anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI
Realitas sosial menunjukkan bahwa orang asli Papua termarginalkan secara politis dan ekonomi, serta teralie¬nasi secara budaya di Indonesia.
Konstruksi sejarah Papua yang kemudian berpe¬ngaruh terhadap pembentukan identitas Papua–menyusul berbagai kebijakan pemerintah yang tidak demokratis dan tidak ramah terhadap orang asli Papua–mengakibatkan perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang sekarang sedang berlangsung.
Selain itu, kemampuan orang asli Papua juga gagal dibangun, sehingga orang asli Papua tidak mampu bersaing secara sehat dengan orang lain, termasuk dengan para pendatang. Kenyataan ini menyebabkan orang asli Papua terjebak dalam ketidakberdayaan, baik secara struktural maupun kultural.
Indigenisasi merupakan seperangkat gagasan ideal, tidak hanya tentang inkorporasi orang asli Papua ke dalam negara Indonesia, tetapi juga mencakup bidang kehidupan yang lebih luas. Indigenisasi Papua merupakan fenomena politik dalam arti luas. Tidak hanya terbatas pada kebijakan negara atau kebijakan pihak swasta yang pro Papua, tetapi juga partisipasi orang asli Papua dalam pembangunan.
Orang Indonesia dan Papua adalah bagian dari suatu konstruksi bangsa yang hidup bersama dalam keterkaitan waktu dan ruang, hukum, sikap, dan tindakan. Orang-orang asli Papua harus diperlakukan sebagai subjek yang sederajat dalam pemba¬ngunan Indonesia. Setiap orang adalah batu bata yang membentuk bangunan yang menjadi wajah utama kebangsaan Indonesia.
Kasus orang Indian di Brasil dapat menjadi inspirasi untuk melihat peta pembangunan orang asli Papua. Kondisi orang Indian di Brasil adalah minoritas, hanya 0,2 persen dari total penduduk, tetapi mereka memiliki tempat yang penting dalam kesadaran nasional Brasil. Jumlah Indian Brasil itu hanya 236.000–300.000 orang, terdiri dari 206 suku dengan 270 bahasa.
Dari segi demografi, orang asli Papua mirip dengan Indian Brasil, hanya sekitar 1,5 juta jiwa pada 2008 atau kurang dari 1 persen penduduk Indonesia. Dari sisi keragaman bahasa dan kebudayaan, suku-suku Papua juga mirip. Ada 312 kelompok bahasa di Papua dengan penutur yang jumlahnya sangat kecil. Kisah Indian di Brasil adalah kisah tentang kaum minoritas yang sukses merebut pengakuan, sehingga menjadi bagian yang penting dari identitas nasional Brasil. Orang asli Papua juga menuntut posisi yang menentukan dalam kebijakan Papua di masa depan.
Indigenisasi orang asli Papua bertujuan: pertama, agar negara mengakui dan memenuhi hak-hak dasar orang asli Papua sebagai warga negara Indonesia. Kedua, agar negara mengembangkan kebijakan strategis untuk pemberdayaan orang asli Papua. Ketiga, agar ada upaya sistematis dari pemerintah dan masyarakat untuk membuat orang Papua menjadi subjek perubahan.
Tiga Alasan Pokok
Kenyataan menunjukkan bahwa ketertinggalan dalam penguasaan sumber daya alam diperparah oleh demografi orang Papua yang menjadikan orang Papua minoritas. Secara kuantitatif, pertumbuhan pesat penduduk pendatang mengakibatkan dislokasi dan displacement terhadap orang asli Papua. Pada 1959, persentase pendatang masih kurang dari 2 persen, lalu meningkat jadi 4 persen pada 1971, kemudian lebih dari 35 persen pada 2000. Tahun 2005 menjadi 41 persen, dan diperkirakan melonjak jadi 53,5 persen pada 2011.
Tidak lama lagi orang asli Papua menjadi minoritas di tanah Papua. Dengan pergeseran komposisi penduduk yang sebelumnya orang asli Papua adalah mayoritas, tetapi kini menjadi minoritas, perasaan terdesak dan terancam jelas menghantui. Di daerah perkotaan, secara kasat mata bisa disaksikan pendatang ada di mana-mana (omnipresent). Perasaan terdesak direpresentasikan dengan munculnya wacana di kala¬ngan intelektual bahwa orang Papua sedang terancam punah, bahkan Elmslie menyebutnya sebagai slow motion genocide.
Indigenisasi orang asli Papua sangat penting karena tiga alasan pokok. Pertama, berkaitan dengan perubahan radikal pada tataran inklusif orang asli Papua yang sebenarnya masih tersekat dalam kelompok-kelompok suku kecil. Indigenisasi juga secara tidak langsung melawan ke¬nyataan empiris, masih terkotak-kotaknya orang asli Papua sendiri.
