Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal
Untuk pertama kalinya pada 16 Agustus lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato kenegaraan pada sidang bersama DPR dan DPD. Sebelumnya, pidato kenegaraan tersebut dilakukan secara terpisah. Kini dilaksanakan sidang bersama antara DPR dan DPD, sebagai implementasi Pasal 199 dan Pasal 268 UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pada siang harinya, Presiden menyampaikan pidato penyampaian keterangan pemerintah atas RUU APBN 2001 beserta nota keuangannya dalam rapat paripurna DPR yang dihadiri pula oleh DPD.
Pidato kenegaraan dan pidato penyampaian RUU APBN beserta nota keuangannya merupakan konvensi dalam sistem ketatanegaraan. Kita menyambut gembira dan memberikan apresiasi yang tinggi atas peristiwa kenegaraan yang adiluhung tersebut.
Baik saat Presiden Yudhoyono menyampaikan pidato kenegaraan di sidang bersama DPR dan DPD maupun pada pidato presiden penyampaian keterangan pemerintah atas RUU APBN 2001 beserta nota keuangannya, saya menyimak secara saksama apa yang disampaikan Presiden.
Ada beberapa hal yang saya catat dalam pidato kenegaraan. Pertama, Presiden menyatakan bahwa kini kita memasuki reformasi gelombang kedua setelah kita berhasil melaksanakan Pemilu 2009. Reformasi gelombang kedua ini mempunyai aspek ganda, yaitu perubahan dan kesinambungan. Tujuan reformasi gelombang kedua ini bukan untuk mengubah haluan, namun untuk mempertegas. Bukan untuk memperlambat, namun justru memacu laju perubahan.
Kedua, selain mengemukakan tentang identifikasi sumbatan (debottlenecking) yang dilaksanakan pada program 100 hari, reformasi birokrasi, pemberantasan mafia hukum, dan politik luar negeri yang bebas, aktif, dan transformatif, Presiden menyampaikan tentang pilar-pilar utama dalam membangun bangsa dan negara ini, yaitu kesejahteraan, demokrasi, dan keadilan.
Saya kira apa yang dikemukakan Presiden sangatlah tepat bahwa pembangunan kita harus mengarah pada ketiga pilar tersebut. Pilar pertama, menciptakan dan mewujudkan kesejahteraan merupakan raison d'etre berdiri dan dibentuknya negara ini. Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa tujuan dibentuknya negara adalah 'untuk memajukan kesejahteraan umum'. Oleh karena itu, mengutip pidato Presiden, pembangunan yang kita lakukan adalah 'pembangunan untuk semua' (development for all), yaitu pembangunan yang inklusif untuk seluruh lapisan masyarakat, baik bagi mereka yang di kota maupun di desa.
Pilar kedua adalah demokrasi. Kita percaya dan yakin bahwa dalam membangun bangsa dan negara harus tetap pada pilar demokrasi, bukan pada pilar lain, yakni nondemokrasi atau anti pada demokrasi. Kita yakin bahwa dengan kita memilih sistem demokrasi dalam membangun bangsa dan negara ini, kesejahteraan dapat diraih. Demokrasi yang kita praktikan harus dapat memberikan output bagi rakyat. Karenanya, seperti dikatakan Presiden, "Demokrasi multipartai yang kita miliki saat ini haruslah makin mampu menghasilkan proses-proses politik yang tidak saja demokratis, namun juga efektif. Sistem multipartai dan presidensial yang telah kita kukuhkan dalam konstitusi haruslah membawa kemaslahatan bagi rakyat."
Pilar pembangunan ketiga adalah keadilan. Menciptakan dan mewujudkan keadilan merupakan tujuan utama dari pembangunan. Sebab, kesejahteraan tanpa keadilan hanya angan-angan belaka, begitu juga keadilan tanpa kesejahteraan tidak memiliki makna apa-apa. Karenanya, pembangunan yang kita lakukan mesti menghasilkan kesejahteraan dan keadilan. Seperti dikatakan Presiden, "Tanpa keadilan, pembangunan dan demokrasi kita akan terpasung. Keadilan harus dihadirkan bagi semua warga negara Indonesia, tanpa diskriminasi dalam bentuk apa pun. Maknanya, keadilan harus diberikan untuk semua (justice for all)."
Daerah tertinggal
Pidato presiden tentang penyampaian keterangan pemerintah atas RUU APBN 2001 beserta nota keuangannya membuat saya surprised. Betapa tidak. Pada pidato kenegaraan, Presiden sudah mengemukakan tentang 11 skala prioritas RPJM Nasional, yang di antaranya adalah skala prioritas pembangunan daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik. Dalam pidato RUU APBN dan nota keuangan, Presiden lebih banyak lagi fokus dan perhatian pada daerah-daerah tertinggal.
Saya sebagai menteri yang dipercaya Presiden yang bertugas membantu mempercepat pembangunan di daerah-daerah tertinggal tentu sangat senang dan gembira dengan isi pidato tersebut. Poin-poin yang bisa saya catat yang disampaikan Presiden terkait dengan daerah tertinggal, baik secara langsung maupun tidak langsung, adalah sebagai berikut.
Pertama, strategi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan yang bertumpu pada empat pilar, yaitu pro pertumbuhan ekonomi (pro-growth), pro penciptaan lapangan kerja (pro-job), pro pemberantasan kemiskinan (pro-poor), dan prolingkungan hidup (pro-environment). Kedua, membangun jaringan keterhubungan antarwilayah (domestic connectivity) termasuk pembangunan infrastruktur di kawasan timur Indonesia, daerah perbatasan, daerah terpencil, dan pulau-pulau terluar.
Ketiga, prioritas anggaran Kementerian Pekerjaan Umum difokuskan pada pembangunan infrastruktur, meningkatkan lingkungan hunian masyarakat untuk 1.500 desa di pulau kecil, desa tertinggal, dan terpencil. Keempat, melalui Kementerian Pendidikan Nasional, pemerintah akan menurunkan disparitas partisipasi dan meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan antara wilayah, gender, dan sosial ekonomi, serta antarsatuan pendidikan.
Kelima, penambahan lima bidang baru dalam dana alokasi khusus (DAK), yaitu bidang transportasi perdesaan, sarana dan prasarana kawasan perbatasan, listrik perdesaan, perumahan dan permukiman, serta keselamatan transportasi. Pengalokasian DAK mempertimbangkan karakteristik kewilayahan, dengan memperhatikan daerah tertinggal, wilayah perdesaan, dan wilayah perbatasan dengan negara lain.
Keenam, dalam RPJM Nasional 2010-2014, ditekankan pembangunan yang inklusif berbasis kewilayahan, yaitu: (1) mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatra; (2) meningkatkan keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antarpulau guna mendukung perekonomian domestik; (3) meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan setiap daerah; (4) mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar, dan daerah rawan bencana; (5) mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor kelautan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu daerah dikatakan tertinggal, yaitu karena letak geografis relatif terpencil dan sulit dijangkau, potensi sumber daya alam relatif kecil atau belum dikelola dengan baik, kualitas sumber daya manusia relatif rendah, kondisi infrastruktur sosial ekonomi kurang memadai, kegiatan investasi dan produksi yang rendah, dan beberapa daerah merupakan daerah rawan bencana alam dan rawan konflik, baik secara vertikal maupun horizontal.
Dalam rangka memperbaiki daerah tertinggal tersebut, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, seperti yang kerap saya kemukakan, berbasis pada perdesaan (based on village) dengan program bedah desa. Instrumen yang dilakukan mencakup penyediaan bantuan pembangunan daerah tertinggal dan khusus, pembangunan infrastruktur perdesaan bagi pembukaan keterisolasian daerah, pengembangan kawasan produksi, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah, pengembangan jaringan ekonomi dan prasarana antarwilayah, dan pengembangan wilayah perbatasan (termasuk pulau kecil terluar).
Dengan perhatian Presiden yang tinggi terhadap daerah-daerah tertinggal, pembangunan dan pengentasan daerah tertinggal akan semakin cepat sehingga pada akhir 2014 paling sedikit 50 daerah tertinggal terentaskan akan berhasil. Saya berharap seluruh stakeholder, termasuk kementerian dan lembaga (K/L) terkait, bersama-sama fokus membangun dan mengentaskan daerah tertinggal sebagaimana arahan Presiden tersebut. Semoga!
Sumber: Media Indonesia, 25 Agustus 2010
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!