Dosen STFT Fajar
Timur Abepura;
Koordinator
Jaringan Damai Papua
PRESIDEN Susilo
Bambang Yudhoyono, menurut keterangan Gubernur Papua Lukas Enembe, akan
berkunjung ke Jayapura, Agustus 2013 ini, antara lain untuk memberikan draf
Otonomi Khusus (Otsus) Plus kepada masyarakat Papua.
Pemberian draf
otsus plus tersebut memperlihatkan iktikad baik Presiden Yudhoyono untuk
menyelesaikan konflik Papua yang berusia 50 tahun, maka patut dihargai
sewajarnya.
Istilah “otsus
plus” dimunculkan Gubernur Enembe setelah bertemu dengan Presiden Yudhoyono, 29
April 2013, di Jakarta.
Sebelum pelantikan
Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua periode 2013-2018 pada 9 April 2013,
tidak pernah ada rumor, apalagi berita, tentang otsus plus di Papua. Otsus plus
tidak pernah menjadi agenda diskusi bagi para birokrat pemerintah daerah, baik
di provinsi maupun kota/kabupaten di Tanah Papua.
Para akademikus di
perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri, mewacanakan pentingnya evaluasi
komprehensif tentang implementasi Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua (UU Otsus Papua) dan bila perlu UU Otsus
tersebut direvisi. Tetapi, mereka tidak pernah mewacanakan ide otsus plus.
Kalangan masyarakat
Papua ramai membahas dan menuntut pemekaran provinsi dan kabupaten, dialog
Jakarta-Papua, evaluasi Otsus Papua, dan perundingan internasional untuk
penyelesaian konflik Papua. Tetapi, pemerintah tidak pernah menanggapi
permintaan ini.
Jelaslah bahwa
gagasan otsus plus tidak berasal dari bumi cenderawasih. Dia diproduksi di luar
Papua, kemudian diimpor masuk ke tengah masyarakat Papua tanpa memberikan tanda
dan sinyal terlebih dahulu.
Oleh sebab itu,
pengumuman tentang kebijakan otsus plus terasa bagaikan petir di siang hari
yang menyambar orang Papua. Tidak ada hujan; tidak ada angin; tapi tiba-tiba
ada sambaran petir yang mengejutkan orang Papua.
Orang Papua
tiba-tiba dikagetkan oleh gagasan yang tidak pernah didiskusikan maka mereka
belum bisa menyatakan menerima atau menolak gagasan otsus plus.
Banyak pertanyaan
Gagasan otsus plus
baru diwacanakan sehingga membangkitkan banyak pertanyaan bagi orang Papua dan
banyak pihak lain. Banyak hal tentang otsus plus masih perlu diperjelas dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.
Apa isi dan bentuk
otsus plus? Di mana draf otsus plus dirumuskan? Siapa yang terlibat dalam proses
pembuatan draf otsus plus? Mekanisme seperti apa yang ditempuh untuk
menghasilkan draf tersebut? Apakah otsus plus akan diberlakukan hanya di
Provinsi Papua ataukah akan mencakup juga Provinsi Papua Barat?
Masalah Papua
mempunyai multidimensi yakni dimensi ekonomi, politik, budaya, hukum, keamanan,
dan internasional. Apakah otsus plus menjawab semua dimensi konflik Papua? Atau
berapa dimensi konflik yang akan dituntaskan melalui kebijakan otsus plus?
Sejak 2001,
pemerintah memberlakukan UU Otsus Papua. Apakah implementasi UU Otsus Papua
tidak berhasil menyelesaikan masalah-masalah secara menyeluruh di Papua?
Apakah pemerintah
masih serius mengimplementasikan UU Otsus secara konsisten atau meninggalkan
otsus kemudian menggantinya dengan otsus plus?
Kalau seluruh isi
UU Otsus akan dipertahankan maka hal-hal baru apa saja yang akan ditambahkan
pada UU Otsus Papua untuk menghasilkan otsus plus? Siapa yang memilih dan
menambahkan hal-hal baru tersebut?
Kalau menghilangkan
sejumlah pasal dalam UU Otsus Papua, siapa yang menentukan dan menghilangkan
pasal-pasal tersebut? Apa dasar penghilangan pasal-pasal tersebut?
Bagaimana dengan
nasib Kebijakan Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (P4B)
yang akan berakhir 2014? Berapa lama otsus plus akan diberlakukan? Masa depan
Papua seperti apa yang ingin dicapai melalui kebijakan otsus plus?
Pemerintah perlu
menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan di atas agar orang Papua dan
pihak-pihak lain dapat memperoleh pemahaman yang benar tentang otsus plus.
Pemangku kepentingan
Kebijakan otsus
plus dapat dirumuskan oleh beberapa ahli saja. Hasilnya diserahkan kepada
pemerintah pusat selanjutnya dilaksanakan di Papua. Isi kebijakannya bisa saja
sangat bagus, tetapi pemangku kepentingan lain, selain pemerintah pusat, tidak
akan merasa memiliki terhadap solusi otsus plus ini.
Kalau otsus plus
dimaksudkan untuk menyelesaikan konflik Papua secara komprehensif, semua
pemangku kepentingan perlu dilibatkan dalam proses pembahasannya. Selain
pemerintah pusat dan daerah, perlu dilibatkan juga kelompok pemangku
kepentingan lainnya seperti para pemimpin agama, adat, paguyuban-paguyuban
Nusantara, TNI, Polri, perusahaan-perusahaan domestik dan multinasional, orang
Papua yang hidup di luar negeri, dan Gerilyawan Papua yang disebut Tentara
Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB).
Setiap kelompok
pemangku kepentingan perlu diberikan kesempatan berkumpul untuk membahas dan
menghasilkan pendapat kolektifnya. Hasil dari semua diskusi tersebut dapat
dijadikan bahan untuk membuat kebijakan otsus plus.
Sumber: Sinar Harapan,
27 Juni 2013
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!