Oleh Melky Koli Baran
Kontributor Floresbangkit.com
PROSES
hukum kematian tak wajar Lorens Wadu memperlihatkan gurita misteri yang rumit
namun menyimpan aroma kepanikan ketika Surva Uran mengatakan pernah menonton
video pengangkatan jenasah di rumah jabatan bupati Lembata. Surva tidak
menyebut nama Lorens Wadu. Namun oleh masyarakatr luas, video ini
dikait-kaitkan dengan kematian Lores Wadu.
Jika itu dikaitkan,
maka keterangan Surva ini sebetulnya sangat membantu penyidik. Surva termasuk warga
negara yang baik yang mau membantu memberi petunjuk baru buat polisi yang
terkesan menemui jalan buntu mengurai kasus ini sehingga pernah terjebak
menyiksa Marsel Welan cs untuk mengaku.
Namun justru
sebaliknya. Hidup Surva malah sangat tidak nyaman karena berulang kali dimintai
keterangan, bahkan pertanyaan-pertanyaan polisi mengarah ke Lorens Wadu.
Padahal Surva tidak bicara tentang pengangkatan jenasah Lorens Wadu di rumah
jabatan. Terakhir pemeriksaan terhadap Surva menjurus ke kekerasan verbal.
Boleh jadi jenasah
yang ditonton di video itu bukan Lorens Wadu, tapi orang lain. Karena itu
polisi mesti mengendus sendiri informasi selanjutnya. Misalnya, intensif dan
profesional memeriksa Irwan Paokuma yang disebut Surva pernah memiliki video
itu.
Ketika Irwan
mengatakan tidak punya video, dan tidak punya HP warna putih, langkah polisi
tidak berhenti di situ. Mestinya polisi mengembangkan penyelidikan untuk
membuktikan kebenaran keterangan Irwan.
Jika polisi bisa
memeriksa Surva berulang kali, lalu mengapa tidak juga kepada Irwan? Apakah
Irwan itu malekat? Atau ada keistimewaan karena dia pernah menjadi penjaga rusa
di rumah jabatan?
Mesti curiga. Bisa
saja Irwan bohong. Polisi bisa memeriksa orang-orang dekat Irwan pada tahun
2013 silam. Apakah mereka tahu jenis dan warna HP yang pernah dimiliki Irwan?
Juga mengapa Irwan mengatakan “Takut” ketika ditelepon Surva beberapa waktu
kemudian setelah menonton video itu? Kenapa keterangan seperti ini tidak
menjadi alasan bagi polisi untuk memeriksa Irwan seketat mereka memeriksa
Surva? Apakah ada agenda khusus untuk Surva? Apakah agar Surva jenuh, takut
lalu menarik keteranganya?
Mengaku Diarahkan
Polisi
Ditulis floresbangkit.com bahwa Surva Uran
merasa terintimidasi oleh aparat kepolisian Polres Lembata saat dirinya
diperiksa Sabtu, (27/6/2015). Surva
akhirnya menarik keterangannya. Polisi berhasil?
Orang sering
menarik keterangan di pengadilan dengan alasan keterangan yang ia berikan
sebelumnya itu di bawah tertekan penyidik. Sama dengan Surva. Ia menarik
keterangan di meja penyidikan Reskrim Polres Lembata karena menurutnya suasana
saat itu sangat mencekam. Ia ingat anak dan istrinya. Jangan sampai ia mati.
Surva menjadi tidak
aman ketika Kapolres memantau ke ruang penyidikan dan menelpon menyuruh
memanggil dua orang polisi ke ruang pemeriksaan. Seperti dikutip floresbangkit.com, setelah itu muncul dua
polisi, Doni Sesa dan Lasarus Litraya yang menurut Surva dikenal sebagai polisi
bertangan besi di Lembata. Bahkan polisi Lasarus sempat mengancam untuk
“menumbuk” Surva di ruang penyidikan. Maka Surva yang selama ini sangat teguh
dengan keterangannya itu rontok pada pemeriksaan tanggal 27 Juni 2015. Polisi
sukses!
Bukan hanya Surva.
Temparamen polisi Larasus Litraya juga diperlihatkan hari itu kepada Pater
Vande Raring, SVD. Menurut Pater Vande sebagaimana dipublikasikan floresbangkit.com, polisi ini berbicara
sangat kasar, bahkan menunjuk-nunjuk ke wajah Pater Vande.
Lain di Reskrim,
Lain di Media
Jika penarikan
keterangan oleh Surva sungguh dari kesadaran atas sebuah kekeliruan sebelumnya,
maka ia akan tenang dan aman bathinnya. Jika itu dilakukan dalam suasana
tertekan, maka bathinnya tidak tenang karena suara hati dan kejujurannya terus
terusik. Apakah Surva nyaman setelah menarik keterangannya?
Setelah
meninggalkan ruang Reskrim Polres Lembata yang kata Surva “menakutkan”, ia
tidak lagi menahan gejolak bathinnya atas kebohongan yang ia berikan dalam
suasana tertekan. Karena itu ia membuka semuanya di hadapan media dan publik
agar tenanglah bathinnya, sama seperti bathin para polisi yang mungkin tenang
ketika berhasil membuat Surva menarik dan mengubah keterangannya.
Di hadapan publik
setelah pemeriksaan, Surva mengaku terpaksa menarik keterangannya karena merasa
terintimidasi. Daripada dia mati di tangan polisi lebih baik dia ikut saja
kemauan mereka. Sebab selama pemeriksaan, ia diarahkan untuk mengatakan bahwa
kesaksian tentang film pendek yang diduga adegan pembunuhan almahrum Lorens
Wadu itu, dia sampaikan karena disuruh seseorang dan hanyalah sebuah informasi
bohong karena ia benci dengan bupati.
Jika apa yang
dikatakan Surva ini benar, maka sebagai rakyat bisa bertanya: mengapa polisi
mengambil posisi seperti ini? Justru menjelang hari ulang tahun Polri yang ke
69. Sebuah kado ulang tahun buat rakyat dan terlebih buat keluarga almarhum
Lorens Wadu dan terlebih lagi buat Lorens Wadu di alam baka.
Pengakuan Surva,
suasana penyidikan terasa seram dan membuat nyalinya semakin ciut. Di ruang Reskrim
sejumlah polisi mengelilinginya dan semua mengajukan pertanyaan. Ekspresi wajah
para polisi tak bersahabat. Mereka berwajah garang. “Inikah etika pemeriksaan
untuk mengungkap sebuah kebenaran?” Bisakah kebenaran dibuka dengan cara
bohong, manipulasi dan intimidasi. Inilah problem Revolusi mental. Kapolri
Jendral (Pol) Badrodin Haiti pada HUT Polri ke 69 mengatakan telah mencanangkan
perwujudan revolusi mental bagi Polri. Bahkan Polri menjadi penggerak revolusi
mental di Indonesia (Kompas, 1 Juli
2015).
Indikasi Kepanikan
Kabag Umum Setda
Lembata membuat laporan ke Polisi ketika keterangan Surva ini diinterpretasi ke
dugaan jenasah itu adalah Lorens Wadu. Jika pejabat ini sedikit lebih cerdas,
dia bisa paham jika dugaan itu ada kaitannya dengan salah satu orang yang
mengangkat jenasah itu dikenal Surva, yakni Omi Wuwur, yang dalam cerita lain
Romo Yeremias Riang Hepat bahwa malam sebelum Lorens Wadu ditemukan tak
bernyawa di pondoknya, Omi Wuwur yang adalah sopir pribadi bupati itu memarkir
sebuah mobil merah di kompleks misi dan sedang mencari jalan menuju ke pondok
Lorens Wadu.
Dugaannya adalah,
apakah jenasah yang diangkat di rumah jabatan seperti di video itu dibawa oleh
Omi ke pondoknya Lorens Wadu? Artinya, apakah saat Omi bertemu dengan Romo
Yeremias di kompleks misi itu, di dalam mobil ada jenasah yang terlihat di
video itu? Dari kait mengait seperti inilah, maka siapapun tidak bisa direm
untuk menghubungkan video itu dengan kematian Lorens Wadu.
Sebetulnya
informasi ini sangat menolong polisi untuk sukses secara gemilang dalam
penyelidikan kasus ini. Polisi bisa bertanya sangat sederhana, “mengapa Omi
Wuwur mencari jalan ke pondok Lores Wadu pada malam gelap itu”? Omi juga bisa
diperiksa intensif untuk mengorek kebenaran video pengangkatan jenasah itu.
Irwan Paokuma juga
melaporkan Surva ke polisi perihal pencemaran nama baik. Jika betul tidak
pernah memperlihatkan video ke Surva maka ia punya hak untuk mengatakan itu
pada penyidik. Juga tidak harus takut menerima telepon dari Surva beberapa saat
setelah video itu ditonton? Pertanyaan seperti ini yang pantas dicecar penyidik
pada Irwan.
Inilah aroma
kepanikan dalam kasus ini. Ini juga sepertinya bisa dibaca dari para penyidik
di Polres Lembata. Nalar lurus saya justru mengatakan bahwa Surva itu telah
menolong polisi untuk bisa sukses membongkar kasus kriminal ini.
Jika benar video
yang ditonton Surva itu adalah jenasah Lorens Wadu maka yang wajib panik adalah
pelaku pembunuhan. Panik karena dengan informasi baru ini, polisi akan memburu
mereka. Justru terlihat sepertinya polisi yang panik, apalagi ketika Surva tetap
bertahan bahwa dia benar pernah menonton video itu sehingga pemeriksaan hari
itu diambilalih oleh penyidik Lasarus. Inilah yang membuat ruang pemeriksaan
sangat seram bagi Surva. Bahkan Pater Vande dan Mery istrinya Surva juga jadi
sasaran kemarahan polisi. Bukankah ini indikasi kepanikan?
Pertanyaan penting
adalah apakah keterangan Surva itu menjadi ancaman juga buat polisi karena
dalam proses penegakan hukum ini pernah muncul nama polisi Heryansah sebagai
salah satu orang yang tahu kasus ini? Juga keterangan Surva bahwa dua orang
yang mengangkat video yang dia tidak kenal karena membelakangi lensa itu
berambut pendek seperti polisi atau TNI? Lalu kenapa pihak TNI tenang-tenang
saja?
Jika ada anggota
polisi yang terindikasi terlibat, maka dia itu tidak kebal hukum. Malah lebih
mulia kepolisian membersihkan institusinya lebih dulu baru membersihkan rakyat.
Menurut Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, perbaikan internal dan
peningkatan layanan massyarakat merupakan upaya yang dilakukan untuk memperbaiki
citra Polri di mata masyarakat. “Bagi saya, perbaikan Polri secara internal dan
berkurangnya pelanggaran di tubuh Polri merupakan kemajuan yang ingin saya
capai” (Kompas, 1 Juli 2015).
Polisi Sukses?
Ketika Surva
menarik keterangannya bahkan mengubahnya, apakah boleh dikatakan polisi sukses?
Jika misi polisi dalam kasus ini adalah cukup dengan proses hukum yang telah
berjalan maka mereka sukses.
Lantas,
bagaimanakah dengan keterangan-keterangan baru yang punya kekuatan menghadirkan
fakta baru? Misalnya dalam video yang diceritakan Surva itu ada Omi Wuwur. Lalu
dalam keterangan Romo Yeremias Riang Hepat juga menyebut Omi Wuwur yang mencari
jalan ke pondok Lorens Wadu? Bukankah ini keterangan penting untuk kasus ini?
Polisi telah
mengabaikan hal-hal baru ini. Bahkan Surva juga harus rela menarik
keterangannya bukan karena kemauannya tetapi diarahkan polisi. Itu artinya
polisi dalam misinya tidak mau ada keterangan baru lagi, apalagi menyebut rumah
jabatan dan anggota polisi bernama Heriansyah. Di sinilah kita juga boleh
mengatakan polisi belum sukses mengungkap kebenaran yang sesungguhnya.
Maka bisa dipahami
harapan yang meguat akhir-akhir ini agar kasus Lorens Wadu yang mulai
memperlihatkan indikasi-indikasi baru ini tidak tenggelam dan tak berguna, maka
lebih baik diserahkan ke Polda NTT, bila perlu dipantau secara khusus oleh
Mabes Polri. Bukan karena jajaran Polres Lembata tidak mampu tetapi faktanya
demikian. Diduga tidak netral atau ada di bawah kendali pihak tertentu.
Sumber:
floresbangkit.com, 3 Juli 2015
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!