Headlines News :

Nasib Rp 5,3 triliun untuk NTT

Written By ansel-boto.blogspot.com on Friday, February 25, 2011 | 1:41 PM

Oleh Fary Dj Francis
anggota Badan Anggaran DPR RI

Luar Biasa. Puncak peringatan Hari Pers Nasional sudah lewat. Lebih dari sepekan yang lalu saya ada di acara itu. Jujur, saya katakan bahwa sambutan Gubernur NTT saat itu sangatlah bermakna, tidak hanya untuk peserta HPN, melainkan juga untuk NTT dan seluruh warganya. Karena itu saya langsung mengirim SMS, begini "Pak Frans, sambutan tadi luar biasa. Ada beberapa point momennya pas." Beberapa saat kemudian, saya menerima balasan "Terima kasih Pak Fary. Mudah-mudahan ada gunanya bagi NTT."

Saya memberikan apresiasi yang tinggi karena ada yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Kali ini Gubernur NTT menunjukkan kepada Indonesia bahwa kita adalah manusia yang memiliki martabat dan kehormatan sebagai anak bangsa. Kebanggaan akan berbagai potensi, keunikan, dan keunggulan NTT sungguh sangat mengharukan dan sejenak menghapus stereotip seperti 'nasib tak tentu, nanti Tuhan tolong, nusa tetap tertinggal' dan sederet litani ketidakberdayaan lainnya yang telah mencoreng martabat dan kehormatan orang NTT. Padahal seluruh rakyat NTT tahu betul mereka hidup, bertahan dan berkembang dari bumi NTT yang unik itu.

Orang NTT bukan manusia peminta-minta. Terbukti, mereka mengandalkan apa yang dimiliki dan memanfaatkan apa yang mereka bisa untuk mengelola hidup dan kehidupannya di negeri yang kata orang luar 'gersang'. Karena itu, menurut hemat saya, respon pemerintah pusat untuk membantu percepatan pembangunan NTT mesti ditempatkan dalam konteks dan aras keberdayaan ini. Bantuan hendaknya tidak dipandang sebagai donasi dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah, melainkan wujud konsekuensi dan implikasi dari eksistensi NTT sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagai salah satu putra NTT, saya sungguh salut terhadap komitmen Presiden RI yang pada puncak peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari lalu menyatakan akan memberikan tambahan anggaran untuk percepatan pembangunan bagi NTT melalui mekanisme bantuan khusus. Media massa cetak dan elektronik baik lokal maupun nasional merilis, setidaknya ada enam kementerian yang langsung menentukan besaran bantuan yang jumlahnya mencapai Rp 3.926.580.000.000.

Kementerian PU merupakan penyalur bantuan terbesar dengan angka Rp 2.841.712.000.000, diikuti oleh Kementerian Pertanian sebesar Rp 365.000.000.000, Kementerian Kelautan Perikanan Rp 285.000.000.000, Kementerian Kesehatan Rp 255.000.000.000, Kementerian Perumahan Rp 71.457.000.000, dan Kementerian Perhubungan sebesar Rp 108.000.000.000.

Sejumlah BUMN pun diberitakan ikut turun tangan mendukung pemerintah dengan menyatakan kesediaannya menyediakan dana sebesar Rp 1.317.400.000.000, sehingga total bantuan tambahan pemerintah pusat untuk NTT pada tahun 2011 ini mencapai Rp 5.309.580.000.000. Angka ini disebut-sebut tidak termasuk dalam Rp 16,1 triliun yang berasal dari APBN NTT 2011. Jika benar demikian, maka pada tahun 2011 ini saja NTT mendapat tambahan anggaran setara dengan dua pertiga APBN NTT 2011, sebuah peningkatan yang sangat siginifikan dan juga fantastis.

Masuk APBN 2011?

Diliputi oleh sukacita dan keinginan untuk mendapatkan penegasan, saya mengirim SMS kepada Menteri Daerah Tertinggal begini "Pg pak menteri kpdt, bantuan program yang diserahkan ke gubernur ntt di hadapan presiden saat di kpg, apakah program tersbt masuk dlm apbn 2011? fary francis, fraksi Gerindra". Pak Menteri pun membalas, "Masuk di APBN, prog2 tsb untuk 20 kabupaten, hanya secara teknis diserahkan melalui gub' Tx."

Pertanyaan yang sama, saya ajukan kepada Menteri PU dan jawabannya "Pak Fary, yg kami serahkan adalah hasil program 2010." Upaya memastikan bantuan percepatan pembangunan NTT tersebut juga saya lakukan di Rapat Badan Anggaran DPR RI pada hari Rabu 23 Februari 2011. Menteri Perhubungan yang hadir saat itu menjelaskan bahwa anggaran dari Perhubungan itu masih akan dibahas bersama komisi V DPR RI.

Bila informasi yang saya peroleh dari 3 menteri di atas benar, kapan janji Rp 5,3 triliun itu akan digelontorkan? Dan apabila sinyalemen media massa bahwa dana Rp 5,3 triliun itu di luar APBN 2011; dari sumber mana dana itu diambil? Dalam perspektif ini, pemerintah pusat wajib memberikan penjelasan seterang-terangnya kepada semua pihak, termasuk DPR RI dan Pemerintah NTT sehingga asal usul dana, peruntukan dan pemanfaatannya dapat dikontrol sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Meskipun demikian, saya tetap optimis bahwa dana itu cepat atau lambat akan segera masuk ke NTT. Namun pada saat yang sama saya juga agak khawatir akan nasib dana sebesar itu karena berdasarkan track record yang ada, kinerja penyerapan anggaran di kabupaten/kota di NTT beberapa tahun terakhir ini boleh dibilang kurang menggembirakan. Pertanyaan pun menyeruak di benak saya, bagaimana kesiapan dan strategi pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota untuk memanfaatkan dana yang berlimpah dan mendadak itu sehingga hasilnya benar-benar demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat NTT? Kekhawatiran ini berangkat dari harapan saya dan setiap orang NTT agar doa pak gubernur "... mudah-mudahan ada gunanya bagi NTT" dapat terwujud.

Harus Beda

Kita tentu tidak ingin, hasil pembangunan yang dibiayai dengan dana triliunan rupiah tersebut bernasib sama seperti Gedung Perkantoran Pusat Pemerintahan (Puspem) di Kadul Tambolaka, yang baru dipakai tiga bulan, tapi atapnya sudah jebol, saluran air ke kamar WC mampet, dan listplanknya menggelantung. Atau kondisi Jembatan Manubara di Sumba Timur yang sudah retak-retak sambungan sayap dan tembok penahannya, padahal proyek bernilai Rp 6 miliar rupiah itu baru saja selesai dikerjakan pada bulan Januari 2011.

Di TTS, kita temukan jalan penghubung Oekamusa-Moekono, di Amanuban Barat terkesan dikerjakan asal-asalan. Tebal aspal yang memoles jalan itu hanya kurang dari satu sentimeter dan di bawahnya langsung menumpuk lumpur dan tanah liat, bukan kerikil dan batu pecah seperti lazimnya.

Di sektor kesehatan ada berita yang sungguh ironis. Enam koli obat bantuan Kementerian Kesehatan dan hasil pengadaan dengan dana APBD Kota Kupang mubazir dan akan segera dimusnahkan pada bulan Maret mendatang. Padahal pemerintah sedang pusing memikirkan mahalnya harga obat. Daftar panjang mismanagement program pembangunan di NTT yang dirilis media pada awal tahun 2011 juga diramaikan dengan polemik mengenai menumpuknya 2 ton bibit padi varietas ciherang di Desa Wolowae, Kecamatan Boawae, Nagekeo yang disebabkan oleh pertama, benih terlambat tiba di tangan petani, dan kedua benih itu secara teknis hanya cocok dibudidaya pada daerah dengan ketinggian 1.300 meter dpl; padahal Desa Wolowae tidak memenuhi syarat tersebut. Kesia-siaan juga melanda petani ladang di 14 kabupaten pada akhir tahun lalu ketika 600 ton pupuk yang didistribusikan oleh Dinas Pertanian NTT mubazir, juga karena terlambat sampai di ladang petani.

Semoga Ada Guna

Daftar di atas hanyalah secuil contoh kecil. Kalau kita lebih jujur dan tekun menelusur ke belakang, kita akan temukan 1001 macam persoalan pembangunan yang berakar pada sumber daya manusia dan perilakunya. Masih segar dalam ingatan kita bahwa NTT pernah mendapat rapor merah dalam hal penyerapan anggaran. Tahun 2008, daya serap rata-rata APBD kabupaten/kota di NTT hanya mencapai 41,32 persen dengan interval 19,17%- 71,51%; padahal tahun anggaran waktu itu sudah memasuki akhir triwulan empat. Penyebabnya, menurut Biro Sunpro, adalah pertama, komitmen eksekutif dan legislatif masih rendah; kedua, SDM aparatur yang rendah; dan ketiga, regulasi yang terlalu cepat berubah.

Sedangkan menyangkut kualitas pembangunan, sebagai wakil rakyat saya selalu menyoroti kebiasaan SKPD yang suka menumpuk kegiatan fisik dan non fisik pada akhir tahun anggaran sehingga pekerjaan dilaksanakan secara tergesa-gesa dan kualitas hasilnya pun rendah.

Meskipun realisasi penyerapan anggaran relatif membaik, dengan dicapainya angka 79,77% sampai dengan Oktober 2010, kecenderungan untuk menumpuk kegiatan pada triwulan IV masih terus menjadi momok yang bisa berulang sewaktu-waktu. Karena itu pemerintah harus bisa memastikan bahwa kendala-kendala yang di atas harus sudah diatasi secara menyeluruh sebelum dana itu masuk ke rekening pemerintah propinsi atau kabupaten/kota.

Di sinilah, menurut hemat saya pentingnya refleksi untuk segera berbenah seraya menyongsong peluang baru yang 'mungkin' akan segera datang. Maka, sangat beralasan apabila pada saatnya nanti saya dan seluruh masyarakat NTT mempersembahkan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua unsur pemerintah provinsi dan kabupaten/kota karena terbukti benar, bantuan Rp 5,3T tersebut ada gunanya bagi NTT.
Sumber: Pos Kupangt, 25 Februari 2011

DPC PPI Lembata Tidak Mengusung Paket

Dewan Pimpinan Cabang Partai Pemuda Indonesia (DPC PPI) Lembata, tidak mengusung paket dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilu Kada) Lembata 2011. Namun DPC PPI Lembata tetap memberikan dukungan kepada paket Ayo (Andreas Nula Liliweri-Yoseph Meran Lagour).

Paket Ayo dalam Pemilu Kada kali ini diusung oleh Koalisi Dentang Keadilan, yang terdiri dari Partai Demokrat (PD), Partai Bintang Reformasi (PBR), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dengan hitungan akumulasi 15% perolehan kursi di DPRD Lembata, yakni empat kursi. Di mana PD dua kursi, PKS dan PBR masing-masing satu kursi.

Hal ini disampaikan Ketua DPC PPI Kabupaten Lembata, Andriani Liliweri dalam jumpa pers di kediamannya, Selasa (22/2/2011) petang. Andriani yang didampingi sekretarisnya, Abdulrahman mengatakan, pihaknya dengan tegas menyatakan bahwa DPC PPI Lembata tidak mengusung paket sendiri dalam Pemilu Kada Lembata 2011, baik secara sendiri maupun koalisi dengan partai politik lainnya.

"Saya mau tegaskan bahwa DPC PPI Lembata tidak mengusung paket dalam Pemilu Kada Lembata kali ini, karena memang DPC PPI Lembata hanya punya dua kursi di DPRD Lembata. Tetapi PPI Lembata juga tidak mengusung paket dengan berkoalisi. Karena itu, kalau ada bakal pasangan calon yang mengaku mendapat dukungan PPI Lembata itu adalah tidak benar," tegas Andriani.

Andriani juga menegaskan, pihaknya pada masa pendaftaran bakal pasangan calon tidak ikut dengan paket bakal pasangan calon yang mengaku diusung oleh DPC PPI. Tetapi pihaknya datang ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lembata, bersama Paket Ayo, yang diusung koalisi Dentang Keadilan.

