Oleh Adrianus
Garu
Anggota DPD RI &
Ketua
DPP Hanura Bidang Keanggotaan
TENTANG eksistensi Indonesia, Soekarno pernah
berujar yang berbunyi kurang lebih begini, "Perjuanganku lebih mudah
karena hanya melawan bangsa asing. Namun, perjuanganmu jauh lebih sulit karena
melawan bangsa sendiri," (Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi, Jilid I,
2005).
Yang
saya tangkap dari ujaran itu ialah pada maknanya yang jelas bahwa musuh asing
itu tampil jelas dan telanjang, yakni penjajah. Namun, musuh dari dalam
sifatnya tersamar-samar. Ia tak tampak sebagai oposisi, apalagi musuh.
Namun,
ia melakukan pengeroposan dari dalam. Upaya penghancuran dari dalam itu bisa
melalui jalan politik, ekonomi, budaya, maupun memanfaatkan cacat-cacat bawaan
demokrasi seperti kebebasan berpendapat, berbicara, berkumpul, berorganisasi,
dan seterusnya.
Bahaya
politik identitas
Bertolak
dari hal itu, saya mengamati bahwa hiruk pikuk politik belakangan ini,
khususnya politik identitas, bisa mengancam eksistensi NKRI dan menjebloskan
ideologi atau falsafah Pancasila ke dalam krisis berat. Mengapa? Kita wajib
memulainya dari Pilkada DKI Jakarta yang menyedot perhatian dunia.
Pilkada
tersebut merupakan pilkada bersejarah. Sejarah yang mencatat bahwa sesungguhnya
dalam demokrasi Indonesia tersimpan magma-magma berletupan dahsyat. Magma
politik bermuatan instrumentalisasi identitas: memperalat suku, ras, dan yang
paling mencelakakan adalah memperalat agama untuk kepentingan politik.
Magma
ekonomi berisi kesenjangan parah antara yang kaya dan yang miskin oleh karena
penguasaan pasar oleh kapitalis. Buntutnya bisa berujung pada gerakan-gerakan
yang bertampang 'perjuangan kelas' Marxian (Das Kapital, 1867). Lebih celaka
lagi jika perjuangan kelas itu diboncengi kepentingan politik dengan cara
menggoreng politik identitas tersebut. Pilkada DKI lalu cukup banyak berisi
persoalan-persoalan tersebut.
Sementara
magma sosial bisa berbuntut pada pembelahan masyarakat akar rumput ke dalam
grup-grup yang berwatak, berperilaku, dan bermental primordial. Jauh lebih rusak
jika pembelahan itu berakar pada identitas agama. Saya menyorot identitas
terakhir ini hanya karena ia menjadi zona yang sangat sensitif. Persis di
situlah letak kegundahan publik terkini, manakala agama menjadi instrumen
transaksi politik. Ia tidak hanya menghancurkan politik itu sendiri. Tetapi,
bisa berbuntut pada upaya menyingkirkan falsafah NKRI, yakni ancasila. Apa
alasannya?
Bahaya
ormas-ormas primordial
Di
balik kerasnya Pilkada DKI Jakarta lalu sesungguhnya tersimpan pekerjaan rumah
bagi kita semua, khususnya bagi pemerintah. Pekerjaan rumah itu ialah
mengevaluasi kembali prinsip-prinsip dasar berdemokrasi, berpolitik,
berorganisasi (masyarakat), dan lain sebagainya.
Prinsip
dasar itu tentu merujuk pada filosofi NKRI yakni Pancasila. Artinya, semua hal
yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara harus selalu mengacu
pada falsafah dasar itu. Dalam kaitannya dengan prinsip itu, ormas-ormas
primordial yang belakangan ini menjadi sorotan nasional dan bahkan
internasional wajib menjadi perhatian kolektif semua anak bangsa.
Masalahnya,
jika ada yang menganggap bahwa gerakan-gerakan dan ormas-ormas primordial
merupakan semata rekayasa politik, anggapan itu bisa jadi lahir dari
ketidakpedulian terhadap eksistensi NKRI. Gerakan-gerakan itu bukan lagi isapan
jempol belaka, selain sudah menjadi sebuah kenyataan yang tak terelakan.
Mengelak berarti harus siap menyatakan 'selamat tinggal NKRI' dan selamat
datang perpecahan.
Adakah
di antara kita yang mengamini perpecahan itu pasca hampir 72 tahun kita
berjuang keras mempertahankan NKRI? Tidak! Itu jawaban ideal yang semestinya
menjadi komitmen kolektif. Namun, belakangan ini sebagian kita semakin ragu
untuk menyatakan secara terus-terang bahwa bangsa ini sesungguhnya sedang
digiring ke ujung tanduk perpecahan.
Menegakkan
Pancasila!
Akhirnya,
kita mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah tegas.
Ormas-ormas ini sebaiknya bukan saja dibubarkan, tetapi 'ditumpas' habis karena
bertentangan dengan Pancasila. Kita tinggalkan keraguan pemerintah sebelumnya
dan mendukung keberanian pemerintahan Jokowi-JK dalam menghentikan laju gerakan
ormas-ormas primordial, yang ingin melengserkan Pancasila.
Hal
ini bukan lagi semata persoalan politik. Tetapi mari kita melihatnya secara
holistik bahwa pijaran api 'permainan politik' yang gemar memperalat politik
identitas berwatak SARA bisa membakar perpolitikan Indonesia secara
keseluruhan. Bayarannya sangat mahal yakni taruhan eksistensi NKRI itu sendiri.
Kita juga mendorong pemerintah dan seluruh masyarakat agar posisi TNI dan Polri
diberi sokongan penuh dalam mengamankan NKRI.
Soekarno
telah mengingatkan kita bahwa musuh paling bahaya bangsa ini sesungguhnya bukan
dari luar, tetapi dari dalam negara sendiri. Sabda itu makin ke
sini makin menjadi kenyataan. Sudah saatnya kita singkirkan musuh politik dan
kekuasaan yakni pelaku KKN, musuh kebangsaan yakni ormas-ormas primordial, dan
kelompok-kelompok destruktif yang berniat menyingkirkan Pancasila.
Sumber: Media Indonesia,
15 Agustus
2017
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!