Alumnus Akmil 2000
dan Universitas Harvard
Saya melihat
semangat dan harapan di mata generasi muda TNI, Polri, dan mahasiswa yang
memadati Gedung AH Nasution, Akademi Militer, Magelang, Jumat (21/9). Tampak
ada keinginan kuat untuk bersama-sama membawa Indonesia menuju masa depan yang
lebih baik.
Ini berbeda dengan
ketika saya menjadi taruna, berbarengan dengan angin reformasi yang bertiup
kencang saat itu. Hujatan dan cercaan terhadap TNI disuarakan lantang oleh para
mahasiswa, bahkan di depan gerbang Akademi Militer (Akmil).
Oleh karena itu,
memenuhi undangan Gubernur Akmil untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman
kepada para taruna dan mahasiswa memberi arti tersendiri. Setelah lebih dari
satu dekade ikut mengawal reformasi TNI, tak berlebihan bila kini generasi muda
TNI juga melakukan refleksi diri.
Bagi kami, yang
masuk Akmil pada era Orde Baru—saat kekuatan tentara begitu luar biasa— sungguh
tak menyangka kelak institusi TNI dihujat oleh rakyatnya sendiri. Seragam yang
menjadi identitas kami terpaksa dilipat dan masuk ke dalam tas untuk
menghindari aksi sweeping kelompok anarkis di jalan raya. Kebanggaan yang
menjadi modal dasar militer sempat pudar. Sungguh sedih, dilantik di istana
sebagai perwira tetapi seolah tak diharapkan masyarakat.
Tuntutan reformasi
yang begitu kuat direspons positif melalui kebijakan dan langkah-langkah
konstruktif oleh para pemimpin TNI saat itu. Politik praktis yang menjadi
bagian dari dwifungsi ABRI dan mendapatkan banyak sorotan karena dampak eksesif
yang ditimbulkan ditinggalkan sebelum jatuh tempo. Keberadaan TNI di lembaga
legislatif (Fraksi TNI/Polri) yang seharusnya berakhir pada 2009 ditinggalkan
TNI pada 2004.
Selain itu, TNI
yang pada masa lalu sering dicap sebagai pelanggar HAM mampu melepas citra
buruk itu melalui proses penyelesaian konflik di beberapa wilayah, seperti
halnya Aceh. Pada akhir 2005, TNI non-organik berhasil menarik diri dan
menjadikan Aceh wilayah yang aman dan damai. Di dunia internasional, peran
aktif TNI memelihara perdamaian semakin mendapat tempat karena disiplin,
semangat, dan kinerjanya.
Hal ini patut
diapresiasi sebagai hasil perjuangan para senior TNI yang sungguh-sungguh
berupaya mentransformasikan TNI sesuai tuntutan reformasi. Langkah-langkah
konkret itu membuat generasi muda TNI optimistis mengawal Indonesia menjadi
negara maju.
Tantangan
Jalan reformasi
memang tidak mudah. Sulit dimungkiri, dalam proses transformasi yang melibatkan
banyak aspek, terjadi deviasi yang tak jarang mencederai upaya optimal
reformasi TNI. Beberapa kasus kekerasan yang melibatkan TNI sedikit banyak
memengaruhi citra TNI yang sudah semakin baik.
Harus diakui, masih
ada peristiwa yang melukai hati masyarakat yang dilakukan oleh sekelompok oknum
prajurit, baik disengaja maupun tidak, yang berdampak buruk bagi TNI.
Pelanggaran dan penyimpangan ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya
adalah ketidakmampuan mengikuti proses transformasi TNI, yang tidak hanya
melibatkan aspek institusi tetapi juga aspek kognitif dan afektif prajurit.
Untuk
mengakselerasi proses transformasi itu, TNI menerjunkan generasi mudanya, yang
berbeda 10 tahun dengan taruna, ke kampus-kampus Akademi TNI. Mereka memberikan
gambaran yang kontekstual tentang situasi, kondisi, dan harapan ke depan
sehingga lahir para perwira yang tidak hanya memahami pertahanan tetapi juga
dunia global sebagai kunci pengembangan kualitas diri selanjutnya. Koreksi dan
evaluasi internal perlu terus dilakukan karena terbukti berhasil mengantarkan
TNI menjadi harapan bangsa dan negara.
Harapan
Kini tanggung jawab
masa depan TNI ada di tangan generasi muda. Citra positif TNI yang telah
dibangun para senior akan lebih bermakna apabila dilanjutkan secara konsisten
oleh prajurit di lapangan, baik dalam konteks latihan maupun penugasan operasi.
Kita benar-benar ingin menuju militer yang semakin profesional, modern, dan
menentukan sehingga memiliki daya tangkal menghadapi ancaman dan tantangan
keamanan negara yang semakin kompleks.
Oleh karena itu,
TNI harus dapat mengatasi ketertinggalannya untuk menjadi kekuatan pertahanan
yang dihormati kawan dan disegani lawan. Bagaimanapun, aspek hard power amatlah
penting bagi sebuah negara dalam politik internasional. Kita optimistis, dengan
semakin kuatnya ekonomi Indonesia dewasa ini, negara dapat mengalokasikan
anggaran yang lebih besar untuk belanja dan modernisasi militer. Sudah saatnya
kita melihat lebih banyak jet tempur mengudara, kekuatan armada laut yang
perkasa, dan sistem persenjataan pertempuran darat yang berteknologi tinggi.
Semua untuk menjaga kedaulatan NKRI.
Namun, kemajuan alat
utama sistem persenjataan (alutsista) harus dengan dibarengi peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang mengawakinya. Introduksi teknologi dan
senjata baru akan mengubah cara bertempur kita. Hal ini tentu mensyaratkan
sejumlah pembaruan terhadap doktrin dan strategi militer.
Dalam konteks ini,
para prajurit TNI harus dibekali dengan ragam pendidikan, pelatihan, dan
penugasan yang semakin memperluas cakrawala berpikir dan bertindak. Kita
berharap melalui capacity building, TNI semakin profesional dan berkelas dunia.
Selain itu,
karakter TNI yang selalu dekat dengan rakyat harus terus diperkuat. Kita ingin
kehadiran prajurit di lapangan memberikan arti positif bagi masyarakat di
sekitarnya. Tidak hanya di dalam negeri, winning the hearts and minds of the
people juga merupakan kunci keberhasilan pasukan Garuda yang ditugaskan di
berbagai misi perdamaian dunia selama ini.
Dengan berpegang
teguh pada prinsip netralitas dan imparsialitas, setiap penjaga perdamaian
harus dapat menjadi diplomat untuk mewujudkan stabilitas keamanan di daerah
konflik.
Memang, masih
banyak pekerjaan rumah yang kita miliki. Begitu banyak tantangan di era
globalisasi dan revolusi informasi yang berimplikasi pada aspek pertahanan dan
keamanan negara. Karena itu, tepat rasanya bila generasi muda TNI menyatukan
visi dan mewujudkannya melalui aksi nyata di lapangan. Bangsa yang besar adalah
bangsa yang senantiasa menjemput masa depan dan mampu mengubah tantangan
menjadi peluang.
Untuk melakukan
itu, TNI tidak berdiri sendiri. Hanya dengan kolaborasi dan dukungan seluruh
komponen bangsa, kita dapat mewujudkan Indonesia yang semakin aman, maju, dan
sejahtera. Kita semua saling membutuhkan dan saling melengkapi. Tak kalah
penting adalah peran media dalam proses check and balance bagi TNI.
Pemberitaan yang
obyektif akan memberikan ruang bagi TNI untuk memperbaiki kekurangan dan
meningkatkan prestasinya. Dengan segala keterbatasan, kami ingin selalu berbuat
yang terbaik. Di negara mana pun, setiap tentara ingin menjadi solusi bagi
permasalahan bangsa dan dicintai rakyatnya.
Sumber: Kompas, 5
Oktober 2012
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!