Headlines News :
Home » , » Terorisme di Tahun Politik

Terorisme di Tahun Politik

Written By ansel-boto.blogspot.com on Sunday, February 02, 2014 | 12:37 PM


Oleh Ansel Deri
Alumni FKIP Undana Kupang;
Tenaga Ahli (A-278) DPR Dapil Papua 

APARAT kepolisian terus mengendus dan membongkar para teroris beserta jaringannya menjelang dan memasuki tahun politik 2014. Kasus teranyar terjadi di simpang pergantian tahun. Selasa 31 Desember hingga Rabu 1 Januari dini hari, aparat Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri dan Polda Metro Jaya menggrebek rumah kontrakan milik Zaenab yang menjadi lokasi persembunyian para terduga teroris. Rumah tersebut terletak di Gang Haji Hasan, RT 04 RW 07, Kelurahan Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.

Dalam penggrebekan sejumlah terduga teroris berhasil ditaklukkan. Selain menangkap Anton alias Septi (26 tahun), enam lainnya meregang nyawa setelah diterjang timah panas. Mereka adalah Dayat alias Daeng alias Hidayat Kacamata; Nurul Haq alias Dirman alias Jack (28 tahun); Rizal alias Hendi Albar (30 tahun); Ozi alias Tomo; Edo alias Ando; dan Amril.

Dari peristiwa penggrebekan terduga teroris dan aksi terorisme Ciputat ada beberapa hal yang dapat dicatat. Pertama, memasuki tahun politik: Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres), terorisme masih menjadi ancaman serius. Ini berasalan karena sejak tragedi di Legian dan Kuta, Bali tahun 2002, aksi teroris di sejumlah wilayah di Indonesia terus terjadi.

Kedua, pemerintah melalui aparat keamanan berkomitmen untuk terus bekerja keras memantau dan membatasi ruang gerak para teroris. Langkah penggrebekan di Ciputat, misalnya, dapat dilihat sebagai salah satu bentuk keseriusan pemerintah menghentikan dan mencegah dampak destruktif para teroris. Ketiga, pileg dan pilpres merupakan dua momentum strategis bagi partai politik dan rakyat menentukan masa depan bangsa dan negara. Karena itu, terorisme dalam bentuk apapun yang mengganggu stabilitas politik menjadi agenda dan tantangan pemerintahan baru pasca SBY-Boediono guna mencari strategi mengurangi keresahan masyarakat akibat terorisme.

Motif teror

Teror dan terorisme yang melanda dunia, termasuk Indonesia, nampaknya tak pernah berakhir dan bakal berlangsung terus. Serangan teroris 11 September 2001 di New York, Amerika Serikat boleh dibilang merupakan sejarah kelam bagi dunia. Sedangkan bom di Bali pada 12 Oktober 2002 merupakan yang terburuk dalam sejarah bangsa Indonesia bahkan dunia internasional.

Namun, satu hal pasti: teror dan terorisme terjadi dengan beragam motif seperti kemiskinan (poverty), ketidakadilan (injustice), dan kesenjangan (inequality). Karena itu, jika masalah tersebut belum dituntaskan maka perang terhadap terorisme menjadi pekerjaan berat, melelahkan, dan menguras dana besar. Teror akhirnya kembali pada arti sebenarnya yakni usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan.

Intelektual muda Muslim, Zuhairi Misrawi dalam Pandangan Muslim Moderat (2010) menyebut sejumlah motif yang memproduksi terorisme. Pertama, arus modernisasi dan urbanisasi. Fenomena globalisasi yang memberi fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan secara terbuka, bebas, dan murah memungkinkan siapa pun mempelajari teknik-teknik melakukan teror. Akses komunikasi yang difasilitasi kecanggihan teknologi mutakhir mempermudah dan mempercepat komunikasi antarjaringan teroris.

Kedua, budaya kekerasan yang tumbuh di sebuah negara dapat menjadi salah satu motif terorisme. Hal itu disebabkan munculnya kesadaran kolektif bahwa kekerasan adalah tradisi, warisan, sejarah, dan fakta sosial. Ketiga, terorisme meluas secara intensif karena tidak ada komitmen pemerintah untuk benar-benar melawan terorisme. Artinya, perlawanan atas terorisme hanya kebohongan. Kerja keras untuk membatasi gerak teroris dan menjamin tersedianya keamanan cenderung dinomorduakan.

Karena itu, pemerintah yang lamban, lembek, dan peragu memberi ruang bagi teroris melancarkan aksinya. Keempat, terorisme adalah akumulasi penindasan, peminggiran, dan penderitaan. Mereka yang didiskriminasikan secara konstitusional dan tidak mendapat kebebasan sebagaimana kebanyakan masyarakat, biasanya menjadi faktor determinan meluasnya terorisme. Semula, para teroris berasal dari kelompok minoritas yang terpinggirkan, tetapi akhirnya membentuk kelompok yang bisa menjadi mayoritas.

Komitmen

Meski aksi para terduga teroris di Ciputat tak bertujuan politik, substansi makna atas term teror, teroris, dan terorisme di atas sangat relevan. Sepintas, para pelaku sedang menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman. Mereka menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut. Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Sutarman memastikan terduga teroris Ciputat merupakan anggota kelompok Abu Omar, jaringan yang merupakan pelaku penembakan polisi di Ciputat, Cirendeu, Pondok Aren, dan di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi dan sejumlah aksi kejahatan lainnya, termasuk merencanakan pengeboman 30 vihara atau rumah ibadah umat Budha.

Aksi terduga teroris di Ciputat bertujuan politik? Masih tanda tanya. Namun, sejumlah analisis menyebutkan, teror dan terorisme kerap terkait masalah politik. Menurut analis dan aktivis Imparsial Al Araf, meski pada saat ini sistem politik kita demokrasi, bukan tak mungkin terorisme bisa berlatar politik, etnonasionalisme, ideologi, agama, atau kriminal. Aksi terorisme dengan motif apa pun selalu menggunakan kekerasan secara sistematik untuk menimbulkan rasa takut yang meluas. Ia tidak menjadikan korban sebagai sasaran yang sesungguhnya, tetapi hanya sebagai taktik mencapai tujuan (Kompas, 30 Oktober 2013).

Pengajar filsafat politik F. Budi Hardiman dalam Terorisme: Definisi, Aksi, dan Regulasi (2005) berpendapat, teror adalah fenomena yang cukup tua dalam sejarah. Menakut-nakuti, mengancam, memberi kejutan kekerasan atau membunuh dengan maksud menyebarkan rasa takut adalah taktik-taktik yang sudah melekat dalam perjuangan kekuasaan, jauh sebelum hal-hal itu dinamai ‘teror’ atau ‘terorisme’.

Menurut Ali Usman, peneliti Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, teror dan terorisme dapat diatasi jika masing-masing di antara kita dengan penuh kesadaran, kompak mengusirnya. Mengapa? Terorisme merupakan gejala, bukan penyakit. Terorisme hidup tanpa memiliki tanah kelahiran di lokasi geografis tertentu. Jaringan teroris berperilaku seperti perusahaan multinasional. Saat persoalan menggejolak di negara tertentu, mereka segera angkat kaki ke negara lain yang memberikan kesepakatan ”bisnis” yang lebih menguntungkan (Suara Merdeka, 12 September 2011).

Insiden Ciputat menyadarkan pemerintah dan masyarakat dan semua elemen, terutama partai politik untuk mewaspadahi terorisme. Ini penting karena memasuki 2014, teror dan terorisme masih berpotensi jadi ancaman serius. Stabilitas politik akan terganggu dengan munculnya aksi teror pihak-pihak tertentu.

Paling kurang ada beberapa catatan tambahan mencermati teror dan terorisme memasuki tahun politik. Pertama, aksi teror dan terorisme akan tetap menjadi ancaman serius masyarakat dan pemerintah (baru). Karena itu, kewaspasdaan menjadi hal yang perlu serius diperhatikan. Kedua, persis digambarkan Al Araf, Polri perlu dan harus membuat langkah penanganan yang lebih komprehensif terkait aksi teror. Mulai dari deteksi dini dengan peningkatan jejaring intelijen yang lebih baik dan luas hingga aksi penindakan yang lebih profesional dan proporsional menangkap para pelaku.

Ketiga, langkah antisipasi dan keseriusan aparat keamanan baik Polri (termasuk TNI) untuk mengungkap aksi teror di tanah air membutuhkan dukungan dan kemauan politik presiden baru beserta jajaran pemerintahan, khususnya dukungan anggaran pemberantasan tindak pidana terorisme. Tanpa dukungan politik, polisi akan mengalami hambatan mengendus dan menangkap para pelaku dan jaringannya.

Sekali lagi, terkait urusan tersebut butuh dukungan politik. Negara tidak boleh takluk menghadapi tindakan teror yang dilakukan orang atau pihak yang ingin mengacaukan pemerintahan. Negara, melalu aparat keamanan, menjadi garansi politik atas rasa aman rakyat.
Sumber: Pos Kupang, 1 Februari 2014
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger