Headlines News :
Home » » Bulu Tangkis Mencari Bakat

Bulu Tangkis Mencari Bakat

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, October 11, 2010 | 6:55 PM

Oleh Susi Susanti
atlet peraih emas bulu tangkis Olimpiade 1992

Menjadi atlet bukanlah cita-cita banyak remaja kini. Mereka rela antre berdesak-desakan untuk ikut pendaftaran acara pencarian bakat yang menjadi show di televisi. Bahkan orang tua rela mengantarkan putra-putrinya ke tempat pendaftaran itu. Para juri kemudian memilihnya, tiga bulan nangis-nangis mendapat simpati penonton lewat pesan pendek (SMS), langsung instan menjadi terkenal.

Sudah pasti, dalam proses acara idol tersebut, mereka bukannya hendak menjadi atlet andal. Untuk menjadi atlet, sejak kecil seorang anak sudah punya minat dan niat, yang dilanjutkan dengan proses berlatih. Untuk menjadi juara harus bisa mengalahkan banyak orang yang menjalani proses serupa. Bahkan, untuk menjadi juara dunia, seorang atlet harus bisa menjadi best of the best in the world. Karena sang juara cumalah satu.

Menjadi atlet andalan tidak mudah, karena dia membawa nama negara. Rasanya berat membawa nama negara yang tertulis di bagian belakang kaus pada saat bertanding. Beban itu harus ditanggung sendiri. Jika kalah dia dilecehkan. Kalaupun menang, hanya penghargaan sesaat yang didapat.

Nah, bagaimana menumbuhkan bibit-bibit atlet? Ini berhubungan dengan penghargaan atas perjuangan yang sudah dilakukan atlet itu. Karena menjadi atlet butuh pengorbanan, bahkan harus rela meninggalkan sekolah (pendidikan formal). Padahal jaminan di masa depan belum pasti diraih.

Jika kita berkaca pada Cina, para orang tua menyerahkan anak mereka sejak usia tujuh tahun ke pemerintah untuk dijadikan atlet. Orang tua yakin karena sudah ada kepastian, seumur hidup mereka ditanggung pemerintah, benar-benar menjadi "anak negara". Mereka mendapat sekolah gratis, apartemen gratis, pensiun, dan kehidupan layak. Bahkan juara olimpiade atau juara dunia mendapat dana pensiun seumur hidup. Kalau sudah begitu, siapa yang tidak mau menjadi atlet?

Yang terjadi di Indonesia sebaliknya. Orang tua harus berinvestasi sendiri, panas-hujan si anak mesti berlatih, pada saat pertandingan tak dilihat lagi sakit atau tidak. Atlet perempuan yang sedang datang bulan pun harus tetap bertarung. Namun, pada saat menjadi juara, hadiahnya masih dipotong pajak. Kalau sudah tak berprestasi, atlet dibuang begitu saja. Bagaimana orang mau menjadi atlet?

Nah, pemerintah-dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga-harus berperan besar dalam memperjuangkan nasib para atlet. Pemerintah harus bisa melihat kepentingan yang lebih besar: nama bangsa. Contoh, seorang juara tinju dunia, Ellyas Pical, kini hanya menjadi kurir di Komite Olahraga Nasional Indonesia. Seharusnya dia mendapat jaminan seumur hidup, karena pernah mengharumkan nama negara di tingkat internasional. Bukan sekadar mendapat tanda jasa, karena itu tak bisa menjamin kesejahteraannya.

Banyak pekerjaan rumah pemerintah untuk dapat menumbuhkan niat dan minat bibit-bibit atlet. Mulailah dengan penghargaan konkret terhadap atlet. Dalam bidang bulu tangkis, Indonesia punya bakat alam yang lebih hebat daripada Cina. Contohnya Taufik Hidayat atau Mia Audina, yang memiliki pukulan luar biasa karena bakat alam. Lin Dan, pebulu tangkis andalan Cina, tidak punya pukulan yang hebat, tapi lebih unggul karena latihan yang sistematis. Atlet Cina tak ada yang sespesial Taufik atau Mia.

Sebagai mantan atlet, saya prihatin melihat kondisi bulu tangkis sekarang. Perlu kerja keras dari semua pihak, mulai pemerintah, pembina, organisasi, pelatih, hingga atlet itu sendiri. Dukungan masyarakat juga diperlukan.

Saat ini banyak yang punya kepentingan masing-masing, sehingga komunikasi tidak berjalan baik. Padahal komunikasi antara pembina, pengurus, pelatih, dan atlet itu sangat penting. Bila mereka tidak bisa bekerja sama, sulit untuk bisa kuat. Jika berjalan sendiri-sendiri, kita susah menembus prestasi dunia.

Popularitas bulu tangkis di Indonesia juga semakin menurun. Dampaknya akan berimbas pada prestasi Indonesia yang juga ikut menurun. Karena itu, yang paling utama dibutuhkan adalah pembinaan. Dukungan yang dibutuhkan juga bukan sekadar perhatian, tapi juga dana.

Selain itu, perlu ada program yang menarik dalam mencari atlet bulu tangkis berbakat, sehingga para remaja bisa terpicu ikut, seperti pada program-program idol lain. Menjadi atlet bulu tangkis adalah Indonesia Idol bahkan World Idol.
Sumber: Tempo edisi 33/39 tanggal 11 Oktober 2010

SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger