Oleh Alexander
Aur
Dosen Filsafat di Fakultas Liberal Arts
Universitas
Pelita Harapan
TANDA mata adalah penanda. Ia menandakan
sesuatu yang sudah lampau. Ia disebut tanda mata karena ia menghadirkan kembali
pada masa kini sesuatu yang terjadi pada masa lampau. Itu berarti, tanda mata
mengandung dua hal, yakni sesuatu yang sudah lampau dan kehadiran kembali
sesuatu yang sudah lampau pada masa kini.
Kehadiran kembali
sesuatu yang sudah lampau pada kini dimungkinkan oleh ingatan. Ketika manusia
melihat tanda mata, ingatannya tertuju pada masa lalu yang termanifestasi dalam
tanda mata. Tanda mata membuka kesempatan pada ingatan untuk menggeledah
kembali hal-hal yang sudah lampau. Tanda mata dan ingatan adalah dua simpul
yang memungkinkan manusia untuk kembali ke masa lampau sekaligus tetap berada
pada masa kini.Manusia mampu kembali ke masa lalu meskipun ia berada pada masa
sekarang. Dan itu fasilitasi oleh tanda mata dan ingatan.
Sesuatu (yang sudah
lampau) dapat diisi dengan apa saja. Peristiwa, kejadian, benda, pengalaman
hidup, pengalaman batin, relasi dan sebagainya yang dialami seseorang atau
sekelompok orang. Hal-hal itu sudah terjadi di masa lampau tetapi terus hidup
sampai sekarang melalui tanda mata dan ingatan. Tanda mata memancing ingatan
untuk bekerja menggeledah kembali hal-hal yang sudah lampau dan menghadirkannya
kembali pada masa kini.
Banyak orang sering
berimperatif perihal sesuatu yang telah lampau: lupakanlah masa lalu. Apakah
masa lalu bisa dilupakan? Tidak. Imperatif itu tidak lebih dari jurus darurat
manakala seseorang berhadapan dengan watak khas ingatan, yakni selalu
menghadirkan kembali sesuatu yang sudah lampau. Watak itu semakin kuat ketika
ada tanda mata berada di depannya. Adanya tanda mata memacu ingatan untuk tidak
pasif dan aktif menggeledah masa lalu.
Banyak orang juga
sering menyerukan aksi “menolak lupa”, khususnya terkait dengan masalah
kejahatan kemanusiaan di masa lampau. Di balik aksi itu, terkandung asumsi
bahwa manusia dapat melupakan atau tidak mau mengingat lagi aneka kejahatan
kemanusiaan yang sudah terjadi. Sesungguhnya, dalam skala normal manusia tidak
dapat lupa akan masa lalu, khususnya terkait masalah kejahatanyang telah
terjadi.
Relevansi dari aksi
“menolak lupa” terletak pada ketakutan manusia pada ingatannya sendiri.
Inggatan selalu menggeledah masa lalu. Ingatan selalu menghadirkan kembali
kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan manusia. Ingatan dengan karakternya
yang demikian, seperti teror terhadap kenyamanan tidur di malam hari. Oleh
karenanya manusia takut. Itu artinya, aksi “menolak lupa”merupakan desakan
manusia untuk mengatasi rasa takut akan ingatannya sendiri, dan mendorong
manusia untuk menerima dengan gembira ingatan dengan seluruh daya kerjanya.
Selain sebagai
simpul masa lalu dan masa kini, tanda mata juga berperan sebagai pengingat akan
adanya tanggung jawab. Tanda mata mengingatkan manusia supaya tidak lari dari
tanggung jawab. Dalam konteks kejahatan kemanusiaan di masa lalu, tanda mata
tampil dalam beberapa bentuk, seperti monumen, patung, museum, film, buku, dan
sebagainya. Bentuk-bentuk tanda mata itu mengingatkan manusia agar bertanggung
jawab terhadap masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Dalam konteks
kejahatan kemanusiaan, tanggung jawab terhadap masa lalu terwujud dalam bentuk
pengakuan akan keterlibatan manusia dalam peristiwa tertentu di masa lalu.
Tanggung jawab terhadap masa kini terwujud dalam bentuk permintaan maaf.
Tanggung jawab terhadap masa depan terwujud dalam bentuk berjanji untuk tidak
melakukan lagi kejahatan-kejahatan yang serupa pada masa depan.
Tanda mata adalah
ingatan dan tanggung jawab.Tanda mata memicu ingatan bekerja menggeledah masa
lalu manusia dan menghadirkannya kembali pada masa kini. Tanda mata menuntut
tanggung jawab terhadap masa lalu, masa kini, dan masa depan. Inilah corak khas
dalam buku Tanda Mata karya Stephie
Kleden-Beetz ini.
Terdapat banyak
tanda mata dalam Tanda Mataini.
Kalender, teka-teki, papan catur dan bidak-bidaknya, tembok Berlin, kota, buah
manggis, dan kuda adalah beberapa tanda mata yang termaktub dalam Tanda Mata. Sudah barang tentu, setiap
tanda mata dalam buku ini terkait erat dengan pengalaman penulisnya. Bahkan ada
beberapa tanda mata yang terkait dengan pengalaman eksistensial diri penulis. Hal
ini dapat kita cerap dari tulisan berjudul “Budi Baik” pada halaman 140-145.
Di bawah judul
tulisan itu dan dengan latar belakang situasi sebuah desa kecil bernama
Lewoneda di Flores Timur, NTT, ingatan penulis bercerita tentang dua ekor kuda.
Ibu-ayah penulis mempunyai dua ekor kuda yang berwarna coklat dan putih. Kuda
berwarna coklat bernama Budi Baik dan kuda berwarna putih bernama Tanda Mata.
Dua ekor kuda itu sangat jinak dan akrab dengan penulis dan saudara-saudarinya.
Dua ekor kuda tersebut merupakan sarana transportasi pada masa penulis masih
kanak-kanak. Kedua orang tua penulis merawat dengan sungguh-sungguh dua makhluk
pelayan manusia tersebut. Ibu-ayah kerap kali menugaskan penulis dan
saudari-saudaranya untuk memperhatikan makanan Budi Baik dan Tanda Mata.
Sampailah pada
suatu hari, kabar duka datang dari seorang pemuda kampung. Kuda yang bernama
Budi Baik mati karena dipanah seseorang. Ibu dari penulis menangis tersedu-sedu
atas kematian Budi Baik. Duka tidak saja dialami oleh ibu. Tanda Mata juga
merasakan duka itu. Tampaknya Tanda Mata kesepian karena kehilangan
pasangannya. Selang beberapa waktu kemudian Tanda Mata pun menyusul Budi Baik
ke liang lahat.
Penulis buku ini bertestimoni
bahwa saat beranjak dewasa ia mengingat kembali atau mengenang persitiwa itu
dengan rasa sendu. Peristiwa kebersamaan dan kematian Budi Baik dan Tanda Mata,
menyisakan dalam ingatan penulis tentang betapa berartinya kesetiaan. Sumber
pelajaran tentang spirit kesetiaan bukan saja mengalir dari pengalaman hidup
manusia, melainkan menyembul juga dari hewan piaraan.
Dari hewan piaraan,
manusia dapat belajar tentang kesetiaan yang sudah menjadi perilaku. Kesetiaan
bukan semata-mata ucapan puitis dan romantis yang keluar dari mulut pemuda atau
pemudi yang sedang kasmaran, sebagaimana tertuang dalam berbagai roman-roman
cinta. Lebih dari itu, kesetiaan adalah tindakan dan tanggung jawab.
Orang yang mengaku
setia mewujudkan kesetiaannya dalam tindakan konkrit. Orang yang setia, baik
setia dengan pasangan hidup, setia pada prinsip nilai, iman, pandangan politik,
pekerjaan dan sebagainya, mewujudkannya dalam tindakan nyata. Tindakannya
adalah penyingkapan atas keutamaan dan makna kesetiaan.
Tindakan konkrit juga
menyingkapkan adanya keutamaan tanggung jawab dalam diri orang yang bertindak.
Kesetiaan sungguh-sungguh bermakna dalam hidup manusia, bila kesetiaan itu
diwujudkan manusia dalam sikap, tindakan, dan tanggung jawab dalam hidup
sehari-hari. Dan kesetiaan dan tanggung jawab adalah sikap.
Sikap, seperti yang
diteliti oleh Universitas Harvard, merupakan faktor terbesar yang menentukan
kesuksesan, yakni mencapai 85 persen dan 15 persen adalah kemampuan. Sikap
lebih penting daripada kepandaian, keahlian khusus, dan keberuntungan (hal.
170). Sikap adalah tanda dari diri yang matang dan cara berpikir yang dalam.
Saat membaca Tanda Mata ini, pembaca diajak
menelusuri kembali masa lalu, menjejakkan kaki pada masa kini, dan mengarahkan
pandangan ke masa depan. Dalam rentang masa itu, pembaca mendapat suguhan
tentang ingatan yang bekerja secara unik dan khas. Ingatan yang menggeledah
masa lalu, menyampari masa kini, dan mengantisipasi masa depan.
Judul Buku : Tanda Mata
Penulis : Stephie Kleden-BeetzPenerbit :Lamalera, Jogjakarta
Cetakan : I
Sumber: Jawa Pos,
22 November 2015
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!