Headlines News :
Home » » Telepon Penting Ustad Abu

Telepon Penting Ustad Abu

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, August 16, 2010 | 10:33 AM

ABU Bakar Ba'asyir bertahan di mobil Kijang yang membawanya. Lelaki 72 tahun itu menolak permintaan polisi untuk turun. Di depan kantor Kepolisian Resor Kota Banjar, Jawa Barat, Senin pagi pekan lalu, puluhan polisi menghadang rombongan yang berangkat dari Bandung.

Selain Ba'asyir, di dalam mobil ada istrinya, Aisyah binti Abdurrahman, 64 tahun. Bersama rombongan, mereka dalam perjalanan pulang menuju Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Pada Ahad malam, Ba'asyir berceramah di Masjid Agung Tasikmalaya, di hadapan 350 anggota Jamaah Ansharut Tauhid, yang ia dirikan setelah meninggalkan Majelis Mujahidin Indonesia.

Di antara para pencegat ada pasukan Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Indonesia. Mereka terus meminta Ba'asyir turun. Adu mulut terjadi. Seorang pencegat tiba-tiba memecahkan kaca depan mobil. Baru setelah itu, Ba'asyir bersedia keluar. Ia langsung digiring ke kantor polisi.

Dua hari ditahan, Ba'asyir ditetapkan menjadi tersangka. Ia bertahan dengan sikapnya: sejak pemeriksaan pertama, Ba'asyir menolak memberikan keterangan. Hanya satu pertanyaan yang ia jawab, yakni ketika penyidik menanyakan tempatnya ditangkap. "Di depan Polres Banjar," kata Achmad Michdan, koordinator Tim Pembela Muslim, menirukan Ba'asyir.

RIWAYAT Ba'asyir selalu "dekat" dengan polisi. Dikejar aparat Orde Baru, ia lari ke Malaysia pada 1985. Bersama rekannya, Abdullah Sungkar, ia mendirikan Pesantren Lukmanul Hakiem di Johor Bahru. Mereka diduga terlibat pengiriman para aktivis ke Afganistan untuk berperang melawan pasukan Uni Soviet.

Pada awal 1993, Sungkar dan Ba'asyir mendirikan Jamaah Islamiyah-meski selama ini Ba'asyir terus membantah. Jamaah mengumpulkan alumnus Afganistan. Ba'asyir kembali ke Ngruki setelah Soeharto tumbang. Ia pun mendirikan Majelis Mujahidin Indonesia dan menjadi amirnya.

Ba'asyir dicurigai mendalangi teror ketika para aktivis Jamaah Islamiyah mengebom Bali pada 12 Oktober 2002. Polisi menciduknya. Ia dituduh ikut dalam perencanaan teror yang menewaskan 202 orang itu. Tapi, di pengadilan, ia hanya dinyatakan terbukti melanggar Undang-Undang Keimigrasian. Ia dihukum satu setengah tahun penjara dan dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur.

Keluar dari penjara, kegiatan Ba'asyir tak surut. Terlibat konflik di Majelis Mujahidin Indonesia, ia memilih keluar. Setelah itu, ia mendirikan Jamaah Ansharut Tauhid. Setelah itu, ia selalu dalam radar polisi.

Satu panggilan telepon diterima Ba'asyir pada Februari 2009. Di ujung sana, Ubaid, seorang aktivis Jamaah menyampaikan pesan penting. "Dulmatin ingin bertemu Ustad Abu," kata Ubaid, yang ditangkap Detasemen Antiteror, Maret lalu, seperti tertulis dalam dokumen pemeriksaan polisi.

Ubaid al-Lutfi Haidaroh merupakan alumnus Pesantren Ngruki. Ia pernah dihukum tiga setengah tahun penjara dengan tuduhan menyembunyikan Noor Din Mohammad Top, buron tersangka teroris ketika itu. Ia kembali ditangkap setelah terlibat pelatihan militer di Aceh. Adapun Dulmatin adalah buron tersangka teroris yang ditembak mati di Pamulang, 9 Maret lalu.

Sumber Tempo mengatakan, beberapa hari setelah telepon, Dulmatin dan Ubaid bertemu dengan Ba'asyir di sebuah rumah toko di Ngruki. Pertemuan berlangsung hanya seperempat jam, tapi memutuskan hal penting: rencana menggelar pelatihan militer di wilayah Aceh. "Ba'asyir kemudian meminta Dulmatin bertemu Abu Tholut untuk mempersiapkannya," kata sumber itu. Abu Tholut alias Mustafa juga bukan orang baru. Ia pernah disergap pasukan antiteror pada 2003.

Dalam dokumen itu disebutkan, Ba'asyir memberikan Rp 180 juta dan US$ 5.000 kepada Ubaid pada November 2009 di Surakarta. Thoib, bendahara Jamaah Ansharut Tauhid, menyerahkan Rp 25 juta ke orang yang sama. Dana ini dipakai Dulmatin untuk menyiapkan kegiatan pelatihan.

Setelah uang di tangan, Ubaid ditemani Machfud, tersangka lain, berangkat ke Jakarta dengan bus Rosalia Indah. "Mereka turun di terminal Lebak Bulus, lalu mengantarkan uang ke kontrakan Dulmatin di Ciputat," tertulis dalam dokumen itu.

Melalui Ubaid, Dulmatin kembali meminta bantuan dana ke Ba'asyir. Pertengahan 2009, Ubaid bertandang ke rumah Ba'asyir untuk mengambil uang. "Saat itu Ba'asyir memberikan uang Rp 5 juta dan meminta Ubaid kembali menemui Thoib, yang menyerahkan Rp 10 juta." Terakhir, Dulmatin mendapat kucuran dana dari Thoib sebesar Rp 10 juta pada awal 2010.

Menurut penyidikan polisi, Ba'asyir juga dituduh merancang sekaligus memberi nama Tandzim Al-Qaidah Serambi Mekkah. Struktur organisasi buatan Ba'asyir ini terdiri atas tiga qodi'i yang dipimpin Dulmatin, Abu Yusuf, dan Ardi (lihat "Jejaring Sang Amir"). Setiap qodi'i beranggotakan sepuluh orang.

Menurut dokumen pemeriksaan itu, pelatihan militer di bukit Krueng Linteung seperti yang dilaporkan ke Ba'asyir dimulai pada 28 Januari 2010 tepat pukul 08.00 WIB. Dulmatin yang membukanya secara resmi.

Ketika dimintai konfirmasi, pengacara Tim Pembela Muslim, Akmad Kholid, mengakui bahwa Ba'asyir dicecar soal keterlibatannya dalam pelatihan militer di Aceh. Peran itu terfokus pada soal penyerahan dana ke Dulmatin dan perencanaan kegiatan pelatihan. "Semua tuduhan itu ditanyakan ke Ustad Ba'asyir," katanya. "Namun beliau menolak menjawab dan berjanji akan menjelaskan secara gamblang di pengadilan nanti."

Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Indonesia Komisaris Jenderal Ito Sumardi memastikan tidak ada rekayasa dalam penangkapan Ba'asyir. Menurut dia, polisi memiliki bukti kuat untuk menjerat pria kelahiran 1938 itu. "Buktinya materiil seperti bukti lungsuran rekening dan pembicaraan telepon," ujarnya.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai juga memastikan keterlibatan Ba'asyir. Menurut dia, peran lelaki yang memiliki nama lain Abu Somad ini sudah terendus sejak era Jamaah Islamiyah melakukan pelatihan militer di Mindanao, Filipina. "Ba'asyir berhubungan dengan Abu Tholut sejak 2000," katanya. "Dia juga pernah menjadi inspektur upacara saat wisuda 17 orang lulusan Mindanao."

RENCANA penangkapan Ba'asyir sudah terdengar jauh hari. Apalagi setelah kantor Jamaah Ansharut Tauhid di Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Mei lalu, digerebek polisi. Abdul Haris alias Haris Amir Falah, ketua Jamaah wilayah Jakarta, ditangkap bersama sebelas anggotanya.

Setelah penggerebekan itu, puluh-an ulama berkumpul di Pesantren Al-Islam, Gumuk, Surakarta. Dari berbagai kota di Pulau Jawa, mereka datang dengan pertanyaan yang sama: benarkah Abu Bakar Ba'asyir akan ditangkap? Tak kunjung mendapat jawaban, seorang kiai berinisiatif mengundang Ba'asyir.

Ba'asyir, yang bersiap melakukan perjalanan ke Bekasi, Jawa Barat, memutuskan datang memenuhi undangan mendadak itu. Di aula pesantren, Ba'asyir diberondong pertanyaan soal keterkaitan organisasi barunya dengan kelompok teroris. Ba'asyir meyakinkan, "Jamaah Ansharut Tauhid tidak terkait dengan terorisme."

Kabar keterlibatan Ba'asyir semakin kuat setelah polisi menggelar rekonstruksi di kantor Jamaah di Pejaten. Seorang lelaki ditunjuk menjadi pemeran penggantinya. Ketika itu, "Ba'asyir" diminta memperagakan pertemuan Abdul Haris dan Ubaid.

Dalam perbincangan dengan Tempo Mei lalu, Ba'asyir juga mengungkapkan kemungkinan dirinya dijadikan target penangkapan polisi. "Saya merasakan bahwa saya adalah target berikutnya," katanya.

Ba'asyir juga merasa selalu dibuntuti setiap kali ke luar rumah. "Itu sudah berlangsung sejak Abi (bapak) keluar dari Cipinang," kata putra Ba'asyir, Abdurrochim. Tapi Ba'asyir tetap sibuk. Ia bepergian ke Madura dan sejumlah kota di Jawa Timur, juga bolak-balik Jakarta dan Surakarta. Ia ditangkap setelah berceramah di Bandung.
Setri Yasra (Jakarta), Ahmad Rafiq (Solo), Jayadi Supriadin (Banjar)
Sumber: Tempo edisi 25/39 tanggal 16 Agustus 2010
Ket foto: Ustad Abubakar Ba’asyir

SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger