Oleh Tjahjo Kumolo
Menteri Dalam Negeri 2014-2019
PARA ahli demokrasi pernah berdebat tentang apakah demokrasi datang dari luar
atau dari dalam masyarakat. Kelompok yang cenderung anti asing tentu saja
percaya, demokrasi datang dari luar dan tidak sesuai nilai bangsa kita.
Kelompok yang
moderat (dan kita semua harusnya ada di sini!) mengakui memang demokrasi
sebagai sistem politik diperkenalkan dari luar. Namun, sebagai semangat hidup
bernegara yang berlandaskan penghargaan terhadap kemanusiaan serta sebagai
tatanan nilai yang bertujuan baik, demokrasi lahir dan berkembang di setiap
kelompok masyarakat.
Nenek moyang kita,
yang barangkali tidak belajar teori berdemokrasi, juga mengenal dan menjalankan
prinsip demokrasi. Ahli dunia bernama Larry Diamond (2008) pernah mengatakan
dalam bukunya bahwa demokrasi lahir dan hidup dalam setiap bentuk masyarakat.
Itulah yang sesungguhnya terjadi.
Sejak menjalankan
tugas sebagai Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Kerja Pemerintahan Joko
Widodo-Jusuf Kalla, kami menemui penguatan-penguatan yang membenarkan hipotesis
tadi. Bahwa demokrasi sesungguhnya datang dari dalam masyarakat. Untuk itu,
hidup dan matinya demokrasi ditentukan oleh hidup dan matinya sebuah
masyarakat. Dengan kata lain, kami ingin mengatakan dengan optimistis bahwa apa
pun masalah yang dihadapi bangsa ini, demokrasi tidak akan pernah mati. Kinerja
100 hari
Pada saat 100 hari
pemerintahan, banyak yang memberikan penilaian. Ada yang positif dan ada yang
cenderung negatif. Kemendagri tidak mempunyai target 100 hari kerja. Namun,
dalam tiga bulan awal, kami secara keseluruhan menjabarkan secara operasional
visi-misi Kabinet Kerja dengan mempersiapkan agenda prioritas pada 2015-2016.
Sudah ada peraturan pemerintah (PP) yang dikeluarkan, antara lain PP tentang
tata cara pengusulan atau pengangkatan kepala daerah dan peraturan presiden
tentang tata cara pelantikan kepala daerah seperti yang digunakan dalam
pelantikan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Selain itu, telaah
terhadap perda-perda kontroversial juga penting. Ada 100 perda bermasalah
dikembalikan kepada pemerintah provinsi atau kabupaten/kota yang membuatnya.
Perda bermasalah ini sangat serius karena sebagian berkaitan langsung dengan
integrasi nasional dan masa depan Indonesia.
Kita ingin menjamin
kehidupan multikultural ketika setiap komponen bangsa saling menerima dan
menghargai. Tiap komponen masyarakat, tidak ada istilah mayoritas-minoritas,
adalah bagian utuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keindonesiaan ini
yang harus kita jaga dan perkuat sehingga kami berani membatalkan sejumlah
perda bermasalah.
Selain itu, secara
struktural, pembenahan internal sudah berjalan, di antaranya (1) Revisi
anggaran Kemendagri dan APBD dalam rangka optimalisasi pembangunan
infrastruktur daerah; (2) Memperpendek jalur perizinan dan mendorong
terbentuknya perizinan satu atap (one stop service) di level daerah; (3)
Percepatan penetapan APBD provinsi dan kabupaten/kota; (4) Percepatan pengenaan
pajak kendaraan bermotor tahun 2015; (5) Pembangunan unit gratifikasi untuk
bebas korupsi; (6) Penerbitan permendagri tentang penetapan perbatasan daerah
di 22 daerah perbatasan, termasuk pembangunan sarana di 17 daerah perbatasan.
Daerah perbatasan
adalah masalah krusial karena banyak konflik di daerah terkait perbatasan.
Begitu terkontaminasi dengan persoalan kemiskinan, konflik politik, dan
sebagainya, masalah perbatasan menjadi bom waktu. Kemendagri menempatkan ini
sebagai salah satu prioritas.
Yang juga krusial
adalah masalah perbatasan dengan negara lain. Dua hal yang menjadi konsentrasi
di situ. Pertama, soal administratif wilayah perbatasan dan segala konsekuensi
teknis lainnya. Ini barangkali tidak begitu rumit. Yang cukup kompleks adalah
problem nasionalisme. Masalah kedua ini sudah lama menjadi perhatian
pemerintah, tetapi belum ada solusi tepat.
Kita tidak ingin
orang Indonesia yang tinggal di perbatasan tidak merasa sebagai Indonesia.
Faktanya, barangkali ada yang merasa begitu. Kami ingin itu diperbaiki. Bahwa
mereka yang berada di perbatasan bukan saja warga Indonesia yang sah, melainkan
garda terdepan yang menjaga keutuhan NKRI.
Warga perbatasan
bersama aparat keamanan adalah kekuatan bangsa dan negara di wilayah terluar.
Mereka telah berjasa menjaga NKRI dan ke depan harus diperkuat supaya kita
makin bertumbuh hebat.
Lahir di masyarakat
Refleksi tiga bulan
awal bekerja membawa kami pada kesimpulan baik bahwa demokrasi sebenarnya lahir
dari masyarakat. Karena itu, membangun demokrasi harus dengan membangun
masyarakatnya. Masyarakat dan demokrasi itu tak terpisahkan seperti tubuh dan
jiwa.
Trisakti Bung Karno
menyadarkan kita bahwa menjadi masyarakat yang berdikari adalah syarat menjadi
bangsa besar. Karena kekuatan sebuah bangsa dan sebuah demokrasi ada dan datang
dari dalam masyarakat. Nawacita sebagai penjabaran Trisakti adalah upaya
konseptual pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk memperkuat jati diri
bangsa dan mewujudkan kemakmuran bagi rakyat.
Menatap masa depan
Indonesia, meski dengan sambil memperhatikan keseimbangan global, tidak harus
bersandar pada kekuatan di luar bangsa. Kita perlu kembali ke dalam diri dan
menggali kekuatan bangsa supaya kita bisa memperkuat diri dengan tetap
berhubungan baik dengan dunia global.
Revolusi mental
yang menjadi kekhasan gagasan Presiden Joko Widodo adalah gerakan untuk kembali
ke dalam diri. Gerakan untuk kembali ke dalam hakikat masyarakat dan membangun
Indonesia dari dalam.
Sumber: Kompas, 14
April 2015
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!