YUSTINUS Tab Surva Uran atau lebih dikenal Uga Uran dengan
tegas menyatakan kepada Penyidik Polres Lembata bahwa video yang dia tonton
ketika diperlihatkan oleh Irfan Paokuma, di mana dua tersangka kasus pembunuhan
berencana terhadap Aloysius Laurensius Wadu atau lebih dikenal Lorens Wadu
mengangkat jenazah orang yang ditutupi dengan kain tersebut, berlokasi di Rumah
Jabatan Bupati Lembata. Uga juga dengan tegas mengatakan, jenazah yang ditutupi
kain itu berjenis kelamin laki-laki berdasarkan ukuran jempol (ibu jari) kaki.
Hal ini disampaikan
Uga Uran kepada Flores Pos usai
diperiksa Penyidik Polres Lembata, Sabtu (13/6). Uga Uran diperiksa terkait
dengan laporan dugaan pemfitnahan terhadap Irfan Paokuma, pemilik video yang
merekam adegan pengangkatan jenazah lelaki yang ditutupi kain yang diduga di
Rujab Bupati Lembata. Uga Uran diperiksa selama kurang lebih 4 jam, mulai pukul
11.30 Wita hingga pukul 15.30 Wita.
Sebelumnya, Uga
Uran diperiksa oleh Penyidik Polres Lembata terkait dengan kasus pembunuhan
Lorens Wadu. Pada pemeriksaan sebelumnya, Uga Uran mengatakan bahwa pada
September 2013 lalu, ia ditelepon oleh Irwan Paokuma untuk memperbaiki mobilnya
yang rusak. Namun saat itu, Uga Uran masih berada di luar rumah sehingga ia
menjanjikan setelah tiba di rumah, baru ia menelepon balik Irwan Paokuma.
Ketika Uga Uran sampai di rumah, ia menelepon Irwan, dan Irwan pun saat itu
datang ke rumah Uga Uran. Hari sudah
malam, maka Uga menyampaikan kepada Irwan bahwa besoknya baru ia memperbaiki
mobilnya.
Saat pertemuan
untuk perbaikan mobil itu, Irwan sempat memperlihatkan video rekaman yang ada
di HP merek cross berwarna putih
milik Irwan. Dalam video tersebut, terlihat jelas dua tersangka sedang
mengangkat jenazah yang ditutupi kain di Rumah Jabatan Bupati Lembata. Irwan
Paokuma membantah bahwa ia memperlihatkan video rekaman tersebut kepada Uga
Uran. Irwan mengaku bertemu di rumah Uga Uran untuk memperbaiki mobil. Irwan
juga mengatakan, selama ini dia hanya memiliki satu HP merek nokia.
Selang beberapa
hari kemudian, Irwan Paokuma melaporkan Uga Uran kepada Penyidik Polres Lembata
dengan tuduhan pemfitnahan. Seperti biasa, polisi pun langsung menyikapinya
dengan cepat laporan Irwan Paokuma dengan memanggil dan memeriksa Uga Uran.
Uga Uran usai
diperiksa mengatakan, ia tidak pernah memfitnah Irwan Paokuma. Apa yang
disampaikan kepada penyidik Polres Lembata adalah fakta bahwa saat itu Irwan
memperlihatkan video rekaman pengangkatan jenazah di Rujab Bupati Lembata. Ia
tidak tahu lagi berapa jumlah pertanyaan yang diajukan penyidik. “Banyak sekali
pertanyaan, saya juga tidak tahu berapa jumlahnya. Saya diperiksa sampai empat
jam.”
Uga Uran
mengatakan, penyidik Polres Lembata menanyakan nama dan ciri-ciri orang yang
mengangkat orang yang dibungkus atau ditutupi dengan kain. Ia mengatakan, dua
orang yang sudah ditetapkan tersangka dalam kasus pembunuhan Lorens Wadu itu
mengangkat pada bagian kaki. Seorang tersangka (sopir pribadi Bupati Lembata)
dalam video rekaman itu mengenakan baju kaos kuning, celana jeans dan
mengangkat serta memegang kaki kiri orang yang ditutupi atau dibungkus dengan
kain. Sementara satu tersangka lain (anggota Polres Lembata) mengenakan baju
dan celana cokelat dan mengangkat atau memegang kaki kanan. Sementara dua orang lainnya tidak dikenal oleh Uga Uran
karena mereka membelakangi kamera yang memegang dan mengangkat pada bagian
kepala orang tersebut. Dua orang yang tak dikenal itu mengenakan baju warna
hijau dan satunya lagi mengenakan baju dan celana warna hitam.
Jenazah Lelaki
Uga mengatakan,
saat itu penyidik menanyakan, apakah orang yang diangkat itu laki-laki atau
perempuan. Uga dengan tegas mengatakan bahwa orang yang dibungkus atau ditutupi
dengan kain itu adalah laki-laki. Menurut Uga, penyidik menanyakan dari mana
saksi mengetahui orang yang diangkat itu berjenis kelamin laki-laki, padahal
orang tersebut dibungkus atau ditutupi dengan kain. Uga menegaskan, ia tahu
bahwa orang yang diangkat itu adalah laki-laki karena saat itu ia melihat
jempolnya (ibu jari kaki).
Uga mengatakan,
penyidik menanyakan, bagaimana kalau perempuan itu badan besar, pasti jempolnya juga besar. Uga mengatakan,
yang namanya jempol kaki laki-laki dan perempuan itu berbeda, entah perempuan
itu badan besar atau gemuk tetap jempolnya berbeda dengan laki-laki.
Uga mengatakan, ia
meminta supaya BAP sebelumnya diubah karena dalam BAP sebelumnya, ia memberikan
keterangan bahwa empat orang yang mengangkat orang yang dibungkus dengan kain
itu di suatu tempat yang tidak diketahuinya. Namun setelah kembali ke rumah dan
melihat catatan, lokasinya itu dipastikan Rumah Jabatan Bupati Lembata.
“Saya sampaikan
kepada penyidik bahwa saat saya dimintai keterangan oleh polisi dari Polda
beberapa waktu lalu, saya sampaikan bahwa lokasi di mana empat orang yang
sedang mengangkat orang yang dibungkus atau ditutup dengan kain itu di Rumah
Jabatan Bupati Lembata.”
Ia mengatakan,
ketika meminta kepada penyidik agar keterangan dalam BAP sebelumnya diubah,
polisi menanyakan, apakah ada orang yang menekan saksi sehingga saksi mengubah
keterangan. Uga dengan tegas mengatakan, tidak ada satu orang pun yang
menekannya. Uga memastikan bahwa apa yang ditontonnya dalam video rekaman yang
diperlihatkan oleh Irwan Paokuma pada September 2013 lalu itu lokasinya di
Rumah Jabatan Bupati Lembata. Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata
ini mengatakan, ia tahu betul itu di rumah jabatan karena dia pernah ke rumah
jabatan bupati. Dalam rekaman itu empat orang mengangkat orang yang dibungkus
itu di ruang belakang, ada perigi (sumur) dan ventilasi di rumah jabatan. Uga
juga sudah mengirim surat permohonan perlindungan kepada lembaga perlindungan
saksi dan korban (LPSK) di Jakarta.
Heran dengan Polisi
Ali Kedang dari
Forum Penyelamat Lewotana Lembata (FP2L) mengatakan, ia sangat heran dengan
polisi. Polisi seharusnya lebih serius menyikapi keterangan Uga Uran soal video
rekaman tersebut. Namun sekarang polisi justru begitu cepat menyikapi laporan
pemfitnahan yang dilaporkan oleh Irwan Paokuma.
“Seharusnya, polisi
serius memeriksa Irwan, misalnya, soal HP, apakah benar dalam HP Irwan itu ada
rekaman sebagaimana disampaikan oleh Uga Uran. Apakah HP Irwan benar hanya ada
satu saja atau Irwan memilik HP lebih dari satu,” katanya.
Diskriminatif
Sementara itu, Anggota
Dewan Bediona Philipus yang kini berstatus tersangka karena dilaporkan oleh
Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen
pemakzulan ke MA mengatakan, selama ini ia mengambil posisi diam. Namun ia
tidak bisa diam melihat bagaimana situasi pemerintahan dan penegakan hukum di
Kabupaten Lembata yang semakin hari semakin rusak.
Bediona mengatakan,
Kapolres Lembata AKBP Wresni Satya Nugroho melalui media massa mengatakan bahwa
setiap laporan masyarakat ke polisi ditindaklanjuti. Apa yang disampaikan
Kapolres ini benar seratus persen, namun fakta di lapangan lain. Laporan ribuan
rakyat Lembata yang datang ke Polres Lembata terkait dengan keterlibatan orang
tertentu dalam kasus kematian Lorens Wadu tidak disikapi.
“Kalau laporan lisan
masyarakat seperti itu tidak disikapi, beritahu kepada rakyat supaya rakyat
tahu dan membuat secara tertulis,” katanya.
Bediona mengatakan,
ia yakin Kapolres Lembata belum lupa dengan pengaduan yang dibuat rakyat dalam
bentuk demo di Polres dan tatap muka atau dialog di Polres Lembata sampai
Kapolda sendiri turun ke Lembata untuk bertemu dengan para pendemo. Namun
sampai sekarang polisi belum menindaklanjutinya. Belum ditindaklanjuti oleh
aparat penegak hukum karena sampai sekarang tidak ada pemberitahuan laporan
hasil penyelidikan (PLHP) kepada publik yang mengadu terkait dengan kasus
pembunuhan Lorens Wadu.
Ia mengatakan,
kalau Kapolres Wresni butuh laporan tertulis berarti rakyat membuatnya secara
tertulis. Membut laporan secara tertulis itu, kata Bediona, bagi rakyat tidak
sulit.
“Kita berharap
polisi Lembata harus profesional dan tidak diskriminatif dalam penegakan hukum
di Lembata. Inilah yang menjadi kerinduan dan harapan rakyat Lembata,” katanya.
Bediona mengatakan,
apa yang disampaikan oleh Uga Uran atau Pater Vande dan Alex Murin saat
peringatan dua tahun kematian Lorens Wadu, polisi harus melakukan penyelidikan
dan penyidikan resmi, jika tidak terbukti sampaikan kepada publik. Tidak bisa,
kapolres dan anak buahnya menghindar terus seperti ini. Jika laporan rakyat itu
ada indikasi kuat dan benar, maka laporan rakyat atau keterangan orang itu
jangan dimanipulasi. “Rakyat butuh kepastian.”
Bediona mengatakan,
ia bersama anggota dewan Fransiskus Limawai yang dilaporkan oleh Bupati Lembata
Eliaser Yentji Sunur terkait dugaan pemalsuan dokumen dan polisi
menyikapinya dengan serius, diproses
sampai kasus tersebut sudah dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Negeri
Lewoleba. “Kami menghormati itu dan rakyat sudah tahu bahwa saya dan Frans
Limawai tersangka dalam kasus dengan Bupati Lembata,” lanjutnya.
Menurutnya, hal
yang sama mestinya dilakukan kepada Bupati Yance Sunur atas laporan rakyat.
“Hukum tidak mengenal perlakuan terhadap rakyat, anggota DPRD dan bupati itu
berbeda. Di mata hukum sama, entah bupati, DPRD dan rakyat jelata itu sama,
tetapi apa yang terjadi selama ini di Lembata? Bupati begitu bebas berperilaku
padahal ia diduga melanggar hukum.”
Sumber: Flores Pos, 15 Juni 2015
Ket
foto: Aloysius Laurentius Wadu alias Lorens Wadu
Foto: dok fb Payong Pukan
Martinus
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!