NAMA Pastor Avent Saur SVD di kalangan masyarakat
Flores dan sekitarnya tidak asing lagi. Ia dikenal karena pengabdiannya
mengurus orang yang sakit jiwa. Setiap hari Saur mencari penderita gangguan
jiwa berat di emperan toko dan di jalan-jalan untuk dirawat secara layak dan
diberdayakan setelah mereka sembuh.
“Saya mengumpulkan
mereka yang tersebar di jalan, emperan toko, rumah kosong, dan tempat-tempat
sampah. Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Pakaiannya sangat kotor mirip tanah,
rambut sampai berlumut, tubuh dihiasi luka, mereka makan makanan yang dibuang
di tempat-tempat sampah. Ada juga yang sakit parah saat ditemukan,” kata Saur,
di Ende, Rabu (30/8).
Saur memandikan
mereka, memberikan pakaian layak, dan memberi makan. Ia lantas mengantar
orangorang telantar itu ke rumah keluarga mereka. Ia memberi pemahaman kepada
keluarga agar menerima penderita gangguan jiwa apa adanya.
Saur tidak punya
uang untuk menyewa rumah sebagai tempat merawat penderita gangguan jiwa. Ia
menilai, keluarga tetap bertanggung jawab atas anggota keluarganya yang
menderita gangguan jiwa. Bagaimanapun kondisi si penderita, keluarga mesti
berperan mendampingi dan mengobatinya sampai sembuh. Secara psikologis,
penderita membutuhkan rasa diakui dan diterima keluarga.
Setiap pekan,
tiga-lima kali Saur mendatangi rumah keluarga penderita sakit jiwa dengan
membawa nasi bungkus, pakaian, sabun, pasta gigi, dan obat-obatan.
Barang-barang itu didapatkan dari para dermawan sekitar atau diusahakan
sendiri. Ia bahkan membawa petugas kesehatan untuk memeriksa kondisi kesehatan
penderita. Obat-obatan untuk si penderita ditebus Saur dengan uang pribadi.
Mengapa Saur
tergerak mengurus penderita gangguan jiwa berat yang telantar? Sebagai seorang
biarawan Katolik yang bernaung di bawah Konggregasi Serikat Sabda Allah,
Societas Verbi Divini (SVD), Saur menghayati kaul (janji) kemiskinan, selain
kemurnian dan ketaatan. Ia mulai menaruh perhatian pada penderita gangguan jiwa
berat pada 2014 setelah diajak menjenguk Alfons (25), penderita sakit jiwa yang
dipasung sejak 2013 di Kampung Kurumboro, 15 kilometer dari Kota Ende.
Alfons sering
mengganggu ketenangan warga sekitar, bahkan ia membunuh kepala suku setempat.
Kasusnya ditangani polisi, tetapi ia dibebaskan karena sakit jiwa. Setelah
peristiwa itu, warga memasung kakinya dengan kayu berat. Mereka berharap
Alfons, mahasiswa pada salah satu perguruan tinggi di Ende, segera meninggal.
Saat dipasung, istri dan seorang anak Alfons mengungsi ke rumah orangtua istri.
“Saat saya
mengunjungi dia di rumah orangtuanya, 9 Februari 2014, kedua kakinya sudah luka
parah, berulat, penuh lalat, dan nyaris putus. Kondisi fisik dia benar-benar
tidak terurus. Kondisi ruangan pasungan sangat kotor dan mengeluarkan bau busuk,”
kenang Saur.
Setiap bertemu
Saur, Alfons dengan air mata berlinang meminta pasungnya dibuka. Rasa iba pun
tak tertahankan. Saur membujuk keluarga Alfons, keluarga kepala suku yang
dibunuh, dan warga kampung agar mau membuka pasung atau melonggarkan lubang
kayu. Dengan begitu, kaki Alfons yang terluka bisa diobati. Akan tetapi, mereka
menolak.
Saur tidak putus
asa. Ia menghubungi pastor paroki, Uskup Ende, dan Bupati Ende untuk meminta
bantuan. Usahanya berhasil. Pemuda itu dibebaskan dari pasungan dan dirawat di
RSUD Ende. Lima bulan setelah dirawat, luka Alfons sembuh. Meski begitu, ia
tidak bisa berdiri sempurna karena tulang betisnya patah tertindih kayu
pasungan.
Juli 2014, Alfons
dipindahkan di Panti Rehabilitasi Jiwa Rencong Mose di Ruteng. Setelah 16 bulan
dirawat, ia mendapat perawatan lanjutan di Panti Rehabilitasi Sosial di
Sukabumi untuk pelatihan keterampilan bidang teknologi informasi, komputer.
Kini, ia sudah pulang dan membuka usaha di salah satu tempat di Flores bersama
istri dan anaknya.
Inilah salah satu
contoh dari 327 pasien sakit jiwa yang Saur bantu. Para pasien itu dari berbagai
agama dan latar belakang. Jumlah pasien sakit jiwa terus melonjak.
Tahun 2016, Saur
membentuk Kelompok Kasih Insanis (KKI) yang peduli pada orang dengan gangguan
jiwa. KKI awalnya beranggotakan 11 orang dan kini mencapai 390 orang. Sebanyak
360 di antaranya bergabung lewat akun Facebook.
Tugas KKI, antara
lain, mendata dan melaporkan orang sakit jiwa di daratan Pulau Flores, Lembata,
dan Pulau Timor kepada Saur selaku ketua KKI. Anggota KKI juga ikut menangani
penderita gangguan jiwa di panti rehabilitasi, rumah sakit jiwa, dan rumah
orangtua (keluarga) penderita. Saur melakukan kunjungan ke sejumlah kabupaten,
menjumpai para penderita gangguan jiwa.
Anggota KKI
memiliki kewajiban moral menyisihkan dana secara sukarela untuk kebutuhan
pasien sakit jiwa, di mana saja mereka berada. Anggota KKI yang berdekatan
dengan pasien wajib memperhatikan dan menangani mereka sesuai kemampuan.
“Saya hanya
mengajak anggota KKI terlibat, tetapi tidak mewajibkan dengan aturan tertentu.
Kami punya kewajiban moral membantu pasien sakit jiwa di lingkungan itu,” kata
Saur.
Khusus di Ende,
Saur memimpin sekitar 200 anggota KKI secara bergilir melakukan kunjungan ke
rumah keluarga, tempat pasien sakit jiwa dirawat. Terkadang pasien diantar ke
puskesmas terdekat untuk medapatkan perawatan dengan biaya ditanggung
ditanggung KKI, BPJS Kesehatan, ataupun Kartu Indonesia Sehat.
Saur berupaya memperluas
aktivitas KKI karena masih banyak penderita gangguan jiwa yang tinggal di
daratan Flores, Alor, Lembata, Timor, Rote, Sabu, dan Sumba belum mendapat
perhatian. Saat berkunjung ke sejumlah kabupaten di NTT, ia menjumpai 5-10 orang
sakit jiwa di jalan, pasar, dan emperan toko. Ia hanya menitipkan orang sakit
itu kepada anggota keluarga agar dirawat dengan baik, bekerja sama dengan
anggota KKI di daerah itu.
“Saya mau membawa
mereka ke Ende untuk dirawat, tetapi kami belum punya panti untuk itu,” ujar
Saur yang tengah berusaha mendirikan pant untuk merawat orang-orang dengan
gangguang jiwa.
Sumber: Kompas, 15 September 2017
Sumber foto: Fb Avent Saur
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!