Oleh Dr Markus Solo Kewuta SVD
Anggota Dewan Kepausan untuk
Dialog Antar Agama
Konklaf, ritual khas untuk
memilih Sri Paus, sang Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma, diadakan lagi
Selasa, 12 Maret 2013. Konklaf digelar untuk memilih penerus Takhta Santo
Petrus ke-265, setelah Paus Benediktus XVI secara resmi mengundurkan diri
Kamis, 28 Februari 2013, tepat pukul 20.00 waktu Roma karena umur dan
kesehatan.
Sejak saat itu Takhta Santo
Petrus mengalami sede vacante (Latin, artinya takhta kosong). Di dalam masa ini
para kardinal di seluruh dunia di bawah 80 tahun sejak sede vacante berkumpul
di Vatikan untuk mengadakan konklaf.
Seperti yang telah diputuskan
secara bersama-sama oleh para kardinal pemilih, pada Selasa (12/3), 115
kardinal pemilih akan memulai konklaf. Pada pukul 10.00 pagi waktu Roma (pukul
16.00 WIB), dirayakan misa mulia pembukaan konklaf di Basilika Santo Petrus,
Vatikan, yang disebut dengan istilah “Pro Eligendo Romano Pontifice” (Misa
pemilihan Paus Roma) dipimpin oleh Pemimpin Kollegium para kardinal, yakni
Kardinal Angelo Sodano.
Perayaan Misa tersebut
dihadiri seluruh kardinal pemilih dan bukan pemilih, artinya yang sudah berumur
di atas 80 tahun sejak sede vacante, dan terbukauntuk seluruh umat Katolik.
Di dalam misa ini, ujud utama
yang dikedepankan adalah memohon bantuan Allah Tritunggal agar memberkati
upacara konklaf dan memohon bantuanNya melalui penerangan roh kudus agar para
kardinal pemilih dapat memilih seorang paus yang sungguh-sungguh tepat sesuai
kehendak Tuhan sendiri.
Sore hari waktu Roma atau
tepat pukul 16.30 (pukul 22.30 WIB), para kardinal pemilih berkumpul di Kapela
Paulina di dalam Vatikan, lalu berarak dalam prosesi dan suasana doa menuju
Kapela Sixtina, di tengah-tengah bangunan Vatikan, tempat konklaf akan
berlangsung.
Perarakan ini didahului ajudan
pemegang salib dan diikuti rombongan koor Sixtina yang terdiri dari anak
laki-laki dan pria dewasa. Para kardinal pemilih mengenakan pakaian merah
dengan segala perlengkapannya sebagai layaknya menghadiri sebuah peristiwa
penting.
Selama perarakan, para serdadu
Swiss dan polisi Italia akan mengawal dan memastikan bahwa tidak ada pihak luar
yang berkontak dengan para kardinal pemilih atau sebaliknya.
"Extra Omnes"
Setibanya di dalam Kapela
Sixtina, para kardinal memilih tempat duduk seperti yang sudah disediakan.
Setelah acara doa selesai, master seremoni papale, Monsignor Guido Marini,
adalah orang pertama yang berbicara dengan kata-kata berikut: extra omnes,
artinya semua yang bukan kardinal pemilih harus meninggalkan Kapela Sixtina.
Kapela Sixtina sendiri telah
disiapkan sebelumnya, termasuk pembangunan cerobong asap, oven pembakar kertas
pilih, pencabutan segala jaringan telepon, internet, pembersihan surat-surat
kabar dan perusakan sinyal handphone untuk menghindari kontak dengan dunia
luar.
Juga di tempat para kardinal
pemilih, Domus Sanctae Marthae (Rumah Santa Marta) di dalam Vatikan, segala
bentuk alat komunikasi, baik cetak maupun elektronik, diamankan.
Jendela-jendela kamar mereka disegel dan sinyal telepon genggam juga diblok.
Tetapi tidak tertutup
kemungkinan bagi para kardinal untuk bersalaman satu dengan yang lain. Akan
tetapi mereka harus mengelakkan pembicaraan-pembicaraan yang berkaitan dengan
calon kandidat pilihan mereka atau segala diskusi terkait.
Setelah diadakan pengecekan
dan pasti bahwa hanya ada 115 kardinal pemilih di dalam Kepela Sixtina, pintu
ditutup sebagai tanda penarikan diri mereka dari dunia luar secara sah dan
konklaf secara resmi dimulai. Sejak saat itu hanya ada 115 kardinal berada di
dalam Kapela Sixtina dan mengurus segala sesuatu secara sendiri.
Di awal konklaf, Kardinal
Kepala Kollegium memilih tiga kardinal termuda sebagai tenaga-tenaga pelancar
selama konklaf. Hari-hari berikutnya bisa dipilih tiga kardinal muda lainnya.
Pada hari pertama, Selasa
malam waktu Roma, pemilihan hanya terjadi satu putaran saja. Sedangkan pada
hari-hari selanjutnya sebanyak empat kali, yakni dua putaran di pagi hari dan
dua putaran di sore hari.
Sebelum memulai dengan
pemilihan, kepada masing-masing kardinal dibagikan sebuah kertas pemilih
berukuran seperempat dari selembar kertas yang di atasnya tertera sebuah
kalimat di dalam bahasa Latin: eligo in Sumum Pontificem Meum. Artinya: saya
memilih Pemimpin Tertinggiku. Di bawahnya terdapat ruangan untuk menulis nama
orang yang ingin dipilih.
Setelah semua kardinal
memilih, mereka diminta untuk beranjak dari tempat duduknya menuju altar, di
mana sudah disediakan sebuah tempayan atau piala, tempat mereka akan memasukkan
kertas suara mereka.
Mereka dipanggil menurut
pangkat dan jabatan. Setiba di depan altar, setiap kardinal berdiri dengan
posisi menghadap sidang kardinal, mengangkat kertas pilihannya tinggi-tinggi
untuk membuktikan bahwa dia telah memilih secara sah, kembali berdiri menghadap
altar, lalu berlutut untuk berdoa.
Bunyi doanya adalah: Testor
Christum Dominum, qui me iudicaturus est, me eum eligere, quem secundum Deum
iudico eligi debere (Aku memanggil Kristus Tuhan sebagai hakimku untuk menjadi
saksi bahwa saya telah memilih calon ini, yang saya yakin sungguh bahwa dia
akan dipilih sesuai kehendak Tuhan).
Setelah berdoa demikian, si
kardinal pemilih bangun berdiri, melipat kertas pilihannya dua kali sehingga
berukuran kecil sekitar 2 x 2 cm, lalu meletakkannya ke tempayan atau piala
yang telah disediakan. Setelah itu dia kembali ke tempat duduk dan disusul
kardinal lainnya hingga akhir.
Setelah ke-115 kardinal
melakukan tahap ini, ketiga kardinal termuda yang telah dipilih untuk
melancarkan upacara pemilihan, menghitung kertas suara dan mengumpulkan suara,
lalu mengumumkan hasil pemilihan. Kalau proses pemilihan sesuai dengan aturan
yang berlaku, maka pemilihan dinyatakan sukses.
Untuk konklaf kali ini,
berbasis pada motu proprio Paus Benediktus yang melengkapi peraturan konklaf
dari pendahulunya, Paus Yohanes Paulus II, seandainya seorang calon terpilih
dengan mayoritas 77 suara, artinya dua per tiga dari jumlah seluruh pemilih,
maka dengan itu seorang paus sudah terpilih. Jika belum ada minimal mayoritas
dua per tiga,maka pemilihan akan dilanjutkan ke putaran berikutnya. Akan tetapi
jika lebih dari putaran ke-30 dan belum juga terpilih seorang paus, maka sesuai
motu proprio Paus Benediktus tahun 2007, dua kandidat dengan perolehan suara
terbanyak, akan dipilih oleh para kardinal, di mana kedua yang terpilih ini
otomatis kehilangan hak memilih.
Cerobong Asap
Di akhir sebuah putaran,
kertas-kertas yang sudah terbuka akan dilubangi dengan sebuah jarum lalu
ditumpuk pada seutas benang dan dimasukkan ke dalam oven untuk dibakar. Kalau
putaran tersebut belum menghasilkan seorang paus, maka kertas-kertas itu dibakar
dengan campuran zat kimia yang menghasilkan asap warna hitam. Hal ini
memberikan isyarat kepada umat Katolik seluruh dunia bahwa paus belum terpilih.
Di berbagai sudut Vatikan
sekitar 5.000 wartawan cetak dan elektronik sudah siap untuk memantau cerobong asap
selama masa konklaf dan sesegera mungkin melanjutkan isyarat ini ke seluruh
dunia. Ribuan umat yang menanti sehari-hari di Lapangan Santo Petrus juga akan
mengarahkan pandangan hanya ke satu titik, yakni ke cerobong asap.
Seandainya sebuah putaran telah
menghasilkan mayoritas yang dibutuhkan, artinya seorang paus sudah terpilih,
maka Kardinal Dekan menanyakan kepada yang bersangkutan dalam keadaan berdiri,
apakah dia menerima pemilihan tersebut. Ketika dia menjawab “ya” sebagai tanda
kesediaannya, maka kepadanya dilontarkan pertanyaan kedua: apa nama yang
digunakan sebagai paus?
Setelah memberikan jawaban
atas kedua pertanyaan ini dengan jelas, paus baru dikenakan sebuah tanda khusus
berupa sebuah pakaian kebesaran. Dulu, paus terpilih memakai sebuah mahkota,
tetapi tradisi ini sudah tidak berlaku lagi.
Setelah mengenakan pakaian
khusus ini, paus terpilih beranjak dari tempatnya menuju ke altar, di mana di
depan altar tersebut sudah disediakan kursi khusus. Di hadapannya para kardinal
(saat itu berjumlah 114 orang) mengucapkan janji setia dan ketaatan mereka
kepadanya. Setelah itu semua bertepuk tangan dan mengucapkan selamat kepada
paus terpilih.
Pada saat itu petugas pembakar
kertas pilihan memasukkan kertas-kertas yang sudah dideretkan pada seutas tali
dan dibakar dengan campuran kimia yang menghasilkan asap warna putih, sebagai
tanda bahwa Gereja Katolik sudah memiliki seorang paus.
Asap putih dari cerobong di
atas atap Kapela Sixtina akan diiringi dengan bunyi lonceng raksasa dan pada
saat yang sama, paus baru diantar menuju sebuah kamar di samping altar yang
disebut camera lacrimatoria. Artinya,
“kamar air mata”, di mana dia beristirahat, memikirkan apa yang harus
dikatakan beberapa saat kemudian ketika diperkenalkan kepada dunia dari balkon
Basilika Santo Petrus.
Kamar itu dinamakan “kamar air
mata” karena berbagai alasan, antara lain sebuah tempat khusus, di mana paus
baru meluapkan segala perasaannya, yang umumnya di dalam sejarah berupa deraian
air mata kegembiraan atau keharuan. Di sini pula paus baru mengenakan pakaian
lain untuk ditampilkan ke publik.
Dalam selang waktu antara 20
sampai 30 menit, ketika ratusan ribu umat dan peziarah bergegas menuju Lapangan
Santo Petrus, paus baru diantar oleh rombongan kardinal menuju balkon Basilika
Santo Paulus yang berbingkai merah dan ditutup dengan kain lebar berwarna merah
pula.
Dua ajudan mendampingi seorang
Kardinal Diakon yang akan mengumumkan kepada dunia nama paus baru sebagai hasil
konklaf. Kali ini, Kardinal Diakon yang akan mengumumkan nama paus baru adalah
Jean-Louis Kardinal Tauran, yang adalah juga Presiden Dewan Kepausan untuk
Dialog Antar Umat Beragama, tempat penulis bekerja.
Kardinal Diakon tampil ke
balkon diiringi tepuk tangan dan teriakan histeris hadirin yang dipenuhi dengan
rasa ingin tahu, lalu mengumumkan nama paus baru dengan rumusan berikut:
Annuntio vobis gaudium magnum: Habemus Papam! Artinya: saya mengumumkan kepada
Anda kalian sebuah kegembiraan besar: Kita mempunyai seorang Paus!
Kardinal Diakon dan kedua
ajudan mundur, lalu tampillah paus baru sambil menyalami hadirin dan pemirsa di
seluruh dunia dengan gestikulasi tangan khas. Setelah masa reda, beliau
menyalami umat dan dunia, lalu menyampaikan wejangan singkat.
Setelah melakukan perkenalan
dan sambutan ini, beliau kembali ke Domus Sanctae Marthae, menghuni sebuah
kamar khusus yang sudah disediakan sekitar satu minggu, sambil menanti
pemberesan dan adaptasi istana kepausan untuk paus baru. Setelah pengumuman
resmi ini, para kardinal pemilih boleh kembali ke ritme dan model hidup normal.
Beberapa hari kemudian, sebuah
misa instalasi paus baru akan dilaksanakan dan terbuka untuk umat. Pada saat
itu umat dipenuhi kegembiraan sekaligus rasa ingin tahu tentang apa yang akan
disampaikan paus baru di dalam khotbahnya, yang umumnya sudah menyiratkan kiat,
visi, misi, dan harapannya, serta apa yang akan dilakukan di masa-masa
mendatang di dalam era kepemimpinannya.
Sumber: www.beritasatu.com, 11
Maret 2013
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!