anggota Badan Anggaran DPR RI
Luar Biasa. Puncak peringatan Hari Pers Nasional sudah lewat. Lebih dari sepekan yang lalu saya ada di acara itu. Jujur, saya katakan bahwa sambutan Gubernur NTT saat itu sangatlah bermakna, tidak hanya untuk peserta HPN, melainkan juga untuk NTT dan seluruh warganya. Karena itu saya langsung mengirim SMS, begini "Pak Frans, sambutan tadi luar biasa. Ada beberapa point momennya pas." Beberapa saat kemudian, saya menerima balasan "Terima kasih Pak Fary. Mudah-mudahan ada gunanya bagi NTT."
Saya memberikan apresiasi yang tinggi karena ada yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Kali ini Gubernur NTT menunjukkan kepada Indonesia bahwa kita adalah manusia yang memiliki martabat dan kehormatan sebagai anak bangsa. Kebanggaan akan berbagai potensi, keunikan, dan keunggulan NTT sungguh sangat mengharukan dan sejenak menghapus stereotip seperti 'nasib tak tentu, nanti Tuhan tolong, nusa tetap tertinggal' dan sederet litani ketidakberdayaan lainnya yang telah mencoreng martabat dan kehormatan orang NTT. Padahal seluruh rakyat NTT tahu betul mereka hidup, bertahan dan berkembang dari bumi NTT yang unik itu.
Orang NTT bukan manusia peminta-minta. Terbukti, mereka mengandalkan apa yang dimiliki dan memanfaatkan apa yang mereka bisa untuk mengelola hidup dan kehidupannya di negeri yang kata orang luar 'gersang'. Karena itu, menurut hemat saya, respon pemerintah pusat untuk membantu percepatan pembangunan NTT mesti ditempatkan dalam konteks dan aras keberdayaan ini. Bantuan hendaknya tidak dipandang sebagai donasi dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah, melainkan wujud konsekuensi dan implikasi dari eksistensi NTT sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai salah satu putra NTT, saya sungguh salut terhadap komitmen Presiden RI yang pada puncak peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari lalu menyatakan akan memberikan tambahan anggaran untuk percepatan pembangunan bagi NTT melalui mekanisme bantuan khusus. Media massa cetak dan elektronik baik lokal maupun nasional merilis, setidaknya ada enam kementerian yang langsung menentukan besaran bantuan yang jumlahnya mencapai Rp 3.926.580.000.000.
Kementerian PU merupakan penyalur bantuan terbesar dengan angka Rp 2.841.712.000.000, diikuti oleh Kementerian Pertanian sebesar Rp 365.000.000.000, Kementerian Kelautan Perikanan Rp 285.000.000.000, Kementerian Kesehatan Rp 255.000.000.000, Kementerian Perumahan Rp 71.457.000.000, dan Kementerian Perhubungan sebesar Rp 108.000.000.000.
Sejumlah BUMN pun diberitakan ikut turun tangan mendukung pemerintah dengan menyatakan kesediaannya menyediakan dana sebesar Rp 1.317.400.000.000, sehingga total bantuan tambahan pemerintah pusat untuk NTT pada tahun 2011 ini mencapai Rp 5.309.580.000.000. Angka ini disebut-sebut tidak termasuk dalam Rp 16,1 triliun yang berasal dari APBN NTT 2011. Jika benar demikian, maka pada tahun 2011 ini saja NTT mendapat tambahan anggaran setara dengan dua pertiga APBN NTT 2011, sebuah peningkatan yang sangat siginifikan dan juga fantastis.
Masuk APBN 2011?
Diliputi oleh sukacita dan keinginan untuk mendapatkan penegasan, saya mengirim SMS kepada Menteri Daerah Tertinggal begini "Pg pak menteri kpdt, bantuan program yang diserahkan ke gubernur ntt di hadapan presiden saat di kpg, apakah program tersbt masuk dlm apbn 2011? fary francis, fraksi Gerindra". Pak Menteri pun membalas, "Masuk di APBN, prog2 tsb untuk 20 kabupaten, hanya secara teknis diserahkan melalui gub' Tx."
Pertanyaan yang sama, saya ajukan kepada Menteri PU dan jawabannya "Pak Fary, yg kami serahkan adalah hasil program 2010." Upaya memastikan bantuan percepatan pembangunan NTT tersebut juga saya lakukan di Rapat Badan Anggaran DPR RI pada hari Rabu 23 Februari 2011. Menteri Perhubungan yang hadir saat itu menjelaskan bahwa anggaran dari Perhubungan itu masih akan dibahas bersama komisi V DPR RI.
Bila informasi yang saya peroleh dari 3 menteri di atas benar, kapan janji Rp 5,3 triliun itu akan digelontorkan? Dan apabila sinyalemen media massa bahwa dana Rp 5,3 triliun itu di luar APBN 2011; dari sumber mana dana itu diambil? Dalam perspektif ini, pemerintah pusat wajib memberikan penjelasan seterang-terangnya kepada semua pihak, termasuk DPR RI dan Pemerintah NTT sehingga asal usul dana, peruntukan dan pemanfaatannya dapat dikontrol sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Meskipun demikian, saya tetap optimis bahwa dana itu cepat atau lambat akan segera masuk ke NTT. Namun pada saat yang sama saya juga agak khawatir akan nasib dana sebesar itu karena berdasarkan track record yang ada, kinerja penyerapan anggaran di kabupaten/kota di NTT beberapa tahun terakhir ini boleh dibilang kurang menggembirakan. Pertanyaan pun menyeruak di benak saya, bagaimana kesiapan dan strategi pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota untuk memanfaatkan dana yang berlimpah dan mendadak itu sehingga hasilnya benar-benar demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat NTT? Kekhawatiran ini berangkat dari harapan saya dan setiap orang NTT agar doa pak gubernur "... mudah-mudahan ada gunanya bagi NTT" dapat terwujud.
Harus Beda
Kita tentu tidak ingin, hasil pembangunan yang dibiayai dengan dana triliunan rupiah tersebut bernasib sama seperti Gedung Perkantoran Pusat Pemerintahan (Puspem) di Kadul Tambolaka, yang baru dipakai tiga bulan, tapi atapnya sudah jebol, saluran air ke kamar WC mampet, dan listplanknya menggelantung. Atau kondisi Jembatan Manubara di Sumba Timur yang sudah retak-retak sambungan sayap dan tembok penahannya, padahal proyek bernilai Rp 6 miliar rupiah itu baru saja selesai dikerjakan pada bulan Januari 2011.
Di TTS, kita temukan jalan penghubung Oekamusa-Moekono, di Amanuban Barat terkesan dikerjakan asal-asalan. Tebal aspal yang memoles jalan itu hanya kurang dari satu sentimeter dan di bawahnya langsung menumpuk lumpur dan tanah liat, bukan kerikil dan batu pecah seperti lazimnya.
Di sektor kesehatan ada berita yang sungguh ironis. Enam koli obat bantuan Kementerian Kesehatan dan hasil pengadaan dengan dana APBD Kota Kupang mubazir dan akan segera dimusnahkan pada bulan Maret mendatang. Padahal pemerintah sedang pusing memikirkan mahalnya harga obat. Daftar panjang mismanagement program pembangunan di NTT yang dirilis media pada awal tahun 2011 juga diramaikan dengan polemik mengenai menumpuknya 2 ton bibit padi varietas ciherang di Desa Wolowae, Kecamatan Boawae, Nagekeo yang disebabkan oleh pertama, benih terlambat tiba di tangan petani, dan kedua benih itu secara teknis hanya cocok dibudidaya pada daerah dengan ketinggian 1.300 meter dpl; padahal Desa Wolowae tidak memenuhi syarat tersebut. Kesia-siaan juga melanda petani ladang di 14 kabupaten pada akhir tahun lalu ketika 600 ton pupuk yang didistribusikan oleh Dinas Pertanian NTT mubazir, juga karena terlambat sampai di ladang petani.
Semoga Ada Guna
Daftar di atas hanyalah secuil contoh kecil. Kalau kita lebih jujur dan tekun menelusur ke belakang, kita akan temukan 1001 macam persoalan pembangunan yang berakar pada sumber daya manusia dan perilakunya. Masih segar dalam ingatan kita bahwa NTT pernah mendapat rapor merah dalam hal penyerapan anggaran. Tahun 2008, daya serap rata-rata APBD kabupaten/kota di NTT hanya mencapai 41,32 persen dengan interval 19,17%- 71,51%; padahal tahun anggaran waktu itu sudah memasuki akhir triwulan empat. Penyebabnya, menurut Biro Sunpro, adalah pertama, komitmen eksekutif dan legislatif masih rendah; kedua, SDM aparatur yang rendah; dan ketiga, regulasi yang terlalu cepat berubah.
Sedangkan menyangkut kualitas pembangunan, sebagai wakil rakyat saya selalu menyoroti kebiasaan SKPD yang suka menumpuk kegiatan fisik dan non fisik pada akhir tahun anggaran sehingga pekerjaan dilaksanakan secara tergesa-gesa dan kualitas hasilnya pun rendah.
Meskipun realisasi penyerapan anggaran relatif membaik, dengan dicapainya angka 79,77% sampai dengan Oktober 2010, kecenderungan untuk menumpuk kegiatan pada triwulan IV masih terus menjadi momok yang bisa berulang sewaktu-waktu. Karena itu pemerintah harus bisa memastikan bahwa kendala-kendala yang di atas harus sudah diatasi secara menyeluruh sebelum dana itu masuk ke rekening pemerintah propinsi atau kabupaten/kota.
Di sinilah, menurut hemat saya pentingnya refleksi untuk segera berbenah seraya menyongsong peluang baru yang 'mungkin' akan segera datang. Maka, sangat beralasan apabila pada saatnya nanti saya dan seluruh masyarakat NTT mempersembahkan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua unsur pemerintah provinsi dan kabupaten/kota karena terbukti benar, bantuan Rp 5,3T tersebut ada gunanya bagi NTT.
Sumber: Pos Kupangt, 25 Februari 2011












