PASTOR Yohanes
Kopong Tuan, MSF, seorang misionaris Katolik di Manila, Filipina, mengirim
surat terbuka untuk pengacara Dr Eggi Sudjana menyusul pernyataan Eggi yang dinilai
mengandung unsur kebencian bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Sebelumnya, Eggi menyatakan
bahwa pemeluk agama selain Islam bertentangan dengan Pancasila telah mengganggu
rasa kebinekaan warga negara Indonesia (WNI).
Dalam jejaring sosial, Facebook miliknya, Pastor Kopong, Misionaris Keluarga Kudus atau Congregatio Missionariorum a Sacra Familia (MSF) ini menulis surat terbuka kepada Eggi dalam judul “Pesan Terbuka Untuk Eggi Sudjana...” Berikut surat terbuka imam Keuskupan Samarinda, Kalimantan Timur ini.
Ketika Anda tidak
mampu Menjelaskan, Andapun Tidak mampu Memahami dengan Cukup Baik
Mas Eggi Sudjana,
dengan memanggilmu mas saya tak pernah mengubah siapa dirimu yang sebenarnya.
Engkau tetaplah seorang Eggi.
Mudahan kalimat
awal ini dapat Anda pahami, meski sebagaimana Anda mengakui dalam sebuah video,
di mana Anda sendiri mengatakan; “mungkin pemahaman saya terbatas”. Dari ucapan
anda, pemikiran anda bukanlah lagi mungkin terbatas, namun memang sangat terbatas
sampai anda sendiripun tidak memahami apa yang anda katakan.
Hanya membuat
pemahaman kami menjadi dangkal, ketika kami harus menguji kalimat anda secara
intelektual sebagaimana ajakan anda dalam video itu. Karena seorang intelektual
kerjanya tidak hanya menyampaikan ajaran-ajaran sesat yang memecah belah tetapi
menyampaikan kebenaran yang mempersatukan.
Saya tidak harus
mengajak anda berdiskusi soal Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, karena hanya membuat
diskusi tak berakhir sedap, lantaran anda sendiri sudah mengiyakan meski dengan
kata mungkin akan keterbatasan pemahamanmu terhadap ajaran dan iman agama lain.
Tetapi saya cukup mengajak anda untuk melihat diri anda dan sebutan orang untuk
anda.
Eggi Sudjana. Saya
memanggil anda mas, mungkin yang lain hanya memanggil anda Eggi atau Sudjana.
Apakah mengubah diri dan keberadaan Anda? Entah memanggilmu mas, atau cukup
dengan Eggi dan Sudjana, artinya orang mengakui dan menerima anda. TIDAK
mengubah diri dan keberadaan anda.
Ketika ibu dari
anak-anakmu memanggil Anda dengan mas, pa, papi, papa, Abah demikian juga
dengan anak-anak yang memanggil anda papah, atau abah dan orang lain memanggil
anda pak, apakah mengubah diri dan keberadaan anda? TIDAK. Anda tetap seorang
diri yang bernama Eggi Sudjana.
Ketika ada yang memanggil anda pak pengacara, apakah mereka tidak mengakui anda sebagai seorang Eggi Sudjana?
Mereka mengakui
anda tetap sebagai seorang Eggi Sudjana yang berprofesi sebagai pengacara.
Pekerjaan anda sebagai pengacara entah apapun tidak mengubah diri dan keberadaan
anda sedikit pun.
Sebutan apapun
untuk diri anda, itu menunjukan sebuah relasi atau hubungan personal yang tidak
pernah mengubah diri dan keberadaan anda sebagai seorang Eggi Sudjana.
Sebagaimana sebutan atau sapaan sang istri dan anak-anak anda kepada anda,
orang lainpun tidak pernah menggubris karena orang lain memang tidak pernah
memahami secara mendalam makna dari ungkapan sang istri dan anak-anak anda
kepada anda.
Demikianpun dalam
hal beriman dan beragama. Setiap orang yang mengimani Tuhan yang Maha Esa
melalui agama yang berbeda dan dengan sebutan yang berbeda, tidak pernah
mengubah keberadaan Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri. Katolik, Protestan, Hindu,
Budha, Konghuchu dan Aliran Kepercayaan memiliki bahasa tersendiri untuk
menyebut nama Tuhan yang mereka imani, dengan bahasa yang berbeda sesuai
keyakinan iman masing-masing, namun SAMA SEKALI TIDAK PERNAH MENGUBAH
KEBERADAAN TUHAN.
Ungkapan yang
berbeda sesuai dengan keyakinan masing-masing adalah ungkapan hubungan dan
relasi personal dengan Tuhan, di mana hanya orang atau agama tersebut yang bisa
memahami makna (secara iman) dari sebutan itu sendiri, dan orang di luar
seperti anda tidak akan pernah memahami makna tersebut, seperti sapaan sang
istri dan anak-anak anda atau orang lainpun, kami sebagai orang yang berada di
luar tidak akan pernah memahami makna sebutan itu untuk anda.
Anda harus paham,
bahwa pembubaran HTI tidak dilatarbelakangi oleh soal kepercayaan pada Tuhan
Yang Maha Esa, namun karena usaha mereka untuk menggantikan Pancasila dengan
ideologi yang bersifat Islam (syariah). Kenyataan bahwa tidak semua umat Islam
mendukung gerakan HTI tersebut, itu berarti gerakan mereka sesat dan salah. Di
sisi lain, pembubaran HTI juga dilatarbelakangi oleh tindakan anarkis yang
selama ini menjadi catatan pemerintah. Jadi kalau anda membela HTI, belalah
dengan kesadaran intelektual yang bermutu tanpa harus mengurusi keimanan agama
lain, sehingga tidak nampak jelas bahwa anda memang terbatas pengetahuan.
Maka saya mengajak
anda, agar ketika anda memahami meski dengan kata mungkin bahwa pengetahuan
anda terbatas, bicaralah secukupnya. Untuk itu mari kita ke tugu Monas. Tujuan
kita satu yaitu Tugu Monas. Anda mengendarai mobil pribadi. Saya dengan bajaj.
Meski berbeda kendaraan namun tujuan kita satu yaitu Tugu Monas.
Apakah ketika
kendaraan berbeda, lalu mengubah tujuan kita yang satu yaitu ke Tugu Monas?
TIDAK KHAN. Maka semoga tulisan yang terbatas ini, juga dipahami oleh
pengetahuan anda yang (mungkin) terbatas
Di akhir tulisan
ini baiklah anda merenungkan nasehat bijak Bapak Gus Dur: “Memuliakan Manusia,
berarti memuliakan Penciptanya. Merendahkan dan menistakan Manusia, berarti
Merendahkan dan Menista Penciptanya”.
Dan juga nasehat
bijak Gus Mus: “Agamamu belum tentu agama Allah. Agama Allah menghargai manusia
dan menebar kasih sayang ke alam semesta” Salam. (Ansel Deri)
Ket foto: Pastor Tuan Kopong MSF dan Dr Eggi Sudjana
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!