JIKA dihayati, tugas polisi sangat mulia: melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat serta menegakkan hukum. “Polisi membela yang haq dan memberantas yang batil,” ujar Irjen Pol Anton Bachrul Alam.
Dalam bahasa lain, tugas polisi adalah membantu orang-orang yang benar dan memberantas orang-orang yang tidak benar. Di satu sisi, masyarakat menginginkan polisi berperilaku seperti malaikat-malaikat Tuhan.
Polisi diharapkan untuk tidak pernah punya dosa. Ia hanya bertugas melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat serta menegakkan hukum sehingga masyarakat merasa senang. Ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
“Tapi perlu diingat bahwa polisi itu manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan. Nah, di sinilah tantangan polisi untuk menempatkan diri sebagai orang yang berperilaku seperti malaikat Tuhan yang tidak pernah punya kesalahan. Karena itu, jika polisi selalu menempatkan diri sebagai orang yang selalu berwibawah, mengayomi, dan melindungi semua orang maka insya Allah polisi disenangi dan dicintai masyarakat,” ujar perwira polisi yang saat ini dipercaya sebagai Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial-Ekonomi.
Penegakan hukum
Menurut Anton, di satu sisi polisi juga dituntut untuk menegakkan hukum. Dalam penegakan hukum, polisi diberi kewenangan upaya paksa oleh rakyat melalui negara. Polisi bisa menangkap, menahan, menyita, memeriksa, menyidik, dan menghentikan seseorang.
Dalam prakteknya, kewenangan-kewenangan ini ternyata dirasa masyarakat seolah ruang gerak mereka dibatasi polisi. Tak jarang kadang polisi akhirnya tidak disenangi.
“Selama melakukan perjalanan dinas di beberapa negara ternyata ada kesan masyarakat jauh dan takut dengan polisi. Karena itu, diusahakan menjadi polisi yang dekat dengan masyarakat supaya ia berhasil menjalankan tugasnya sebagai abdi masyarakat dan abdi negara,” katanya. Hal ini penting mengingat polisi dibutuhkan masyarakat.
Polisi kelahiran Mojokerto, Jawa Timur, 15 Agustus 1956 ini menceritakan, jaman dulu sebelum ada polisi, orang masih mengadu kekuatan. Artinya, siapa yang kuat maka dia yang berkuasa.
Akhirnya, masyarakat menyadari perlunya dibentuk suatu badan yang namanya sherif. Sherif ini masih semi polisi yang memiliki kekuasaan untuk mengatur orang yang lemah.
Lama kelamaan akhirnya terbentuklah polisi yang disebut polisae yang dikenal di Italia dan berubah nama menjadi polisi seperti saat ini. Nah, kembali ke soal bahwa polisi itu tugasnya mulia karena dia berJihad di jalan Allah. Yaitu membela yang haq dan memberantas yang batil.
Tiga makna
Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Kota Dili, Provinsi Timor Timur (kini negara Republik Demokratik Timor Leste-pen) tahun 1995-1997 ini mengatakan, jika dipelajari maka istilah jihad bagi polisi sesuai dengan ajaran Islam.
Jihad dalam tugas kepolisian mengandung tiga makna. Pertama, dia (polisi) berperang di jalan Tuhan untuk menghadapi musuh-musuhnya yang melakukan kejahatan. Kedua, dia membela yang haq dan memberantas yang batil. Ketiga, dia mengendalikan hawa nafsunya. Nah, itu ada pada polisi.
“Jadi, sebenarnya syarat jihad itu ada pada polisi dan sudah dilakukan setiap hari. Jika polisi memahami tugas itu maka sebenarnya tugas polisi sangat mulia di mata Allah dan masyarakat. Tugas-tugas polisi seperti itu perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar mereka memahami apa sesungguhnya tugas polisi,” tandas Anton.
Jika masyarakat sudah memiliki pemahaman tentang hakekat tugas polisi, lanjut Anton, maka masyarakat juga tahu apa yang ia diperlukan dari polisi. Ia memberi contoh jika ada orang kemalingan.
Masyarakat ingin agar polisi menangkap malingnya. Karena itu, polisi harus berusaha mencari dan menangkap pelaku serta menemukan kembali barang-barang yang hilang. Tapi, kadang pula terjadi perlawanan, fight crime, sehingga polisi dituntut berperang di jalan Allah dengan mempertarukan jiwa raganya demi membela masyarakat. Tak jarang nyawa polisi jadi taruhan di saat menunaikan tugas dan pelayanan bagi masyarakat.
Tentu masyarakat sudah tahu bahwa banyak polisi akhirnya meregang nyawa saat menjalankan tugas dan pengabdiannya di tengah masyarakat. Tapi, tugas polisi seperti ini belum banyak dimengerti oleh masyarakat.
Padahal, tugas polisi itu sangat mulia di mata Allah. Tugas ini pula yang mengilhaminya untuk masuk polisi karena sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya. Bahwa di sana (polisi) ia bisa mengabdi kepada Allah, bangsa, dan negara.
Tugas berat
Sebelum menjabat Kapolda Kalimantan Selatan dan Kapolda Jawa Timur, Anton dipercaya sebagai Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri. Saat itu ia sadar bahwa tugasnya sangat berat karena banyak yang disampaikan ke publik belum tentu disukai masyarakat.
Ini terutama orang yang dibicarakan. Di dalam agama pun dikatakan bahwa barangsiapa menutupi aib orang, insya Allah aibnya ditutupi Allah.
“Tapi kenyataannya, tugas di bidang ini adalah membicarakan aib orang. Nah, saya juga harus berkonsultasi dengan beberapa tokoh agama. Baik kiai, haji, pastor maupun pendeta. Mereka mengatakan bahwa tugas humas itu amanah dari Allah sehingga kalau nggak bicara maka dosa. Oleh karena amanah maka tentu saya harus bicara yang menyejukkan dan jujur. Kita harus bicara dengan hati nurani. Tidak bisa dengan emosi,” kata Anton saat masih menjabat Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri.
Saat membicarakan masalah seseorang, misalnya, maka ia juga harus menempatkan dan mempertimbangkan suasana batin orang yang sedang dibicarakan. Tak ayal, setelah mempelajari masalah itu maka ia mesti bicara hati-hati saat menyampaikan ke publik.
Ini sejalan dengan pilihan profesinya sebagai polisi. Juga tetap selalu menyadari tugasnya sebagai polisi agar disenangi dan bukan dijauhi masyarakat. Kemudian, dalam menjalankan tugas selaku Kadiv Humas Mabes Polri, ia juga membekali diri dengan membaca dan belajar dari pengalaman para senior. Termasuk mempelajari dan mengamati berbagai opini masyarakat.
“Bagi saya, tugas ini tak lain sebuah pengabdian kepada Allah yang dalam aplikasinya adalah hablum minannas, hubungan antarmanusia yang sangat mulia. Tugas polisi adalah ibadah kepada Allah melalui hablum minannas. Dalam realitas adalah sebagaimana terungkap di atas yakni melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat serta memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,” katanya.
Anak tentara
Anton Bachrul Alam melawati masa kecil di kota kelahirannya, Mojokerto, Jawa Timur. Ia anak seorang anggota TNI-AD. Dalam wawancara dengan sebuah surat kabar terbitan Jakarta, Anton menceritakan sekilas riwayat masa kecilnya.
Saat di kelas 4 SD, oleh karena kondisi ekonomi yang pas-pasan ia dititipkan di keluarga Pak De-nya selama setahun karena ayahnya melanjutkan pendidikan. Begitu pula saat di bangku SMP ia tergolong siswa yang suka berkelahi. Ia sempat merasa cemas karena jika dilaporkan maka akan ditangkap polisi.
Dikisahkan, awalnya Anton berita-cita menjadi tentara di lingkungan TNI-AL karena pada saat masih sekolah SMA di Ambon ia tertarik dengan penampilan para taruna Angkatan Laut (AL) yang datang di kota propinsi 1001 pulau tersebut.
Setelah lulus tes AKABRI tahun 1976 ternyata Anton masuk di Akademi Kepolisian. Meski demikian, ia menerima dan mensyukuri pilihan ini. Tugas dan pengabdian panjang penuh semangat mengantarnya menduduki beberapa pos penting di lingkungan Polri. Termasuk di Timor Timur yang kini sudah menjadi sebuah negara merdeka. Kini ia didapuk sebagai Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial-Ekonomi.
Kini, Irjen Pol Anton Bachrul Alam bertekad dan penuh tanggung jawab mengemban jabatan demi jabatan yang dipercayakan. Dalam tugas ia memegang motto hidup: Jadikanlah kegiatanmu sehari-hari untuk amal bakti kepada Tuhan.
Anton menyadari tugas sebagai sebagai polisi merupakan amanah dari Allah. Karena amanah maka ia tetap harus bicara menyejukkan dan jujur. Bicara dengan nurani, bukan emosi. (Ansel Deri)
Sumber: HATI BARU edisi November 2010
Ket foto: Irjen Pol Anton Bachrul Alam
Ket foto: Irjen Pol Anton Bachrul Alam
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!