Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu. Sejak pukul enam pagi, akses menuju Jalan Ampera Raya dijaga ketat oleh petugas kepolisian. Mendekati gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, suasana tegang makin terasa. Tak kurang dari seribu polisi lengkap dengan senjata dan peralatan antihuru-hara dalam posisi siaga. Tidak ketinggalan pula dua kendaraan Barracuda dan dua water canon disiapkan.
Hari itu, pengadilan menggelar sidang kedua kasus pembunuhan di Klub Blowfish, Jakarta Selatan, yang terjadi 4 April lalu. Pengunjung yang ingin masuk area gedung pengadilan harus melalui metal detector. Tak terkecuali juru warta yang meliput persidangan. ''Kami sweeping untuk mengantisipasi penggunaan senjata tajam ataupun senjata api,'' kata Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Besar Gatot Eddy Pramono. Namun ketatnya pengamanan tak membuat sidang berlama-lama. Justru sidang berlangsung singkat, karena enam saksi yang seharusnya didengar keterangannya tidak hadir. Mereka mengaku takut datang padahal keamanan sedang ditingkatkan.
Seusai sidang, empat terdakwa, yakni David Too Too, Rando Lili, Kanor Lolo, dan Bernadus Malelak al-Nadus, dibawa dengan Barracuda yang dikawal ketat pasukan kepolisian meninggalkan kompleks pengadilan. Menjelang tengah hari, sebagian personel kepolisian pun ditarik dari Jalan Ampera.
Warga seputar Jalan Ampera Raya, siang itu, sudah bisa bernapas lega. Kekhawatiran akan adanya bentrok dua kelompok dalam sidang kasus pembunuhan di Klub Blowfish, seperti pekan sebelumnya, tidak terjadi.
Pada sidang pertama, sepekan sebelumnya, dua kelompok pemuda dari Flores dan Maluku terlibat bentrok berdarah. Tiga nyawa melayang terkena tebasan senjata tajam, serta puluhan lainnya luka-luka. Gatot Edy dan dua anggota kepolisian turut menjadi korban.
Satu hari berselang, polisi menetapkan seorang tersangka. Tiga hari kemudian, polisi menangkap empat orang di Yogyakarta. Kelimanya sempat ditahan di Markas Kepolisian Daerah Metro Jakarta. Namun akhirnya hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah JNL alias N, NAM alias N, dan HN alias H, yang berperan dalam perencanaan, terlibat bentrok, mengajak serta merekrut kawan, dan memesan kendaraan.
Dua lainnya, FB dan FR, dilepas dan hanya dikenai wajib lapor. "Tak cukup bukti adanya keterlibatan keduanya," kata juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Boy Rafli Amar.
"Perang" di Jalan Ampera antara kelompok Ambon dan Flores itu sempat dibahas di ruang kerja Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah La Ode Ida. Saat itu, Rabu dua pekan lalu, La Ode Ida sedang mengobrol dengan anggota DPD, Jacob Jack Ospara. Seorang anggota staf DPD memberi tahu bentrok antara kelompok Ambon dan Flores telah memakan tiga korban jiwa. Ruang kerja La Ode Ida hening sejenak.
Sore itu mereka pun menghubungi beberapa tokoh masyarakat dari kelompok Flores dan Maluku. Gayung bersambut. Semua yang dihubungi sepakat menggelar pertemuan di gedung DPD keesokan harinya. "Dalam rangka mencari upaya solutif, mencegah kejadian serupa yang membawa korban jiwa," kata La Ode Ida.
Ahad sore setelah itu, digelar pertemuan untuk kedua kalinya. Selain perwakilan dua kelompok yang terlibat bentrok, hadir Wakil Kepala Polda Metro Jaya Brigadir Jenderal Putut Bayu. Kedua belah pihak sepakat untuk mencegah agar tidak terjadi lagi bentrok antara kelompok Flores dan Maluku.
Zakaria Sabon, 68 tahun, sesepuh masyarakat Flores di Jakarta yang hadir dalam dua kali pertemuan itu, menegaskan bentrok yang terjadi di Jalan Ampera Raya tersebut bukan konflik antarsuku. "Itu kesalahpahaman di tingkat anak-anak saja," kata pria yang menjalankan usaha bisnis jasa pengamanan ini.
Seperti diketahui, bentrokan di Jalan Ampera Raya itu merupakan imbas dari kasus keributan di klub malam Blowfish. Kelompok Maluku terlibat bentrok dengan kelompok Flores di klub yang terletak di kompleks Plaza City, Wisma Mulia, Jakarta Selatan, itu. M. Soleh dan Yopi Inggratubun, dua pemuda dari kelompok Maluku, tewas dalam keributan Minggu dinihari tersebut. Polisi menetapkan Bernadus dan Kanor, dua pemuda asal Flores, menjadi pesakitan.
Baik kelompok Flores maupun Maluku yang terlibat bentrok itu tergabung dalam kelompok jasa pengamanan. Memang, pemuda dari Flores dan Maluku yang merantau ke Jakarta lebih banyak menekuni pekerjaan di bidang jasa pengamanan informal dan penagihan piutang. "Jasa itu dibutuhkan oleh pihak pebisnis dan juga membantu tugas aparat keamanan," kata Jos Rahawadan, 55 tahun, tokoh masyarakat asal Key, Maluku.
Meski masyarakat mengenal adanya kelompok Flores dan Maluku, menurut Jos, dalam bisnis jasa pengamanan tak ada sekat-sekat suku tertentu. Mereka sudah bercampur-baur saat masuk dalam satu kelompok jasa pengamanan.
Sering kali justru kelompok jasa pengamanan ini digunakan oleh figur-figur tertentu atau bahkan pemilik modal demi kepentingan pribadi, entah itu materi entah gengsi. "Anak-anak ini hanya korban dari bos-bos yang sering main perintah: sikat saja, habisi saja," kata Zakaria, yang sependapat dengan Jos. Sebelum peristiwa Blowfish, menurut Zakaria, kedua kelompok itu nyaris tak pernah terlibat perseteruan. Kalaupun ada sedikit keributan, para tokohnya langsung turun tangan sehingga tidak berlanjut.
Pertemuan antartokoh masyarakat Flores dan Maluku masih akan digelar. Rencananya pengguna jasa pengamanan juga akan dilibatkan.
Membara Sampai Ampera
Peristiwa berdarah pada Rabu tiga pekan lalu di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, diduga dipicu dendam lama, yakni bentrokan di klub malam Blowfish.
4 April 2010
Terjadi bentrokan antara kelompok pemuda Ambon dan Flores di klub malam Blowfish di Wisma Mulia, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Kejadian itu dipicu kekesalan petugas keamanan yang dipukul pengunjung karena tak tersedianya meja. Bentrokan ini merenggut nyawa M. Soleh, dan dua pekan kemudian menyusul Yopi Inggratubun, setelah dirawat di RS Medistra.
6 April 2010
Polisi mengusut bentrokan di Blowfish. David Too Too, Rando Lili, Bernadus Malelak, dan Kanor Lolo ditetapkan sebagai tersangka.
22 September 2010
Sidang perdana kasus insiden Blowfish digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Terdakwanya: Bernadus Malelak dan Kanor Lolo. Sewaktu hendak dibawa ke ruang sidang, keduanya dipukuli sekelompok pemuda Ambon. Sidang akhirnya ditunda.
29 September 2010
Pengadilan akan menggelar kembali sidang kasus Blowfish. Tapi, belum lagi digelar, di Jalan Ampera Raya terjadi bentrokan antara "kelompok Ambon" dan "kelompok Flores". Tiga tewas dan lebih dari sepuluh luka-luka.
30 September 2010
Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan satu orang tersangka kasus bentrokan di Ampera.
2 Oktober 2010
Polisi menangkap empat orang yang diduga terlibat dalam bentrok di Jalan Ampera. Mereka, antara lain, ditangkap di Jakarta dan Yogyakarta.
4 Oktober 2010
Polisi akhirnya hanya menetapkan tiga orang sebagai tersangka bentrokan di Jalan Ampera. Mereka berinisial JNL, NAM, dan NH.
6 Oktober 2010
Sidang kasus Blowfish kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan pengamanan sekitar 900 polisi. Sidang berlangsung singkat karena enam saksi tidak hadir.
Sumber: Tempo edisi 33/39 tanggal 11 Oktober 2010
Foto: repro detik.com
Foto: repro detik.com
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!