Headlines News :
Home » » Nasib Demokrasi Kita

Nasib Demokrasi Kita

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, October 11, 2010 | 4:39 PM

Oleh Sunny Tanuwidjaja
Peneliti Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS &
Kandidat Doktor Ilmu Politik di Northern Illinois University

Tidak dapat disangkal bahwa sistem dan nilai demokrasi sedang berusaha menancapkan akarnya di Indonesia. Indikasi semakin menguatnya mekanisme checks-and-balances, kemudian pelaksanaan berbagai pemilu dengan kompetisi yang riil, dinamisnya kehidupan masyarakat sipil, serta kian berpengaruhnya opini publik dalam isu-isu yang populer adalah sebagian dari tanda-tanda menguatnya demokrasi.

Sementara itu, tidak dapat disangkal juga bahwa demokrasi sedang menghadapi ujian bertubi-tubi di negeri ini. Bagaimana nasibnya ke depan?

Ujian terhadap demokrasi muncul dari berbagai dimensi. Semakin terbuka berbagai kasus korupsi baik di lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif menunjukkan betapa bobrok sistem birokrasi dan pemerintahan di Indonesia.

Indeks persepsi korupsi di Indonesia—meski ada perbaikan—masih merupakan salah satu yang terburuk di dunia. Belum lagi ketidakpastian hukum yang ditandai dengan masih tidak transparan dan jelasnya hukum di Indonesia, masih banyaknya perlakuan yang tidak setara dalam penegakan hukum, serta terindikasinya tebang pilih dan politisasi dalam ranah hukum.

Berbagai kekerasan yang berlatar primordial dalam beberapa bulan terakhir juga bermunculan tanpa kejelasan bagaimana menyelesaikannya secara tuntas dan mencegahnya di masa mendatang.

Laporan dari Setara Institute dan Wahid Institute menunjukkan intensitas kekerasan beragama ada pada tingkatan yang tidak dapat ditenggang dalam suatu sistem demokrasi.

Sementara itu, dengan semakin tingginya apatisme publik terhadap prosedur demokrasi, politik uang juga semakin merajalela. Kinerja para wakil rakyat juga belum memperlihatkan kemajuan dan partai-partai politik kita lebih berfungsi sebagai instrumen elite daripada sebagai penyalur aspirasi rakyat.

Dalam bidang ekonomi, peningkatan Gini Index memunculkan pertanyaan tentang kemungkinan semakin melebarnya jurang antara si kaya dan si miskin ke depan. Belum lagi jika menggunakan standar tingkat kemiskinan yang lebih realistis, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih sangat besar.

Laporan terakhir lembaga terkemuka di dunia menunjukkan bahwa tanpa adanya perubahan serius dalam penataan kelembagaan dan institusi kita, akan sangat sulit bagi Indonesia dapat berkompetisi di dunia global dalam jangka panjang.

Dua fondasi

Salah satu yang menjadi alasan utama mengapa demokrasi kita masih bertahan tidak lain adalah karena fragmentasi elite politik. Demokrasi dianggap sebagai suatu sistem yang dapat diterima oleh para elite karena dalam sistem ini terjadi pembagian kekuasaan yang riil.

Demokrasi diterima oleh para elite karena mencegah adanya dominasi individu tertentu yang dapat menutup akses kekuasaan dari elite yang lain.

Dengan kata lain, demokrasi diterima oleh para elite politik kita bukan semata-mata karena mereka menerima nilai dan roh demokrasi itu dan bukan semata-mata karena mereka percaya bahwa demokrasi adalah yang terbaik bagi kepentingan rakyat, tetapi karena kepentingan para elite ini menuntut mereka mendukung demokrasi.

Fondasi kedua ada pada tatanan publik di mana dukungan masyarakat terhadap demokrasi masih dalam taraf yang menjanjikan. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan berdasarkan mandat rakyat. Oleh karena itu, legitimasi dan eksistensinya sangat bergantung pada dukungan dari masyarakat.

Berdasarkan survei Asia Barometer tahun 2006, dukungan dan kepuasan publik terhadap demokrasi ada dalam kisaran 60 sampai 70 persen. Dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia, tingkat ini masuk dalam kategori yang relatif tinggi. Tingkat dukungan yang tinggi ini salah satunya disebabkan oleh masih dekatnya memori korup dan buruknya pemerintahan otoriter yang lampau.

Tidak pasti

Dukungan terhadap eksistensi demokrasi di Indonesia datang dari dua aktor kunci, yaitu elite dan akar rumput. Namun, harus dicatat bahwa dukungan ini bukanlah harga mati. Bahkan, jika kita mau berpikir lebih kritis, dua fondasi demokrasi yang ada saat ini dapat dikatakan rapuh.

Adanya indikasi formasi oligarki dalam politik Indonesia menunjukkan bahwa toleransi elite terhadap dominasi individu atau kelompok tertentu sudah mulai muncul.

Sementara itu, masih belum berhasilnya proses politik dalam demokrasi kita untuk menghasilkan tata pemerintahan yang baik dan adanya indikasi meningkatnya ketidakpercayaan publik terhadap institusi pemerintahan dapat mengikis secara signifikan dukungan dan kepuasan publik terhadap demokrasi.

Masa depan demokrasi di Indonesia masih dirundung ketidakpastian. Kita hanya perlu melihat ke tetangga untuk berpikir lebih realistis tentang demokrasi kita. Thailand dan Filipina yang lebih dulu mengalami proses demokratisasi saat ini sedang dirundung permasalahan genting terkait nasib demokrasi mereka.

Fondasi eksistensi demokrasi bergantung pada kepentingan politik, minimnya alternatif pilihan, serta penggantian memori sejarah dengan fondasi yang lebih pasti dan terlembaga. Di sinilah pentingnya menjawab dan menyelesaikan dengan segera berbagai ujian yang menjadi penghalang bagi tumbuh dan berkembangnya sistem dan nilai demokrasi yang murni dan utuh di Indonesia.

Jika ujian-ujian tidak dijawab dalam waktu dekat, kita perlu khawatir jangan-jangan capaian-capaian demokrasi selama ini akan mubazir.
Sumber: Kompas, 11 Oktober 2010
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger