Headlines News :
Home » » Mahfud Md: Administrasi Hukum Pemerintah Lemah

Mahfud Md: Administrasi Hukum Pemerintah Lemah

Written By ansel-boto.blogspot.com on Tuesday, October 05, 2010 | 5:40 PM

Kerapnya Mahfud tampil di depan publik sering menjadi bahan sindiran. Ia dianggap terlalu mengumbar omongan. Toh, Mahfud tak peduli. Ia mengatakan perlu berbicara untuk mengklarifikasi putusan hakim yang sering diprotes masyarakat. "Saya memang suka ngomong," katanya sambil terbahak. "Mumpung masih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi."

Jumat pekan lalu, Mahfud menerima Nugroho Dewanto, Yandi M. Rofiyandi, dan fotografer Dwianto Wibowo dari Tempo di kantornya. Dengan gaya blakblakan, tapi dengan nalar yang runtut, dia menjelaskan kembali pertimbangan hukum mengenai putusan uji materi Undang-Undang Kejaksaan. Secara terang-terangan pula dia berbicara tentang aspirasi menjadi presiden pada 2014.

Banyak orang mempertanyakan kewenangan Mahkamah Konstitusi memberhentikan Jaksa Agung....
Mahkamah Konstitusi tak berwenang memberhentikan Jaksa Agung atau pejabat setingkat menteri karena pemberhentian atau pengangkatannya melalui keputusan presiden. Karena itu, tak ada satu kalimat pun dalam putusan Mahkamah yang mengatakan memberhentikan Jaksa Agung. Mahkamah mengatakan jabatan Jaksa Agung harus mengikuti periode presiden yang mengangkatnya.

Jadi berhentinya Hendarman Supandji hanya implikasi dari putusan Mahkamah?
Bahwa kemudian Hendarman harus berhenti, itu bukan bunyi putusan Mahkamah, melainkan konsekuensi dari putusan itu. Kami tak menyebutkan nama Hendarman. Kami kan menyarankan diberhentikan atau diangkat kembali. Apa sih susahnya?

Bagaimana seandainya pemerintah tak melaksanakan putusan Mahkamah?
Hukum itu kan kalau tak ada yang menggugat tak apa-apa. Misalnya, saya ambil alat perekam ini, tapi Anda tak menggugat. Itu tak apa. Sama seperti Hendarman tak diberhentikan juga tak apa-apa. Tapi, ketika ada yang menggugat dan Mahkamah memutuskan tapi tak dilaksanakan, itu bisa mengakibatkan berbagai masalah hukum, perdata atau pidana.

Bagaimana Anda menyikapi polemik setelah putusan Mahkamah?
Sebetulnya putusan hakim sangat moderat. Tapi sudahlah, kalau tak dilaksanakan juga tidak apa-apa. Ternyata lebih manjur begitu. Kalau saya katakan tegas harus dilaksanakan, biasanya ngeyel dan tak mau melaksanakan. Tapi, begitu bilang silakan saja, malah langsung dilaksanakan. (Tersenyum.)

Sebelum keputusan presiden tentang pemberhentian Hendarman diterbitkan, ada komunikasi antara Anda dan Presiden?
Dua hari setelah putusan, ajudan Presiden menelepon pukul 18.30. Tapi telepon seluler saya di-silence sehingga tak terangkat sampai tujuh kali. Saya waktu itu capek dan langsung tidur setelah salat magrib. Karena tak diangkat terus, telepon masuk ke istri saya dan memberitahukan bahwa Presiden mau menelepon. Ajudan Presiden menelepon kembali pada pukul 19.30. Ketika itu, Presiden ada di Padalarang, Jawa Barat.

Apa yang disampaikan Presiden dalam percakapan telepon itu?
Presiden sangat kooperatif mengenai putusan Mahkamah. Beliau bilang, "Pak Mahfud, saya sudah baca putusan Mahkamah dua hari ini. Apa betul pemahaman saya sama dengan Mahkamah, yaitu Jaksa Agung harus diganti?" Saya jawab, "Iya, pemahaman Bapak benar." Saya katakan pemberhentian Jaksa Agung terserah keputusan Presiden. Tapi Mahkamah menghendaki segera.

Presiden selalu berkomunikasi setelah ada putusan perkara?
Itu baiknya Presiden. Dia tak pernah bertanya soal perkara sebelum putus. Tapi, begitu putus, dia tanya maksudnya apa. Presiden bukan kali ini saja bertanya ke saya. Misalnya ketika Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, lalu soal penggunaan kartu tanda penduduk dalam pemilu. Beliau langsung menelepon saya dan berkata akan mematuhi putusan Mahkamah.

Dalam Pasal 19 Undang-Undang Kejaksaan disebutkan bahwa pemberhentian Jaksa Agung harus melalui keputusan presiden....
Mahkamah Konstitusi dari awal sudah mengatakan melalui keputusan presiden. Hanya muncul anggapan bahwa keputusan presiden bisa dikeluarkan kapan saja. Mahkamah tak setuju dengan itu, karena keputusan presiden bersifat administratif. Enggak boleh dong administratif mengalahkan yang substantif.
Bukankah Yusril juga menuntut putusan Jaksa Agung dibatalkan atau ditunda karena jabatannya dianggap tak sah?
Mahkamah mengeluarkan putusan moderat, padahal tuntutannya ekstrem. Dalam tuntutannya disebutkan Jaksa Agung Hendarman harus dinyatakan ilegal sejak 20 Oktober 2009. Tuntutan itu diperkuat secara akademis dan logika yuridis dengan ahli hukum seperti Bagir Manan, Natabaya, dan Laica Marzuki. Orang hebat semua. Mereka mengatakan masa jabatan Jaksa Agung harus berakhir 20 Oktober tahun lalu. Keadaan sekarang itu bukan hanya ilegal, tapi gadungan. Itu mereka bilang di sidang.

Apa yang membuat Mahkamah menolak permohonan Yusril yang meminta penundaan surat keputusan Jaksa Agung mengenai kasus Sistem Administrasi Badan Hukum?
Sejak awal, semua sepakat kasus Sisminbakum terpisah dari judicial review. Alasannya, Mahkamah hanya menguji norma, bukan kasus. Jabatan Jaksa Agung dengan tugas Kejaksaan juga berbeda. Siapa pun Jaksa Agungnya, tugas Kejaksaan tetap berjalan. Putusan Mahkamah juga berlaku untuk semua orang Indonesia, bukan cuma Yusril. Kalau berlaku hanya orang per orang, bisa gaduh. Perkara ribuan gara-gara orang naik pangkat, dipindahkan, dan lain-lain.

Mengapa putusan tentang jabatan Jaksa Agung berlaku sejak diputuskan?
Dalam Undang-Undang Dasar kan ada ketentuan yang menyebutkan hukum ditegakkan atas asas manfaat. Kalau Mahkamah menerima dalil bahwa Jaksa Agung ilegal sejak dulu, negara ini kacau. Ribuan kasus, termasuk kasus pajak Gayus, yang berada di wilayah tindakan Kejaksaan batal kalau Hendarman dinyatakan ilegal sejak 2009.

Esensinya kan sama, Jaksa Agung harus diberhentikan juga....
Esensi ketatanegaraan memang sama, tapi terhadap seluruh kasus dan pekerjaan yang sudah dilakukan itu beda. Kalau Mahkamah Konstitusi menyatakan Hendarman tak sah sejak tahun lalu, berarti seluruh kebijakan Kejaksaan yang bersifat administratif ketatanegaraan tak sah. Kejaksaan itu kan tidak hanya menyidik. Banyak pekerjaan lain. Ada juga tugas Jaksa Agung yang melekat di Kejaksaan, seperti pengangkatan pegawai, kenaikan gaji, dan promosi.

Bagaimana perdebatan hakim konstitusi dalam memutuskan perkara ini?
Ada yang menyatakan gugatan Yusril itu ditolak secara kategoris, yakni Pak Harjono dan Pak Achmad Sodiki, yang beranggapan jabatan Jaksa Agung terserah presiden. Tapi ada tujuh hakim yang sama pendapatnya yang menyatakan jabatan publik itu harus dibatasi. Terserah kepada presiden itu artinya terserah orangnya. Waktunya tetap harus dibatasi.

Bukankah jabatan Jaksa Agung yang melewati batas waktunya sudah berlangsung sejak zaman Orde Baru?
Kita berbicara tentang Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Zaman Pak Harto kan belum ada. Undang-undang itu diuji sehingga kita memberikan tafsirnya. Saya kira putusan Mahkamah Konstitusi juga belum tentu benar. Artinya, kalau hakim lain, bisa jadi beda putusannya. Tapi putusan hakim itu mengikat sehingga jangan diperdebatkan setuju atau tak setujunya. Pokoknya, kalau sudah diputus hakim, harus diikuti. Sebab, kalau dibiarkan, ada 10 ahli hukum berdebat, akan ada 11 pendapat.

Bagaimana proses legislative review terhadap pasal berhentinya jabatan Jaksa Agung?
Undang-undang menyatakan Jaksa Agung berhenti kalau berakhir masa jabatannya. Tak jelas kapan berakhirnya. Mahkamah menyatakan harus dibatasi berdasarkan periode kabinet. Sebenarnya pilihannya banyak, berdasarkan periode, fixed term, seperti duta besar, usia, dan reshuffle. Nah, undang-undang tak menyebut salah satunya. Karena itu, Mahkamah meminta segera dibuat legislative review. Artinya, undang-undang harus diubah dan menyebut tegas.

Bagaimana peluang selesainya legislative review melihat proses politik di Dewan Perwakilan Rakyat selalu riuh rendah?
Karena itu, kita membuat konstitusional bersyarat. Legislative review bisa saja berlangsung lama tapi tak digarap dan dibiarkan saja. Makanya kita memberikan pilihan. Seandainya bertahun-tahun diam, kan sudah ada pagarnya dari Mahkamah.

Apakah konstitusional bersyarat cukup adil?
Konstitusional bersyarat merupakan produk putusan adil. Banyak putusan yang bila diterima atau ditolak tetap tak adil. Baru bisa adil kalau ada syaratnya. Misalnya kasus Yusril. Kalau ditolak, tak adil, karena ada ketidakpastian hukum. Tapi, kalau diterima semuanya, juga tak adil karena Presiden tak tahu. Kan, tidak adil kalau permohonan Yusril diterima atau ditolak. Dua-duanya tertampung dengan konstitusional bersyarat dan dibenarkan hukum.

Bagaimana tentang anggapan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi menjatuhkan kredibilitas pemerintah akibat kelalaian administratif?
Saya dulu sering ngomong, agaknya ada titik lemah dalam administrasi hukum pemerintah, seperti terjadi dalam kasus Wakil Menteri Keuangan. Bahkan ada orang menjalani hukum pidana, dan sesudah lepas dari penjara masuk kantor lagi karena tak ada surat pemberhentian.

Di mana sebenarnya simpul dari lemahnya administrasi pemerintah?
Saya tak tahu di mana letaknya. Tapi faktanya sering terjadi hal seperti itu. Ada kelambanan merespons keadaan. Mestinya dirigennya di Sekretariat Negara.

Beberapa kalangan menganggap Ketua Mahkamah Konstitusi terlalu banyak bicara....
(Tertawa.) Itu sudah lama. Kalau saya diam saja, putusan dikira digoreng dan dipersoalkan terus. Baik dalam undang-undang maupun kode etik hakim, tak ada larangan hakim ngomong. Hakim dilarang kalau membicarakan perkara yang sedang diurus dengan orang yang beperkara. Hakim dilarang main golf atau makan bersama.

Ada aspirasi yang berkembang untuk mencalonkan Anda menjadi presiden pada 2014.
Saya malah mendukung Sri Mulyani. Kita perlu pemimpin yang bersih dan berani. Dan yang sudah membuktikan paling bersih dan berani itu yang paling menonjol adalah Sri Mulyani.

Bagaimana dengan DPR yang berkukuh menganggap Sri Mulyani terlibat kasus Bank Century?
Itu kan politis. Mungkin kebijakan Century bisa salah, tapi tidak ada Sri Mulyani mengambil keuntungan dari situ. Sri Mulyani itu orangnya cerdas dan sering beperkara di sini. Menurut beberapa orang dekatnya, jangankan uang haram, uang halal saja Sri Mulyani sering tidak mau. Misalnya uang rapat. Meski kita tak bekerja, itu halal karena ada surat keputusannya. Sri Mulyani tak mau. Menurut saya, kita perlu pemimpin seperti itu.

Mungkin pasangan Sri Mulyani dan Mahfud Md. akan cocok....
(Tertawa.) Saya itu sering ngaca setiap hari dan selalu merasa tak pantas jadi presiden atau wakil presiden. Enggak ada potongan. Selain itu, kalau saya punya keinginan ke situ, saya akan mulai tak adil sebagai hakim.

Mohammad Mahfud Md

Tempat dan tanggal Lahir: Sampang, Madura, 13 Mei 1957

Pendidikan:
S-1, Hukum Tata Negara, Universitas Islam Indonesia
S-1, Sastra Arab, Universitas Gadjah Mada
S-2, Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada
S-3, Ilmu Hukum Tata Negara, Universitas Gadjah Mada

Pekerjaan:
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1984-sekarang
Menteri Pertahanan, 2000-2001
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 2001
Ketua Mahkamah Konstitusi, 2008-sekarang.
Sumber: Tempo, 4 Oktober 2010
Ket foto: Moh Mahfud Md dan (gbr 2) mantan Ketua MK Jimly Asidiqi


SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger