Headlines News :
Home » , » Resensi : Ingatan yang Bercerita

Resensi : Ingatan yang Bercerita

Written By ansel-boto.blogspot.com on Sunday, November 29, 2015 | 9:21 PM

Oleh Alexander Aur 
Dosen Filsafat di Fakultas Liberal Arts 
Universitas Pelita Harapan 

TANDA mata adalah penanda. Ia menandakan sesuatu yang sudah lampau. Ia disebut tanda mata karena ia menghadirkan kembali pada masa kini sesuatu yang terjadi pada masa lampau. Itu berarti, tanda mata mengandung dua hal, yakni sesuatu yang sudah lampau dan kehadiran kembali sesuatu yang sudah lampau pada masa kini.

Kehadiran kembali sesuatu yang sudah lampau pada kini dimungkinkan oleh ingatan. Ketika manusia melihat tanda mata, ingatannya tertuju pada masa lalu yang termanifestasi dalam tanda mata. Tanda mata membuka kesempatan pada ingatan untuk menggeledah kembali hal-hal yang sudah lampau. Tanda mata dan ingatan adalah dua simpul yang memungkinkan manusia untuk kembali ke masa lampau sekaligus tetap berada pada masa kini.Manusia mampu kembali ke masa lalu meskipun ia berada pada masa sekarang. Dan itu fasilitasi oleh tanda mata dan ingatan.

Sesuatu (yang sudah lampau) dapat diisi dengan apa saja. Peristiwa, kejadian, benda, pengalaman hidup, pengalaman batin, relasi dan sebagainya yang dialami seseorang atau sekelompok orang. Hal-hal itu sudah terjadi di masa lampau tetapi terus hidup sampai sekarang melalui tanda mata dan ingatan. Tanda mata memancing ingatan untuk bekerja menggeledah kembali hal-hal yang sudah lampau dan menghadirkannya kembali pada masa kini.

Banyak orang sering berimperatif perihal sesuatu yang telah lampau: lupakanlah masa lalu. Apakah masa lalu bisa dilupakan? Tidak. Imperatif itu tidak lebih dari jurus darurat manakala seseorang berhadapan dengan watak khas ingatan, yakni selalu menghadirkan kembali sesuatu yang sudah lampau. Watak itu semakin kuat ketika ada tanda mata berada di depannya. Adanya tanda mata memacu ingatan untuk tidak pasif dan aktif menggeledah masa lalu.

Banyak orang juga sering menyerukan aksi “menolak lupa”, khususnya terkait dengan masalah kejahatan kemanusiaan di masa lampau. Di balik aksi itu, terkandung asumsi bahwa manusia dapat melupakan atau tidak mau mengingat lagi aneka kejahatan kemanusiaan yang sudah terjadi. Sesungguhnya, dalam skala normal manusia tidak dapat lupa akan masa lalu, khususnya terkait masalah kejahatanyang telah terjadi.

Relevansi dari aksi “menolak lupa” terletak pada ketakutan manusia pada ingatannya sendiri. Inggatan selalu menggeledah masa lalu. Ingatan selalu menghadirkan kembali kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan manusia. Ingatan dengan karakternya yang demikian, seperti teror terhadap kenyamanan tidur di malam hari. Oleh karenanya manusia takut. Itu artinya, aksi “menolak lupa”merupakan desakan manusia untuk mengatasi rasa takut akan ingatannya sendiri, dan mendorong manusia untuk menerima dengan gembira ingatan dengan seluruh daya kerjanya.

Selain sebagai simpul masa lalu dan masa kini, tanda mata juga berperan sebagai pengingat akan adanya tanggung jawab. Tanda mata mengingatkan manusia supaya tidak lari dari tanggung jawab. Dalam konteks kejahatan kemanusiaan di masa lalu, tanda mata tampil dalam beberapa bentuk, seperti monumen, patung, museum, film, buku, dan sebagainya. Bentuk-bentuk tanda mata itu mengingatkan manusia agar bertanggung jawab terhadap masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Dalam konteks kejahatan kemanusiaan, tanggung jawab terhadap masa lalu terwujud dalam bentuk pengakuan akan keterlibatan manusia dalam peristiwa tertentu di masa lalu. Tanggung jawab terhadap masa kini terwujud dalam bentuk permintaan maaf. Tanggung jawab terhadap masa depan terwujud dalam bentuk berjanji untuk tidak melakukan lagi kejahatan-kejahatan yang serupa pada masa depan.

Tanda mata adalah ingatan dan tanggung jawab.Tanda mata memicu ingatan bekerja menggeledah masa lalu manusia dan menghadirkannya kembali pada masa kini. Tanda mata menuntut tanggung jawab terhadap masa lalu, masa kini, dan masa depan. Inilah corak khas dalam buku Tanda Mata karya Stephie Kleden-Beetz ini.

Terdapat banyak tanda mata dalam Tanda Mataini. Kalender, teka-teki, papan catur dan bidak-bidaknya, tembok Berlin, kota, buah manggis, dan kuda adalah beberapa tanda mata yang termaktub dalam Tanda Mata. Sudah barang tentu, setiap tanda mata dalam buku ini terkait erat dengan pengalaman penulisnya. Bahkan ada beberapa tanda mata yang terkait dengan pengalaman eksistensial diri penulis. Hal ini dapat kita cerap dari tulisan berjudul “Budi Baik” pada halaman 140-145.

Di bawah judul tulisan itu dan dengan latar belakang situasi sebuah desa kecil bernama Lewoneda di Flores Timur, NTT, ingatan penulis bercerita tentang dua ekor kuda. Ibu-ayah penulis mempunyai dua ekor kuda yang berwarna coklat dan putih. Kuda berwarna coklat bernama Budi Baik dan kuda berwarna putih bernama Tanda Mata. Dua ekor kuda itu sangat jinak dan akrab dengan penulis dan saudara-saudarinya. Dua ekor kuda tersebut merupakan sarana transportasi pada masa penulis masih kanak-kanak. Kedua orang tua penulis merawat dengan sungguh-sungguh dua makhluk pelayan manusia tersebut. Ibu-ayah kerap kali menugaskan penulis dan saudari-saudaranya untuk memperhatikan makanan Budi Baik dan Tanda Mata.

Sampailah pada suatu hari, kabar duka datang dari seorang pemuda kampung. Kuda yang bernama Budi Baik mati karena dipanah seseorang. Ibu dari penulis menangis tersedu-sedu atas kematian Budi Baik. Duka tidak saja dialami oleh ibu. Tanda Mata juga merasakan duka itu. Tampaknya Tanda Mata kesepian karena kehilangan pasangannya. Selang beberapa waktu kemudian Tanda Mata pun menyusul Budi Baik ke liang lahat.

Penulis buku ini bertestimoni bahwa saat beranjak dewasa ia mengingat kembali atau mengenang persitiwa itu dengan rasa sendu. Peristiwa kebersamaan dan kematian Budi Baik dan Tanda Mata, menyisakan dalam ingatan penulis tentang betapa berartinya kesetiaan. Sumber pelajaran tentang spirit kesetiaan bukan saja mengalir dari pengalaman hidup manusia, melainkan menyembul juga dari hewan piaraan.

Dari hewan piaraan, manusia dapat belajar tentang kesetiaan yang sudah menjadi perilaku. Kesetiaan bukan semata-mata ucapan puitis dan romantis yang keluar dari mulut pemuda atau pemudi yang sedang kasmaran, sebagaimana tertuang dalam berbagai roman-roman cinta. Lebih dari itu, kesetiaan adalah tindakan dan tanggung jawab.

Orang yang mengaku setia mewujudkan kesetiaannya dalam tindakan konkrit. Orang yang setia, baik setia dengan pasangan hidup, setia pada prinsip nilai, iman, pandangan politik, pekerjaan dan sebagainya, mewujudkannya dalam tindakan nyata. Tindakannya adalah penyingkapan atas keutamaan dan makna kesetiaan.

Tindakan konkrit juga menyingkapkan adanya keutamaan tanggung jawab dalam diri orang yang bertindak. Kesetiaan sungguh-sungguh bermakna dalam hidup manusia, bila kesetiaan itu diwujudkan manusia dalam sikap, tindakan, dan tanggung jawab dalam hidup sehari-hari. Dan kesetiaan dan tanggung jawab adalah sikap.

Sikap, seperti yang diteliti oleh Universitas Harvard, merupakan faktor terbesar yang menentukan kesuksesan, yakni mencapai 85 persen dan 15 persen adalah kemampuan. Sikap lebih penting daripada kepandaian, keahlian khusus, dan keberuntungan (hal. 170). Sikap adalah tanda dari diri yang matang dan cara berpikir yang dalam.

Saat membaca Tanda Mata ini, pembaca diajak menelusuri kembali masa lalu, menjejakkan kaki pada masa kini, dan mengarahkan pandangan ke masa depan. Dalam rentang masa itu, pembaca mendapat suguhan tentang ingatan yang bekerja secara unik dan khas. Ingatan yang menggeledah masa lalu, menyampari masa kini, dan mengantisipasi masa depan.

Judul Buku : Tanda Mata
Penulis        : Stephie Kleden-Beetz
Penerbit      :Lamalera, Jogjakarta
Cetakan       : I 
Sumber: Jawa Pos, 22 November 2015
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger