Headlines News :
Home » » Polisi dan Revolusi Mental

Polisi dan Revolusi Mental

Written By ansel-boto.blogspot.com on Friday, July 01, 2016 | 9:29 PM



Oleh Boy Rafli Amar 
Kadiv Humas Polri 

SALAH satu persoalan besar yang tengah dihadapi bangsa Indonesia adalah merosotnya nilai-nilai jati diri akibat pengaruh perkembangan lingkungan lokal, regional, ataupun global.

Namun, di sisi lain, pengaruh lingkungan juga bisa berdampak positif untuk mewujudkan karakter bangsa Indonesia yang lebih kokoh dan tangguh.

Untuk Indonesia yang berdaulat dan berkepribadian, ada Nawacita yang salah satunya adalah revolusi mental dalam membangun bangsa. Di lingkungan Polri, Kapolri dalam Program Quick Wins Renstra Polri tahun 2015-2019 telah menjabarkan Nawacita dengan agenda "Polri sebagai Penggerak Revolusi Mental dan Pelopor Tertib Sosial di Ruang Publik".

Revolusi mental sebagai program Nawacita ke-8 dan Program Quick Wins Polri nomor 6, dilaksanakan melalui jalur pendidikan dan pelatihan. Di sinilah sarana transfer pengetahuan dan keterampilan sekaligus proses pembelajaran berkelanjutan.

Profesional dan unggul

Dalam sasaran rencana strategis Polri 2015-2019, pada poin 2 terdapat agenda yang sejalan dengan revolusi mental, yaitu terbangunnya Polri yang profesional, bermoral, modern, dan unggul. Dalam kaitan dengan itu semua, patut kiranya di Hari Bhayangkara ini, kita menjadikannya ajang otokritik kelembagaan untuk memampudayakan seluruh sumber daya manusia (SDM) kepolisian. Anggota Polri harus kembali kepada jati diri yang sungguh-sungguh memaknai nilai-nilai Pancasila.

Kiranya perlu pemikiran ulang terhadap posisi polisi, baik dalam rangka menerjemahkan tugas sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, maupun tugas-tugas lainnya.

Dalam kesempatan yang berharga ini perlu dimulai rejuvinasi atau upaya menghilangkan kejenuhan untuk memulihkan kebugaran mental aparatur kepolisian. Dengan demikian, upaya ikut mendorong terciptanya Revolusi Mental bisa dilaksanakan segenap anggota Polri.

Kekuatan moral itu adalah kemauan bisa "merasa" dalam perspektif luas. Merasa sebagai bhayangkara yang terpanggil untuk melindungi segenap bangsa dan negara. Merasa sebagai pejuang dan penegak hukum yang menjunjung tinggi keadilan. Merasa sebagai pelayan publik yang senantiasa bekerja dengan derma tulus dan ikhlas. Kemauan bisa merasa ini menjadi modal sosial sekaligus arsenal untuk mewujudkan Revolusi Mental.

Rombak manusia

Seperti yang sudah ditulis Presiden Jokowi saat masih menjadi capres (Kompas, 10 Mei 2014), pembangunan bangsa tidak mungkin berjalan maju kalau sekadar mengandalkan perombakan institusional tanpa merombak manusianya atau sifat mereka yang menjalankan sistem. Sehebat apa pun kelembagaan yang kita ciptakan, selama ia ditangani oleh manusia dengan salah kaprah, tidak akan membawa kesejahteraan.

Menurut Jokowi, sudah saatnya Indonesia bertindak korektif, tidak dengan menghentikan proses reformasi yang sudah berjalan, tetapi dengan mencanangkan revolusi mental yang menciptakan paradigma, budaya politik, dan pendekatan pembangunan bangsa baru yang lebih manusiawi, sesuai dengan budaya Nusantara, bersahaja, dan berkesinambungan.

Indonesia memang memerlukan terobosan budaya politik untuk memberantas segala praktik buruk yang sudah terlalu lama berlangsung. Kita tahu, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengangkat gagasan Trisakti Bung Karno sebagai jiwa dan panduan revolusi mental melalui tiga prinsipnya: Indonesia yang berdaulat secara politik, Indonesia yang mandiri secara ekonomi, dan Indonesia berkepribadian secara sosial budaya.

Dalam pandangan Presiden Jokowi-JK, istilah mental dipersepsikan sebagai pola pikir, sifat, dan kebiasaan yang menyeluruh baik individu, kelompok, maupun masyarakat untuk bertransformasi menjadi lebih baik.

Tindak lanjut dari konsep Presiden Jokowi-JK dijabarkan dalam tiga program, yaitu Indonesia Ramah, Indonesia Mandiri, dan Indonesia Kita.

Pijakan baik dan bersih

Bagi Kepolisian Republik Indonesia, revolusi mental adalah titik awal batu lompatan dalam menciptakan polisi dan lembaga kepolisian yang baik dan bersih.

Dengan menjadikan "bisa merasa" sebagai kekuatan moral, diharapkan seluruh insan Polri dapat melakukan kerja-kerja extraordinary (luar biasa). "Bisa merasa" adalah ungkapan yang memberikan dorongan untuk pertama-tama meyakini bahwa kekuatan moral adalah pilar utama dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai aparatur bhayangkara. Dengan demikian, Polri bisa menjadi lembaga yang menginspirasi perbuatan-perbuatan nasional.

Kepribadian adalah modal, tidak hanya dalam bentuk aktualisasi pelaksanaan tugas, tetapi sekaligus juga identitas utama yang harus digenggam sebagai perilaku yang memiliki nilai-nilai kemuliaan. Insan Bhayangkara harus menjadi teladan, kepada diri sendiri, keluarga, organisasi, dan terlebih kepada kepentingan bangsa dan negara secara luas.

Keunggulan moral dapat diterjemahkan sebagai berikut: Pertama, melampaui ruang dan waktu. Artinya, kekuatan moral sebagai sesuatu yang otentik dan genuine bisa berlaku kapan saja dan menjadi kekuatan moral dalam pencapaian tugas.

Kedua, kekuatan moral sangat efektif untuk menyelesaikan tugas-tugas pokok kepolisian. Ketiga, kekuatan moral akan memberikan inspirasi untuk menghormati tiang-tiang kebaikan berbangsa dan bernegara.

Dengan demikian, perjuangan keorganisasian ataupun kelembagaan didasari dengan kekuatan moral. Kekuatan moral juga menjadi pemandu untuk menjaga pola perilaku yang prima.

Upaya pencapaian

Bagaimana mencapainya? Perlu strategi untuk mengukur program dan kegiatan revolusi mental. Caranya, dengan membuat cetak biru landasan kerja jangka pendek, menengah, dan panjang. Perlu pula dibentuk Gugus Respons untuk Penerapan Revolusi Mental (GRUP Revolusi Mental) di semua satuan Polri yang berorientasi pada pemampudayaan sumber daya manusia kepolisian.

Semua itu menjadi bagian dari upaya polisi berbenah, bukan karena desakan publik, tetapi karena keberhasilan otokritik internal. Dengan demikian, kita dapat menciptakan embrio-embrio kegiatan baik internal maupun eksternal yang melibatkan partisipasi publik.

Sekali lagi, "bisa merasa" adalah kekuatan moral untuk mengembangkan Prima Rasa yang meliputi sikap-sikap profesional, responsif, berintegritas, modern, dan mampu beradaptasi.

Penguatan Prima Rasa perlu dukunganpsychological capital yang meliputi terpeliharanya harapan bahwa insan Polri dapat mencapai tujuan organisasi dengan terpeliharanya optimisme dan ketangguhan mental.

Agar aplikasi Prima Rasa membumi, dibutuhkan tagline yang bisa membantu polisi menjalankan Revolusi Mental. Inilah yang diwujudkan dengan moto "Kerja 24 jam PLUS (Pelayanan Lebih Upaya Solutif)".

Semoga di hari ulang tahunnya yang ke-70, Kepolisian Negara Republik Indonesia semakin solid, profesional, dan membanggakan bangsa. 
Sumber: Kompas, 1 Juli 2016
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger