Oleh Hendra Sugiantoro
Pegiat Transform Institute
Yogyakarta
Betapa sering kita mendengar
soal krisis kepemimpinan. Tak cuma terkait dengan kaderisasi kepemimpinan,
tetapi juga karakter kepemimpinan. Pemimpin-pemimpin di negeri ini acapkali
diragukan integritasnya meski kita tentu saja tak bisa melakukan generalisasi.
Di tengah adanya pemimpin-pemimpin yang dinilai buruk, masih ada pemimpin-pemimpin
yang terpuji. Di negeri ini masih terdapat pemimpin-pemimpin yang bertanggung
jawab membangun kehidupan masyarakatnya.
Yang perlu disadari, menjadi
pemimpin sebenarnya merupakan tanggung jawab yang tak ringan. Pemimpin harus
mampu membawa masyarakatnya pada kehidupan yang baik, adil, sejahtera, dan
senantiasa dalam limpahan berkah Ilahi. Mungkin adakalanya pemimpin itu lupa
dengan tanggung jawabnya. Kekuasaan acapkali melenakan, sehingga lalai
mengurusi masyarakatnya. Maka, sesungguhnya pemimpin itu harus terus-menerus
melakukan evaluasi diri. Sebagai manusia, kekurangan memang bisa dimaklumi,
namun pemimpin yang baik harus senantiasa memperbaiki sikap dan perilaku
kepemimpinannya. Pemimpin yang rendah hati pun harus menerima teguran dan
kritik masyarakat agar lebih bisa mengaca diri untuk melakukan perbaikan.
Di sisi lain, tak salah
apabila kita juga dituntut memotivasi, memberikan inspirasi, dan membangun
spirit kepada pemimpin agar bekerja secara baik dan bertanggung jawab. Yang
namanya manusia itu mudah lupa, maka kita mengingatkan pemimpin untuk memegang
teguh janji setianya sebagai pemimpin untuk membangun kemaslahatan kehidupan
masyarakat. Pemimpin tak hanya pada lingkup negara, tetapi juga daerah, seperti
gubernur, bupati, walikota, bahkan ketua RT. Begitu juga anggota DPR/ DPRD
adalah pemimpin yang bertanggung jawab memperhatikan kehidupan masyarakat.
Ada pelajaran berharga dari
sebuah kisah kha zanah literatur Islam, yang bisa dijadikan cermin oleh para
pemimpin di negeri ini.
Khalifah Umar bin Khaththab
berkeliling Madinah dan menjumpai anak-anak menangis di malam hari karena
perutnya kosong. Agar anak-anaknya terdiam dan tertidur, sang ibu berpura-pura
membuatkan makanan, padahal tungku yang dipanasi hanya berisi air dan batu.
Umar bin Khaththab pun bertanya dan bercakap-cakap dengan sang ibu yang tak
tahu kalau yang berbicara itu adalah sang khalifah. Jawaban menyentuh sang ibu
sungguh menghentak ketika Umar bin Khaththab bertanya, "Engkau tak memberi
tahu Khalifah Umar?"
Apakah jawaban sang ibu yang
anak-anaknya menangis karena kelaparan itu? "Dialah yang seharusnya
mengetahui keadaan kami. Dia memiliki kuda dan juga ribuan pegawai dan tentara.
Dia seharusnya tak tidur nyenyak di rumahnya, sementara ada rakyatnya seperti
kami yang kedinginan dan kelaparan," jawab sang ibu. Siapa pun pemimpin
memang seyogianya menyadari bahwa kekuasaan yang dipegangnya mengandung
kewajiban untuk menyejahterakan masyarakat. Seperti dikemukakan Umar bin
Khaththab yang tersentuh dengan jawaban sang ibu, pemimpin tak bisa begitu saja
melihat penderitaan rakyatnya tanpa tindakan nyata. Tanpa menunggu esok hari,
Umar bin Khaththab yang menyadari amanah kepemimpinan langsung bertindak cepat
mengambil bahan makanan. Ketika pembantunya mencegahnya membawa sendiri bahan
makanan itu di pundaknya, Umar bin Khaththab berucap, "Apakah kamu juga
akan memanggul dosaku di hari kiamat kelak!" Dialah Umar bin Khaththab
yang tetap membingkai kepemimpinannya dengan nafas akhirat.
Diakui atau tidak, kehidupan
sebagian masyarakat di negeri ini belum sepenuhnya terjamin secara layak.
Kemiskinan dan kelaparan masih dirasakan sebagian masyarakat. Ketika menjumpai
seorang ibu yang anak-anaknya kelaparan, Umar bin Khaththab tak mengabaikan
kehidupan masyarakat yang dipimpinnya. Ia menyadari amanah kepemimpinannya dan
ingin hidup bersama masyarakat sehingga beliau berkeliling Madinah. Tak sekadar
mengandalkan laporan, Umar bin Khaththab terjun sendiri menyaksikan kehidupan
masyarakatnya meskipun larut malam.
Memang, pemimpin seharusnya
merasa takut kepada Allah SWT ketika mendengar kasus gizi buruk dan busung
lapar. Bertindak nyata bagi kehidupan masyarakat perlu ditunjukkan oleh
pemimpin yang tak membiarkan kasus kelaparan di negeri ini mencuat setiap
tahunnya. Pemimpin dengan kekuasaannya seharusnya bisa melindungi masyarakatnya
dari keterpurukan dan ketidakberdayaan. Tentu saja, sebagian masyarakat yang
hidupnya kurang layak di negeri ini membutuhkan kepedulian dan tindakan nyata
dari pemimpinnya.
Pernah Aisyah berkata,
"Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda dalam rumahku. Ya Allah, barang
siapa menguasai sesuatu dari urusan pemerintahan umatku kemudian ia membuat
kesengsaraan pada mereka, maka berilah kesengsaraan kepada orang itu sendiri,
sedangkan barang siapa yang menguasai sesuatu dari urusan pemerintahan umatku
kemudian ia menunjukkan kasih-sayang kepada mereka, baik ucapan ataupun
perbuatannya, maka kasih sayangilah orang itu." (HR Muslim) Dari apa yang
dituturkan Rasulullah SAW, pemimpin hendaknya mengurusi masyarakatnya secara
baik. Pemimpin harus memberikan kasih sayangnya kepada masyarakat yang
dipimpinnya.
Pungkasnya, tanggung jawab
pemimpin amatlah berat. Pemimpin adalah pemelihara kehidupan masyarakatnya dan
akan dimintai pertanggungjawaban terkait kehidupan masyarakatnya secara
vertikal moral di hadapan Allah SWT. Seorang pemimpin bukanlah dinilai dari
retorika yang diucapkan, tetapi tindakan nyata untuk menciptakan kemaslahatan
bagi kehidupan masyarakat. Selain memajukan kesejahteraan masyarakat, pemimpin
bertanggung jawab mencerdaskan masyarakatnya. Pemimpin bertanggung jawab
menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang senantiasa diselimuti keberkahan
Ilahi. Wallahu a'lam.
Sumber: Suara Karya, 28 Juni
2013
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!