Orang asli Papua harus bertindak untuk kepentingan bersama Papua. Setiap kebijakan yang diambil oleh peme¬rintah pusat maupun daerah harus menguntungkan orang asli Papua pada umumnya, bukan hanya sukunya, apalagi klannya sendiri.
Kedua, berhubungan de¬ngan konsep keindonesiaan. Keindonesiaan adalah konsep supra-etnis yang mengatasi berbagai identitas etnis yang jumlahnya ribuan dan bertebaran di wilayah Republik Indonesia. Dengan adanya proses indigenisasi, orang Papua didorong untuk membangun kesadaran sebagai bagian dari suatu entitas yang lebih besar daripada sukunya sendiri, atau bahkan klannya sendiri, yakni entitas NKRI.
Pemberdayaan orang asli Papua penting untuk membangun suatu identitas kepapuaan yang pada gilirannya bisa dikembangkan sebagai bagian dari identitas keindonesiaan. Misalnya, menjadi orang Biak dan Papua sekaligus sebagai orang Indonesia.
Ketiga, pentingnya mengubah wajah dan kualitas keindonesiaan dengan pembangunan yang konkret dan terfokus pada orang asli Papua. Dengan merancang dan melaksanakan kebijakan indigenisasi serta pembangunan manusia Papua, diharapkan muncul orang asli Papua yang mampu mengelola sumber daya alam, sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
Jika orang asli Papua mampu berkembang, punya masa depan yang lebih baik, dan secara nyata menikmati pendidikan yang berkualitas, memperoleh peluang usaha dan pekerjaan, identitas sosial budaya mereka diakui dan diterima oleh negara, maka dengan sendirinya integritas Papua ke dalam Indonesia dapat menguat secara kua¬litatif.
Proses indigenisasi orang asli Papua merupakan hak orang asli Papua, untuk memperoleh dukungan, bukan hanya didukung oleh UUD 1945, tetapi juga dijamin secara khusus oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (selanjutnya disebut UU Otsus) huruf (e). UU Otsus itu me¬nyatakan bahwa negara wajib menunjukkan pemberdayaan bagi identitas sosial budaya Papua yang menyangkut harkat dan martabat orang asli Papua, termasuk tentang berbagai simbol dan ekspresi budaya orang asli Papua, dan secara konstruktif menerimanya sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Negara juga wajib mengembangkan potensi orang asli Papua yang membuat mereka mencapai prestasi yang bisa menjadi sumber kebanggaan kolektif orang asli Papua. Dalam bidang kesenian dan olahraga, misalnya, orang asli Papua memiliki potensi dan prestasi menonjol. Dengan perlakuan khusus untuk pe¬ningkatan prestasi, kedua bidang tersebut dapat menjadi ikon dan kebanggaan bagi orang asli Papua juga.
Jangan Dimanipulasi
Mengalami marginalisasi secara politik dan ekonomi serta teralienasi secara budaya, sudah menjadi sebuah ke¬nyataan bagi orang asli Papua. Hingga pada kutub ekstrem, orang asli Papua merasa akan mengalami kepunahan sebagai sebuah entitas. Dengan menyadari hal ini, kebijakan dan tindakan yang bersifat afirmatif dalam jangka waktu yang tidak terbatas sampai terjadi keseimbangan pe¬nguasaan sumber daya dan emansipasi sosial, adalah sebuah keharusan. Dengan gagasan indigenisasi ini, diharapkan orang asli Papua dapat membangun martabatnya dan memiliki kebanggaan sebagai orang asli Papua sekaligus sebagai warga negara Indonesia.
Akan tetapi, proses indigenisasi mengandaikan suatu pengembangan cara berpikir dan keberpihakan pada entitas kumpulan suku-suku yang disebut orang asli Papua tanpa membedakan agama, suku, ataupun kelas sosial. Oleh karena itu, nilai-nilai dan semangat indigenisasi sangat bertentangan secara diametral dengan libido pemekaran di kalangan elite politik dan elite birokrat Papua kontemporer. Pemekaran yang terjadi justru memperlemah upaya untuk membangun manusia asli Papua.
Dalam semangat kolektif mencuri uang negara secara membabi buta dan berebut kedudukan tanpa mempertimbangkan kompetensi, serta memanipulasi massa orang asli Papua, pemekaran wilayah yang dilakukan sekarang ini justru menjadi penghambat bagi pembangunan manusia Papua.
Sumber: Sinar Harapan, 30 September 2010
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!