efektivitas proyek pembangunan di daerah dan anggaran. Jadi kita menginginkan fokus pada seluruh program pemerintah yang menimbulkan efek terhadap pertumbuhan, kesejahteraan, dan sebagainya.
Selain Menteri Perekonomian, Wakil Presiden dimintai masukan oleh Presiden. Apakah semuanya bulat mendukung Agus Martowadojo?
Ada beberapa nama lain yang di-exercise dan didiskusikan. Tapi prinsipnya sama.
Anda termasuk yang mengusulkan Agus Martowardojo sebagai Menteri Keuangan?
Hampir semua sepakat. Presiden sendiri terbuka mengatakan setelah mendengar masukan dari Wakil Presiden dan Menteri Perekonomian. Memang kami menyampaikan masukan itu. Walaupun saya meyakini Presiden juga memiliki keinginan sama. Pak Agus masuk radar Presiden, Wakil Presiden, dan saya.
Sebelumnya Agus Martowardojo juga pernah dicalonkan menjadi Gubernur Bank Indonesia. Presiden punya kedekatan pribadi dengan dia?
Sebetulnya tak ada kedekatan pribadi antara Presiden dan Pak Agus. Presiden lebih melihat performance saja.
Apa tugas berat Menteri Keuangan baru?
Saya mengharapkan adanya pengamanan penerimaan negara, karena darah APBN itu dari pajak. Karena itu, tim di Direktorat Pajak perlu bekerja keras. Lalu pengelolaan utang negara dengan baik, sehingga kalau menerbitkan surat utang negara (SUN) itu jangan dengan bunga tinggi. Selanjutnya, pengelolaan APBN, kebijakan fiskal lebih pruden dengan komunikasi intensif bersama kementerian dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Soal pajak, Sri Mulyani gencar menyuarakan reformasi pajak. Namun muncul kasus Gayus. Bagaimana membenahinya?
Terkuaknya kasus Gayus ini merupakan pembelajaran luar biasa bagi kalangan internal pajak. Saya yakin, orang baik jauh lebih banyak ketimbang yang tak baik di Direktorat Jenderal Pajak. Karena itu harus pandai melihat karakter tak baik ini. Jangan tanggung-tanggung, diamputasi saja. Manajemen harus melihat karakter orang itu berbahaya atau tidak.
Bagaimana dengan pengelolaan APBN?
Pak Agus harus berkomunikasi intensif dengan DPR dan kolega sesama menteri. Para menteri inilah yang menyusun rencana kerja kementerian masing-masing dan anggarannya. Saya berharap tidak business as usual. Saya berharap jauh sebelumnya ada semacam retreat di antara para menteri. Kita cek dan uji betul, perlu atau tidak, efektif atau tidak. Terbuka saja. Apakah bisa diarahkan ke pos yang bisa menimbulkan dampak besar terhadap pertumbuhan atau kesejahteraan daerah. Kita juga melihat apakah ada daerah tertentu yang termarginalkan sehingga perlu diintervensi dengan fiskal. Di situlah menteri bisa melihat dan merelakan. Sektor itu lebih penting, maka kita alirkan ke situ. Itu yang kita harapkan.
Masalah yang berulang di anggaran adalah penyerapan rendah pada bulan-bulan awal lalu jorjoran pada bulan-bulan akhir?
Memang itu masih sering terjadi juga, walaupun kadang karena mismatch antara progres dari pencapaian proyek dan pembayaran telat. Saya bersama Pak Agus membicarakan mekanisme ketika APBN berjalan dan kementerian melaksanakan programnya. Saya ingin Menteri Keuangan bisa melihat tak hanya di ujung, tapi saat berjalan juga bisa dilihat dengan baik. Sering kali pekerjaan mencapai 50 persen tapi spending-nya 20 persen. Nanti menumpuknya setelah kuartal keempat. Kita tak mau melonjak pada kuartal keempat. Jadi ada proporsional anggaran untuk realisasi tersebut.
Soal pengunduran diri Anggito Abimanyu, betulkah karena tak ada pemberitahuan tentang pembatalan penunjukannya sebagai Wakil Menteri Keuangan?
Saya bisa memahami kekecewaan Anggito. Saya sudah ketemu dan mengatakan, "Pak Anggito, saya keberatan you mengundurkan diri." Bagaimanapun dia adalah orang yang memiliki kemampuan, pekerja keras, dan memiliki integritas. Bapak Presiden sudah memberikan arahan supaya saya segera bicara dengan Pak Anggito. Saya katakan kepada Anggito, Presiden sudah menunjuk menteri dan wakil menteri. Tak ada kaitan dengan proses politik. Tak ada satu hal pun terkait dengan isu like and dislikes.
Benarkah tak ada hubungannya dengan politik?
Sama sekali tak ada hubungannya dengan politik, apalagi dicalonkan oleh partai politik tertentu. Secara eksplisit saya mengatakan tak setuju pengunduran dirinya. Saya sarankan dan minta Anggito tetap bekerja. Bila pegawai negeri sipil mundur, atasannya punya kewenangan menerima atau menolak. Jadi, kalau seseorang mengundurkan diri tapi belum direspons atasannya, berarti yang bersangkutan masih pejabat.
Soal Sekretariat Gabungan Partai Koalisi, bila melihat proses pengangkatan Menteri Keuangan, tetap saja yang dimintai pendapat adalah Wakil Presiden dan Menteri Koordinator Perekonomian, bukan Sekretariat Gabungan?
Ya, memang desainnya bukan seperti yang digambarkan orang. Seakan-akan ada pelimpahan kewenangan dari Presiden ke Sekretariat Gabungan, sehingga Sekretariat Gabungan bisa memanggil menteri. Presiden sudah menegaskan sebelum berangkat ke Malaysia bahwa tidak ada pemberian wewenang. Saya merasa Sekretariat Gabungan diperlukan untuk fungsi koordinasi pemerintah dengan Dewan. Semua partai koalisi ada dalam sekretariat sehingga lebih mudah berkomunikasi. Bukan berarti semua kebijakan di kementerian digodok di sekretariat. Sekretariat merupakan jembatan di luar konteks kebijakan pemerintahan.
Sebelumnya ada informasi setelah pertemuan di Cikeas bahwa Sekretariat Gabungan tidak hanya mengamankan tapi ikut merumuskan kebijakan pemerintah sehingga bisa memanggil menteri?
Saya kira tak begitu. Penjelasan Presiden sudah sangat jelas. Kita memerlukan Sekretariat Gabungan dan saya mendukung Pak Aburizal Bakrie di situ. Tapi konteksnya bukan memanggil menteri dan merumuskan kebijakan. Perumus kebijakan itu Presiden. Wakil Presiden pun tidak, kecuali Presiden memberikan otoritas. Istilah pemanggilan itu memiliki aspek atasan-bawahan. Yang bisa memanggil menteri hanya Presiden dan Wakil Presiden. Dewan Perwakilan Rakyat pun konteksnya tak memanggil tapi mengundang.
Anda bersedia datang bila diminta oleh Ketua Harian Sekretariat Gabungan?
(Hanya tersenyum.)
Bagaimana bila diundang hadir untuk berdiskusi?
Saya selalu bersedia dan melakukan diskusi. Itu pekerjaan saya bertahun-tahun. Tapi bukan memanggil. Kalau memanggil terkesan memanggil bawahan. Istilah memanggil itu ada unsur subordinasi. Saya akan datang berdiskusi bila waktunya tepat.
Bukankah sebelumnya Anda yang melaksanakan fungsi koordinasi partai koalisi?
Saya bisa paham karena waktu itu saya bukan ketua partai. Saya pun tak pernah secara formal ditetapkan sebagai ketua. Saya hanya mengambil peran karena saya di Sekretariat Negara sampai menjadi ketua tim sukses. Ingat, saya bukan ketua partai waktu itu. Ketika saya menjadi ketua partai, tentu ada hambatan psikologis. Apalagi sekarang sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, yang bebannya berat dan bisa menimbulkan spekulasi macam-macam.
Setelah menjadi ketua umum partai, bukankah legitimasi Anda justru lebih besar untuk menjalankan fungsi koordinasi?
Saya kira, pertama, saya sebagai Menteri Koordinator Perekonomian. Kedua, bagaimanapun Golkar sebagai partai besar. Ketiga, saya tak pernah mau bertanya kepada diri sendiri mengapa si A, si B, si C yang ditunjuk. Pokoknya Presiden menetapkan, kita jalankan saja. Saya menganggap posisi menteri sudah cukup bagus. Tanpa mengurangi peran saya untuk mengatakan sesuatu dalam Sekretariat Gabungan ini.
Apa posisi Anda sekarang di Sekretariat Gabungan partai koalisi itu?
Saya anggota biasa saja.
Bagaimana hubungan pribadi Anda dengan Ketua Harian Sekretariat Gabungan Aburizal Bakrie?
Baik-baik saja. Ini kan karena komplikasi politik kasus Bank Century yang membuat sejumlah orang berbeda pendapat. Saya termasuk pembela kebijakan Bank Century dan tak akan goyah. Saya meyakini betul bahwa kebijakan itu benar. Saya yakin betul apa yang dilakukan Bu Sri Mulyani dan Pak Boediono benar. Ada komplikasi di sini. Lalu Sri Mulyani mengundurkan diri dan lain-lain. Jadinya agak sedikit ramai. Padahal tak ada apa-apa.
Sumber: Tempo, edisi 24 Mei 2010
Ket foto: Hatta Radjasa bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (gbr 1) dan Ketua DPR RI Marzuki Alie (gbr 2). Foto: dok.google.co.id
Ket foto: Hatta Radjasa bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (gbr 1) dan Ketua DPR RI Marzuki Alie (gbr 2). Foto: dok.google.co.id
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!