Penyerahan diri mantan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia, Erwin Arnada, hari ini menjadi pusat perhatian media asing. Kasus ini diberitakan di New York Times, Associated Press, dan AFP. Sejumlah media di Asia seperti Straits Times dari Singapura juga menulis kasus ini.
"Saya telah diperlakukan seperti seorang kriminal. Saya dibawa dengan mobil tahanan," kata Erwin Arnada yang berkomunikasi dengan wartawan New York Times melalui pesan Broadcast Messenger.
New York Times juga menulis pernyataan Erwin bahwa dia tidak percaya akan perkembangan demokrasi yang terjadi di Indonesia. Apalagi dengan kasus yang menimpanya.
"Jika ada demokrasi di Indonesia, maka kebebasan pers akan menjadi jaminan. Pers dan jurnalis tidak akan dikriminalisasi seperti saya ini," kata Erwin lagi.
Associated Press (AP) mengutip pernyataan aktivis Kontras, Haris Azhar. Haris menyebut, kasus Erwin Arnada menjadi preseden buruk bagi kebebasan berekspresi.
"Dia (Erwin) bukan seorang kriminal. Lihat gambarnya, majalah ini sudah sangat beradaptasi dan tidak mengganggu kebudayaan Indonesia," kata Haris.
AP menyebut organisasi Front Pembela Islam (FPI), sebagai penggugat, adalah organisasi garis keras. AP menyebut, FPI adalah organisasi yang kerap menyerang klub malam, kedutaan besar, dan tempat penjualan minuman atau bar.
AP menulis kubu FPI menyambut baik penahanan Erwin Arnada oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. "Kasus ini menjadi pelajaran bagi pornografi yang tidak memiliki tempat di Indonesia," kata Soleh Mahmud, juru bicara FPI.
AFP mengutip pernyataan pengacara Erwin, Todung Mulya Lubis. Menurut Todung, kasus ini sangat merusak kebebasan pers. "Saya menyesalkan mereka telah memperlakukan Erwin seperti seorang teroris. Faktanya, dia hanya seorang jurnalis," kata Todung dikutip AFP.
Sumber: VIVAnews, 11 Oktober 2010-10-11
Ket foto: Erwin Arnada
Ket foto: Erwin Arnada
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!