"Waktu pendaftaran kami datang ke KPU bersama koalisi Dentang Keadilan, dan sudah membacakan serta menyerahkan pernyataan sikap kami dari PPI Lembata, memberikan dukungan kepada Paket Ayo dan tidak mengusung paket sendiri. Tetapi ada paket bakal pasangan calon yang katanya diusung oleh PPI Lembata, dan ditandatangani berkasnya oleh kartaker, sesungguhnya itu tidak benar, karena memang sampai dengan saat ini, kami masih sebagai pengurus DPC yang sah, dan tidak pernah ada pergantian pengurus atau pembentukan karetaker. Sebab pembentukan karetaker itu harus melalui pleno DPP, dan sampai dengan saat ini belum pernah ada pleno di DPP untuk pembentukan karetaker PPI Lembata, dan sesuai keputusan munas terakhir kami, penentuan dan penetapan bakal pasangan calon yang akan diusung dalam Pemilu Kada di kabupaten/kota, surat keputusannya dibuat oleh DPD (Dewan Pimpinan Daerah), jadi bukan di DPP. Sehingga kalau ada saudara-saudara kita yang mengatakan bahwa mereka mendapatkan rekomendasi dari DPP, itu tidak benar. Karena menyalahi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai," tegas Andriani.

Soal dukungan yang diberikan DPC PPI Lembata kepada Paket Ayo, Andriani menegaskan, hal itu sesuai dengan AD/ART Partai, sehingga pihaknya sebagai struktur bawah partai wajib mengamankan Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh DPD PPI Propinsi NTT, Nomor: 270/SK/DPD-PPI-NTT/II/2011, tentang penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Lembata untuk Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2011. SK tertanggal 12 Februari 2011, dan ditandatangani oleh Ketua DPD PPI NTT, Drs. Agustinus Bedaama, S.Sn., M.Si dan sekretaris, Hendrik N. E. Malelak, M.Th.
Sumber: Pos Kupangt, 25 Februari 2011
Ket foto: Andreas Liliweri

Sabotase Hak Angket Pajak

Oleh Ikrar Nusa Bhakti
profesor riset bidang Intermestic Affairs di Pusat Penelitian Politik LIPI

Hasil voting pada Rapat Paripurna DPR mengenai usulan hak angket soal pajak merupakan drama politik yang menarik untuk dikaji.

Bukan karena usulan itu kandas dengan kekalahan tipis 264 banding 266, melainkan karena adanya perpindahan posisi dari partai-partai di DPR. Indonesia memang negeri amat lucu. Partai-partai yang berada di Sekretariat Gabungan (partai- partai koalisi) dan partai-partai di luar koalisi bisa saling berganti posisi. Sebagai contoh, Golkar dan PKS yang seharusnya berada di belakang pemerintah malah tak jarang berseberangan dengan pemerintah dalam kontestasi politik di parlemen.

Sebaliknya, Gerindra yang seharusnya sejalan dengan kelompok oposisi malah berganti posisi menjadi pendukung pemerintah. Lebih lucu lagi, Demokrat yang awalnya jadi pemrakarsa usulan hak angket pajak justru mundur teratur dan malah jadi penolak hak angket. Sementara Golkar yang awalnya pesakitan dalam usulan awal hak angket yang diajukan Demokrat malah jadi pengusung utama hak angket.

Ada juga yang aneh, PDI-P yang pendukung kedua hak angket, dari 94 anggota, hadir 84 orang, sisanya absen. PKB yang fraksinya sepakat menolak hak angket, ada dua anggotanya yang punya hati nurani berbeda, Effendy Choirie dan Lili Wahid, yang memilih mendukung hak angket.

Gambaran di atas menunjukkan betapa pakem politik di parlemen Indonesia mirip gambaran sistem parlementer di Papua Niugini pada awal kemerdekaan (dan hingga kini masih terus berlangsung) yang para politisinya tidak memiliki ideologi kuat (freelancing belief) dan bisa bergerak tak tentu arah bagaikan ”roda-roda gila” (free wheeling style).

Blunder politik

Usulan angket sebenarnya mengandung unsur positif: ingin membenahi kebijakan perpajakan agar lebih adil, transparan, akuntabel, dan berorientasi kepentingan publik. Ini penting karena pajak penyumbang utama APBN. Kebocoran penerimaan pajak yang sekitar Rp 380 miliar setahun sungguh kerugian negara yang amat besar. Karena itu, pembasmian atas mafia perpajakan suatu keniscayaan.

Namun, awalnya ada niat lain dari Demokrat dalam mengajukan hak angket. Bukan perbaikan sistem yang jadi fokus utama, melainkan bagaimana ”menghabisi secara politik” Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie yang tiga perusahaan keluarganya disebut-sebut terkait mafia pajak dan memberikan uang kepada Gayus Tambunan senilai 3 juta dollar AS.

Jika kita lihat, Demokrat mundur teratur karena ada kekhawatiran, di antara 148 dari 151 perusahaan yang disebut terkait Gayus, bukan tak mungkin ada yang jadi penyumbang dana kampanye bagi Demokrat. Demokrat tampaknya tak ingin usulan angket mengenai dirinya sendiri. Sebaliknya, kegagalan Golkar mendulang dukungan dalam pengusulan angket, antara lain, karena blunder politik

Ketua Fraksi Golkar Priyo Budi Santoso yang menyatakan pengusulan angket oleh Golkar terkait ”misi suci” Golkar membersihkan nama baik ketua umumnya.

Transaksional

Namun, bukan cuma itu yang menyebabkan terjadinya perubahan dukungan saat voting di DPR. Ada politik transaksional yang bisa saja terjadi karena tak ada yang gratis dalam politik (no free lunch). Gerindra mengubah posisi sebagai bagian dari upaya mengembangkan ”kepak sayap Burung Garuda”. Gerak langkah Gerindra amat menggebu-gebu sebagai bagian dari persiapan langkah menuju 2014. Selama ini Gerindra terus melakukan akuisisi politik terhadap partai-partai kecil yang tak memenuhi parliamentary threshold pada Pemilu 2009.

Gerindra bukan tak mungkin mengincar kursi menteri pertanian karena Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto perlu legitimasi penuh atas kepemimpinannya di Himpunan Kerukunan Tani Indonesia yang kini masih ada dualisme kepemimpinan dari rivalnya, Usman Sapta. Jika Prabowo jadi menteri pertanian, tidak saja ini jadi awal pembelajaran baginya di kabinet, tetapi juga untuk memenangi pertarungannya dengan kelompok Usman Sapta.

PPP, yang saat angket Bank Century mendukung kelompok yang berseberangan dengan pemerintah, kini benar-benar menurut kepada penguasa karena khawatir kehilangan kursi di kabinet. Absennya sejumlah orang PDI-P di rapat paripurna menunjukkan ada kelompok di PDI-P yang cukup moderat dan ingin mendekat ke Demokrat agar ada kader atau simpatisan PDI-P yang bisa masuk kabinet. Beberapa nama yang santer disebut akan masuk ke kabinet: Arif Budimanta, I Made Mangku Pastika (Gubernur Bali), Teras Narang (Gubernur Kalimantan Tengah), Iman Sugema, Sri Adiningsih, dan Puan Maharani.

Jika PDI-P dan Gerindra masuk kabinet, akankah Golkar dan PKS dikeluarkan dari kabinet? Kecil kemungkinan! Bukan karena SBY menginginkan koalisi bulat di parlemen, melainkan karena ia tak punya keberanian politik melakukan itu. Apalagi Gerindra kurang berpengalaman di parlemen, sementara PDI-P tak mau jadi bagian Setgab. Kecanggihan politik Golkar di parlemen ternyata kalah dibandingkan ”kekuatan politik” SBY.

Namun, pertarungan politik di antara keduanya belum berakhir karena soal mafia pajak masih akan dibicarakan di Komisi III DPR yang menangani bidang hukum dan perbaikan sistem perpajakan akan dibicarakan di Komisi XI. Antara PD dan Golkar yang sama-sama di Setgab bagaikan musuh dalam selimut yang saling jegal. Itulah Indonesia, hak angket yang tadinya mengandung misi suci berubah arah akibat sabotase dan pembelotan politik dari partai-partai yang punya kepentingan sendiri-sendiri. Ini suatu anomali politik di dalam sistem presidensial!
Sumber: Kompas, 25 Februari 2011

Tidak Ada Komodo Stres!

Jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Komodo memang sudah diatur oleh pihak pengelola Taman Nasional Komodo. Kepala Subbagian Tata Usaha TNK Heru Rudiharto mengungkapkan hal tersebut untuk menanggapi berita mengenai kunjungan 24.000 wisatawan asing ke Pulau Komodo yang menyebabkan komodo stres.

"Tidak ada itu kejadian komodo stres sampai mati," kata Heru kepada Kompas.com via telepon, Jumat (25/2/2011).

Heru sehari-hari berkantor di Labuan Bajo yang merupakan pintu masuk TNK sehingga bisa lebih mengetahui situasi TNK. "Kapal pesiar kita atur; bukan langsung ribuan turun semua, tetapi kita atur bertahap 40-50 orang. Tidak sekaligus turun," katanya.

Ia menuturkan, jika kapal pesiar berkapasitas 10.000 orang, maka dilakukan 20-30 kali penjemputan. "Dermaga juga terbatas dalam menampung. Kapal pesiar tidak bisa langsung, jadi dijemput dengan speedboat. Tidak mungkin bisa 10.000 orang langsung turun," ungkapnya.

Ia kemudian menuturkan, kapasitas Pulau Komodo hanya 40-50 orang. Walaupun Pulau Komodo memang bisa menampung hingga 100 orang per hari. "Ini bukan mass tourism. Kita tidak bisa terima sekaligus ribuan orang. TNK itu eco tourism. Kita utamakan habitat dan ekosistem Pulau Komodo, bukan aspek turisme," katanya.

Pada tahun 2010, menurut Heru, jumlah kunjungan mencapai 44.000 dalam setahun. "Tentu ada saat-saat masa puncak di bulan Juni-Juli. Dalam sebulan bisa 5.000 orang," tuturnya.
Sumber: Kompas.com, 25 Februari 2011
Ket foto: Satwa endemik Komodo (Varanus komodoensis) di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Senin (29/11/2010). Taman Nasional Komodo menjadi salah satu dari 28 finalis New 7 Wonders of Nature.

Anatomi Krisis Libya, Yaman, Bahrain

Oleh Azyumardi Azra
Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
Anggota Dewan Penasihat International IDEA Stockholm

Gejolak kekuatan rakyat terus berlanjut di dunia Arab setelah tumbangnya kekuasaan otoritarianisme Presiden Ben Ali di Tunisia dan Presiden Mubarak di Mesir dalam waktu relatif singkat.

Jelas terilhami keberhasilan revolusi rakyat di kedua negara itu, kini eskalasi kekuatan massa kian meningkat di sejumlah negara Arab, khususnya di Libya, Yaman, dan Bahrain. Ekspresi gejolak kekuatan rakyat juga muncul di Aljazair, Maroko, Jordania, dan Kuwait; tetapi belum terlihat jelas di Arab Saudi, Qatar, atau Uni Emirat Arab.

Sementara kalangan, khususnya di dunia Muslim, beranggapan, gejolak kekuatan rakyat di dunia Arab sekarang ini merupakan rekayasa pihak asing, khususnya Amerika Serikat (AS). Argumen ini bisa diperdebatkan. Namun jelas, rezim-rezim otoriter yang kini menghadapi tantangan kekuatan rakyat adalah para sekutu AS. Karena itu, pada dasarnya AS berkepentingan memelihara status quo rezim-rezim tersebut. Namun, berlawanan dengan keinginan AS tersebut, kekuatan rakyat membuat AS berada dalam posisi sulit dan akhirnya terpaksa menerima perubahan rezim seperti terlihat dalam kasus Tunisia dan Mesir.

Kemuakan rakyat

Libya dengan Moammar Khadafy pernah menjadi salah satu kekuatan penting di dunia Arab. Berkuasa sejak 1969, Kolonel Khadafy sering menjadi trouble maker bukan hanya di dunia Arab, melainkan juga bagi Indonesia ketika Khadafy memberikan pelatihan militer bagi kalangan radikal Indonesia, bahkan GAM. Khadafy menjadikan Libya negara yang sangat diwaspadai dunia Arab dan dunia Muslim lain serta dunia Barat.

Titik balik Khadafy bermula dari terbuktinya peran para agennya dalam pengeboman pesawat Pan Am 103 di Lockerbie, Skotlandia, pada 21 Desember 1988, yang menewaskan seluruh 270 penumpang dan krunya.

Akibatnya, Libya menjadi negara ”pariah” yang terkucil dan terhukum sanksi internasional. Diharuskan membayar kompensasi 2,7 miliar dollar AS sejak 2002, peruntungan Khadafy terus merosot sehingga ia memilih berdamai dengan Barat. Namun, perubahan kebijakan politik ini berbarengan dengan meningkatnya kesulitan ekonomi Libya, tidak mampu menahan peragian kekuasaan Khadafy.

Meski Libya merupakan salah satu negara Arab kaya minyak, kekayaan sumber daya alam ini tidak mengalir kepada rakyat. Penghasilan minyak Libya sebagian besar masuk ke dalam pundi-pundi Khadafy dan keluarganya serta para kroninya.

Atau untuk proyek-proyek popularitas politik Khadafy sendiri, misalnya, dengan mengundang delegasi dari berbagai negara di dunia Muslim untuk pelatihan militer dan dakwah; atau untuk membangun Khadafy Center di mancanegara.

Walau produk domestik bruto (PDB) per kapita Libya kini mencapai 14.884 dollar AS, sekitar 50 persen dari total penduduk sekitar hampir 6 juta jiwa adalah di bawah usia 20 tahun, yang frustrasi melihat peluang kerja yang kian sempit karena seperlima lapangan kerja dipegang ekspatriat dari sejumlah negara. Sementara itu, hampir 10 persen penduduk Libya hidup di bawah garis kemiskinan, terutama di perkotaan yang mencapai 88 persen dari total penduduk.

Khadafy semula percaya revolusi rakyat di Tunisia dan Mesir tidak bakal menular ke negerinya. Namun, kemuakan rakyat kepada Khadafy sudah mencapai puncaknya. Pihak oposisi yang selama ini diberangus bersama kekuatan rakyat segera mendeklarasikan 17 Februari 2011 sebagai ”Hari Kemarahan”. Hari ini merupakan peringatan peristiwa anti-Khadafy pada 2006, yang dapat ditumpas orang kuat Libya ini secara sempurna. Kali ini setelah kejatuhan Mubarak, Khadafy mulai sadar, tantangan kekuatan rakyat yang bergejolak tidak bisa lagi diremehkan. Sebab itu, menjelang 17 Februari ia mengundang sejumlah aktivis politik, pemimpin media, dan LSM sembari wanti-wanti agar tidak menggalang massa melawan kekuasaannya.

Namun, rayuan dan ancaman Khadafy gagal. Keadaan kian memburuk sejak demonstrasi besar 17 Februari dan ketika Khadafy juga mulai mengerahkan tentara sewaan dari Chad dan bahkan Korea Utara untuk menembaki demonstran; jumlah mereka yang tewas sekitar 300 orang atau bahkan lebih banyak. Tindakan brutal ini mengundang kecaman dari kalangan pejabat tingi dan militer Libya yang kian banyak mengundurkan diri dan juga masyarakat internasional.

Kini bisa dipastikan terjadinya ”perang kealotan” (war of attrition) di antara Khadafy dan kaum demonstran, khususnya di Benghazi dan ibu kota Tripoli. Kekuatan rakyat yang eksplosif kian sulit dibendung Khadafy yang dalam pernyataan terakhirnya menyatakan akan terus bertahan di Libya, hidup atau mati.

Faktor Sunni-Syiah?

Meningkatnya kekuatan rakyat di Yaman juga tidak lepas dari kemuakan rakyat terhadap kekuasaan Presiden Ali Abdullah Saleh. Sejak 28 Januari rakyat memenuhi jalan-jalan di ibu kota Sanaa. Mereka menuntut pengunduran diri sang presiden yang berkuasa di Yaman Utara sejak 18 Juli 1979 dan terus menjadi Presiden Yaman Bersatu sejak 22 Mei 1990.

Presiden Ali Abdullah Saleh, mantan purnawirawan Angkatan Udara, di mata rakyatnya adalah penguasa korup. Tak kurang 45 persen dari total penduduk, sekitar 23 juta, sangat miskin dengan pendapatan di bawah 2 dollar AS per hari; dan lebih dari 35 persen penduduk menganggur. Kemiskinan dan pengangguran akut jelas sumber utama perlawanan terhadap rezim Ali Abdullah Saleh.

Faktor lain adalah friksi yang akut dalam masyarakat Yaman; di antara penduduk eks Yaman Utara dan eks Yaman Selatan. Sejak reunifikasi pada 1990, negara gagal merekonsiliasikan kedua kelompok ini. Juga ada pembelahan akut antara kaum Sunni yang merasa terpinggirkan, padahal mereka meliputi 55 persen dari total penduduk. Warga Syiah sekitar 45 persen; dan 35 persen dari total Syiah tersebut adalah Syiah Zaidiyah, termasuk Presiden Ali Abdullah Saleh. Syiah Zaidiyah sering dianggap berada di luar mainstream Syiah Dua Belas yang dominan di Iran, Irak, dan negara-negara Arab Teluk Persia.

Nuansa konflik politik Sunni versus Syiah juga terlihat dalam gelombang demonstrasi di Bahrain yang kian masif. Kekuasaan selalu berada di tangan penguasa minoritas Sunni yang kini dipegang Amir Syaikh Hamad bin Isa al-Khalifa menggantikan ayahnya, Syaikh Isa bin Salman al-Khalifa, pada 6 Maret 2010 setelah berkuasa sejak kemerdekaan pada 1971. Padahal, mayoritas penduduk adalah Syiah—sekitar 70 persen dari 600.000 jiwa penduduk. Sejak suksesnya Revolusi Ayatullah Khomeini di Iran pada 1979, kaum Syiah Bahrain terilhami bangkit, khususnya pada 1996, yang dapat ditumpas penguasa. Selain tertindas secara politik, kaum Syiah juga terpinggirkan dalam ekonomi.

Kasus Libya, Yaman, dan Bahrain sekali lagi secara jelas merefleksikan bahwa kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan politik yang berbaur dengan sentimen keagamaan menjadi sumber pokok munculnya kekuatan rakyat. Inilah cermin yang baik bagi para penguasa di negara mana pun.
Kompas, 25 Februari 2011


Berkas Pembunuhan Diduga Hilang

Written By ansel-boto.blogspot.com on Tuesday, February 22, 2011 | 8:03 PM

Ketua PN Lembata, Houtman L. Tobing, S. H tidak yakin berkas perkara Erni Abon Manuk dan empat terdakwa lainnya yang dikirim ke Mahkamah Agung hilang karena belum ada penyampaiman dari MA.

"Apa buktinya? Apakah dengan telepon dapat dibuktikan kebenarannya? Kita berharap dan ini juga harapan KPT (Ketua Pengadilan Tinggi NTT) dan Ketua MA agar masyarakat, terutama keluarga korban, dapat bersabar menanti turunnya putusan kasus ini," kata Tobing saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (22/2/2011). Ia didampingi Humas PN Lembata, Gustav Bless Kupa.

Sebelumnya diperoleh informasi dari Rutan Larantuka bahwa berkas keempat terdakwa kasus pembunuhan Yoakim Laka Loi Langodai (Theresia Abon Manuk alias Erni Manuk, Mathias Bala Langobelen alias Bala, Lambertus Bedy Langoday alias Bedi, dan Muhamad Kapitang alias Pitang) hilang.

Tobing membantah ada pihak yang sudah berhasil menemui Ketua MA dan bernegosiasi untuk menutup kasus ini. "Bukanlah hal mudah setiap orang dapat bertemu Ketua MA. Karena itu, sangat tidak mungkin ada orang `bermain' di tingkat MA untuk menutup kasus ini. Kami ingin semua pihak yang berkepentingan dengan perkara ini mendapat kepastian hukum," tegasnya.

Tobing menjelaskan, perkara ini sesungguhnya bukan perkara yang sudah mati atau berkekuatan hukum tetap, melainkan perkara yang masih aktif dan sampai kapan pun putusannya akan turun. Empat terdakwa yang lepas demi hukum pun akan dieksekusi lagi ke Rutan (rumah tahanan negara) Larantuka untuk menjalani masa hukuman sisa.

Dia mengaku sudah berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Tinggi NTT, Th. Pudji Wahono, S. H, M.H, Senin (21/2/2011) siang. Wahono sudah berangkat ke Jakarta untuk bertemu Ketua MA, Dr. H. Harifin A. Tumpa, S. H, M. H melalui salah satu Wakil Ketua MA pada sore harinya.

Di Jakarta dia harus mendapatkan kepastian soal berkas perkara Erni, Cs dan menyelidiki keberadaannya di MA, untuk kemudian disidangkan dan diputuskan untuk empat terdakwa yang lepas demi hukum, Jumat (18/2/2011) lalu, karena masa tahanan mereka untuk perpanjangan ketiga kalinya dari MA sudah selesai, Kamis (17/2/2011) lalu.

"Saya telepon lagi dengan KPT (Ketua Pengadilan Tinggi), dan sudah ada keputusan bahwa MA segera melakukan penelusuran berkas tersebut. Tapi saya tegaskan perkara ini bukan perkara yang sudah mati, tapi msih aktif dan pasti akan diputus," tegas Tobing.

Dia yakin sekali dengan pernyatannya karena hingga saat ini pihaknya belum pernah menerima informasi dari MA bahwa berkas Erni, Cs tidak masuk atau hilang atau tidak lengkap.

"Jangankan satu berkas hilang, satu lembar saja hilang, kita pasti disurati MA untuk segera mengirimkannya kembali. Jadi sampai saat ini kami belum mendapat surat dari MA bahwa berkasnya hilang atau apa," kata Tobing.

Soal keraguan masyarakat mengenai kemungkinan menghilangnya para terdakwa dari Lewoleba, Tobing menegaskan, ini bukan perkara sulit bagi pihak kejaksaan untuk mengeksekusi empat terdakwa jika sudah ada keputusan MA yang berkekuatan hukum tetap dan menyatakan keempat terdakwa ini bersalah.

"Selagi mereka masih berada di Indonesia, bukan hal sulit untuk mengeksekusi ke Rutan. Kecuali mereka konglomerat yang punya uang lalu keluar negeri dan buka usaha di sana. Kasus Flori Liliweri yang sudah lepas demi hukum hampir dua tahun di luar, tapi setelah ada putusan bersalah di tingkat MA, jaksa kembali mengeksekusi," kata Tobing.

"Saya mau tegaskan jangan ada pihak yang menyatakan kami kirim berkas cuma punya Bambang, terdakwa lainnya tidak. Tidak mungkin kami kirim batu merah atau kertas kosong yang tak ada gunanya lagi sebab MA bukan tempat sampah untuk kami kirimi berkas seperti itu," tegas Tobing.
Sumber: Pos Kupang, 24 Februari 2011
Ket foto: Theresia Abon Manuk

Tambahan Dana Pempus Rp 5,3 T 'Fiktif': Pemprov dan Rakyat NTT 'Dikibuli'

Kehadiran Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Kupang yang meninabobokan pemerintah dan rakyat NTT dengan menambahkan anggaran senilai Rp 5,3 triliun diluar APBN 2011 ternyata hanya 'fiktif' alias tidak benar.

Pasalnya, dana-dana yang diserahkan SBY, khususnya melalui dana-dana kementerian merupakan dana-dana yang sudah ada dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2011.

Bahkan dana yang diserahkan dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) senilai Rp 2,841 triliun adalah dana tahun anggaran 2010 yang sudah dilaksanakan di NTT.

Anehnya lagi, dana yang diserahkan Presiden SBY yang bersumber dari pos Kementerian Perhubungan (Kemhub) senilai Rp 108 miliar dengan alokasi Rp 50 miliar untuk pengembangan sarana pelabuhan dan Rp 58 miliar untuk bandara justru belum ada karena itu merupakan dana penghematan Kemhub yang saat ini baru akan dibahas bersama Komisi V DPR RI untuk dianggarkan dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2011 ini.

Hal ini terungkap dalam rapat kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dengan pemerintah, yang dihadiri Menteri Keuangan (Menkeu), Agus Martowardoyo, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Muhammad Nuh, dan Menteri Perhubungan (Menhub), Freddy Numberi dengan agenda evaluasi serapan anggaran pemerintah tahun 2010 di Gedung DPR RI, Rabu (23/2).

Dalam rapat yang dipimpin Ketua Banggar, Melchias Markus Mekeng (F-Golkar) itu, anggota Banggar, Farry Dj. Francis (F-Gerindra) mempertanyakan asal-muasal dana Rp 5,3 triliun yang diserahkan Presiden SBY saat hari Pers di Kupang-NTT (9/2 lalu yang mana disebut diluar dari dana APBN 2011 yang sudah dialokasikan untuk NTT.

"Saya ingin mempertanyakan kepada Menteri Keuangan, Menhub dan Mendiknas, di NTT itu Presiden mengalokasikan tambahan dana percepatan pembangunan NTT senilai lebih kurang Rp 5,3 triliun, dan media-media menyebarluaskan kemana-mana, bahkan masyarakat pun bergembira. Saya ingin tahu dari mana sumber dana itu apakah dari APBN atau sumber lain? Okelah yang dari BUMN tidak usah kita pertanyakan karena mekanisme penganggaran BUMN berbeda. Yang saya inginkan kejelasan disini adalah dana dari kementerian yang nilainya lebih kurang Rp 3,9 triliun itu dari mana?" tanya Farry Francis.

Fary mempertanyakan ini lantaran setelah dirinya melakukan klarifikasi terhadap Menteri PU, Djoko Kirmanto, disebutkan bahwa dana yang nilainya Rp 2,8 triliun tersebut adalah dana-dana tahun anggaran 2010 yang sudah selesai direalisasikan.
Selanjutnya bantuan dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) berdasarkan klarifikasi dengan Menteri PDT, Helmy Faisal Zani adalah dana-dana untuk mendukung percepatan daerah tertinggal 20 kabupaten di NTT tahun anggaran 2011 yang masuk daerah tertinggal di Indonesia.

"Kalau seperti ini kan tidak ada yang baru bagi NTT. Ini dananya kan sudah ada dalam APBN. Saya tidak mau rakyat NTT dikibuli denga hal-hal seperti ini. Kalau sudah ada dalam DIPA 2011 dan sudah diserahkan, terus untuk apa diserahkan lagi? Terus terang rakyat NTT berterimkasih atas bantuan itu, namun mereka juga pertanyakan sumber dana-dana itu. Kalau bantuan BUMN tidak masalah. Kita bisa memahami karena BUMN itu punya mekanisme anggaran tersendiri," jelas Fary kepada Timor Express usai raker kemarin.

Fary mengatakan, dirinya perlu mempertanyakan sumber dana tersebut, sebab sebagai anggota banggar, dirinya mengetahui persis pembahasan alokasi anggaran kementerian/lembaga yang dianggarkan untuk daerah, khususnya di NTT.

"Perlu diketahui bahwa, dalam UU MD3 (susunan dan Kedudukan DPR, DPD dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, Red), jelas diatur bagaimana mekanisme pembahasan anggaran pemerintah," urai Fary.

Pertanyaan Fary ini sedianya akan dijawab secara tertulis, namun jelang rapat akan ditutup Markus Mekeng, Fary kembali mengajukan interupsi dan meminta agar Menkeu, Mendiknas dan Menhub menjelaskan asal-muasal dana/bantuan yang diberikan ke NTT saat Presiden SBY berada di bumi Flobamora, 8-11 Februari 2011 lalu.

Menjawab ini, Menhub Freddy Numberi mengatakan kalau dana senilai Rp 108 miliar tersebut diambil dari dana penghematan Kemhub yang masih akan dibahas di Komisi V DPR RI untuk dialokasikan dalam APBN-P. "Kalau seperti ini kan masih dalam bentuk janji," tegas Fary.

Mendiknas Muhammad Nuh juga mengatakan bahwa tidak mungkin pihaknya memberi sesuatu yang tidak jelas sumbernya atau diluar APBN.

Mendiknas mengatakan, saat kunjungan SBY ke Kupang, yang dibantu adalah 1000 piano yang merupakan hibah dari sebuah perusahaan Korea yang bergerak di bidang real estate dan konstruksi, Booyoung Co Ltd.

"Perusahan ini menghibahkan sebanyak 10 ribu piano digital, dan untuk sekolah di NTT kita serahkan lebih kurang 1000 piano," jelas Mendiknas dalam rapat kemarin.

Sebagaimana diketahui, dalam kunjungannya ke Kupang-NTT baru-baru ini Presiden SBY menambahkan dana senilai Rp 5.309.580.000.000 untuk mendukung percepatan pembangunan di NTT tahun 2011. Dana tersebut merupakan dana bantuan di luar APBN 2011 sebesar Rp 16,1 triliun dan PNPM Pedesaan senilai Rp 657,20 miliar serta PNPM Perkotaan Rp 12,8 miliar.

Dana bantuan dari Kementerian Pertanian juga diserahkan SBY senilai Rp 365 miliar, Kementerian Perikanan dan Kelautan senilai Rp 285,211 miliar, Kementerian Perumahan Rp 71,457 miliar, Kemhub Rp 108 miliar (rinciannya untuk Bandara Rp 58 miliar dan pelabuhan Rp 50 miliar), Kementerian Kesehatan Rp 255,2 miliar, dan bantuan BUMN senilai Rp 1,3 triliun. Rincian BUMN terdiri dari dana BUMN Rp 5,6 miliar, PLN Rp 765 miliar, dan PT. Semen Kupang senilai Rp 328,5 miliar dari investor.
Sumber: Timex, 24 Feb 2011
Ket foto: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (gbr 1) dan warga desa Belabaja, Kecamatan Nagawutun, Kabupaten Lembata, NTT saat melewati jalan tak beraspal (gbr 2).

DPR, Kekuasaan, dan Mafia Pajak

Oleh Laode Ida
Wakil Ketua DPD;
Artikel Ini merupakan Pandangan Pribadi

Rapat Paripurna DPR, Selasa (22/2) malam, berakhir dengan ”kemenangan tipis” pihak berkuasa. Voting terbuka atas usul hak angket untuk mengusut mafia pajak ditolak dengan posisi 266 (Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Gerindra, dan Partai Kebangkitan Bangsa minus Lili Wahid dan Effendy Choirie) berbanding 264 suara (Golkar, PDI-P, Partai Keadilan Sejahtera, dan Hanura).

Dengan hasil itu, upaya untuk secara terbuka membongkar para mafioso dan jaringannya yang hingga kini masih terus memperkaya diri dengan menggerogoti sumber pendapatan negara telah terbendung oleh kekuatan politik yang ditopang kuat barisan istana.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pastilah sedikit lega dengan dihentikannya manuver dari sebagian politisi Senayan itu.

Soalnya, kalaupun selanjutnya kasus mafia pajak ditangani oleh DPR, dampak atau pengaruh politiknya pastilah tak sedahsyat melalui pansus hak angket yang bisa setiap saat mengganggu ”kenyamanan tidur” pihak penguasa, seperti yang pernah terjadi pada kasus hak angket Bank Century.

Maklum, skenario selanjutnya hanya akan ditangani oleh panitia kerja yang biasanya hanya terkait dengan urusan teknis dan rekomendasi kebijakan yang tindak lanjutnya bergantung pada derajat keseriusan pemerintah.

Mengundang kecurigaan

Sikap politik pihak Presiden Yudhoyono yang menolak pembentukan pansus hak angket mafia pajak pantas dipertanyakan. Sebab, yang semula menginisiasi atau menyuarakan perlunya kasus mafia pajak—bagian dari dampak pemeriksaan dan pernyataan Gayus Tambunan—adalah Partai Demokrat (PD). Akan tetapi, justru PD yang kini ngotot menolak.

Pertama, bisa jadi anggota Fraksi PD yang mendorong agar kasus mafia perpajakan diangkat menjadi hak angket DPR memang semula berniat baik membongkar kejahatan para mafioso yang rapi berjejaring dengan para penyelenggara negara.

Apalagi sedikit didorong oleh pernyataan Gayus Tambunan dan Staf Khusus Presiden Denny Indrayana yang mengisyaratkan beberapa perusahaan milik Ketua Umum Partai Golkar (Aburizal Bakrie) diduga mengemplang pajak.

Namun, sikap politik mereka dikoreksi oleh pimpinan partai yang lebih paham jejaring mafia pajak selama ini yang kemungkinan menyerempet elemen-elemen kekuasaan. Apabila diteruskan, hak angket justru bisa menjadi bumerang di samping menciptakan instabilitas politik yang bisa mengganggu ketenteraman kerja dan bahkan memperburuk citra pemerintahan Presiden Yudhoyono.

Lebih-lebih lagi, ternyata Gayus Tambunan —saat memberikan keterangan pers seusai divonis tujuh tahun penjara— mengaku ada rekayasa oleh Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam penyebutan nama Aburizal Bakrie oleh dirinya.

Kedua, ada kecanggihan dari kalangan mafia pajak yang bermain dan memengaruhi pimpinan parpol tertentu untuk memblokir upaya mengusut tuntas kejahatan itu. Dalam konteks ini, pastilah ada unsur transaksionalnya.

Apalagi memang para pengemplang pajak itu memiliki data tentang keterlibatan jaringan kekuasaan dalam kerja permafiaan, seperti yang pernah diungkap Gayus dan sejumlah pihak lain. Kalau semua ini terungkap, lagi-lagi bukan mustahil berdampak negatif terhadap pemerintahan Yudhoyono.

Negara antiperbaikan

Kalau dugaan kecurigaan ini terjadi, baik pihak penolak usul hak angket maupun penguasa yang mendukung sikap itu telah melindungi para mafia pajak dan jejaringnya di dalam birokrasi dan kekuasaan di negeri ini. Dengan kata lain, negara ini telah secara terbuka bersikap ”antiperbaikan dan antipenyehatan” diri lewat kekuatan di parlemen; sekaligus menghindarkan diri dari upaya perbaikan melalui gerakan dan kebijakan politik.

Sikap politik pihak penguasa seperti itu memang sangat ironis, kontradiktif dengan hakikat pemerintah yang seharusnya mendukung segala upaya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih.

Apalagi terkait dengan pajak sebagai sumber utama penerimaan dan pembiayaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan negeri ini.

Ini berarti, secara langsung atau tidak langsung, di satu sisi akan menghambat upaya pengoptimalan peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak (yang berarti juga menghambat penciptaan tercapainya kesejahteraan rakyat) dan di sisi lain membiarkan segelintir elite menimbun kekayaan melalui pengemplangan pajak. Tepatnya, para perusak negara akan dimanja secara politik dan oleh kekuasaan sehingga mereka bisa terus bebas menjalankan kebiasaan buruknya.

Kondisi seperti ini merupakan bagian dari preseden buruk dalam upaya pengelolaan pemerintahan yang baik, sebagaimana selalu dinyatakan Presiden Yudhoyono.

Bukan mustahil hal ini akan memunculkan kesan kuat bahwa upaya perbaikan akan selalu kalah oleh jaringan konspirasi terorganisasi dengan dukungan kekuasaan dan para anggota mafia yang memiliki kekuatan pendanaan. Inilah yang sungguh sangat memprihatinkan.
Sumber: kompas, 24 Februari 2011

Martha Tilaar: Ingin Ubah Dunia, Ubahlah Diri Sendiri

Jika menyebut nama besar Martha Tilaar, sosok yang akan Anda temukan pertama kalinya adalah pengusaha perempuan yang ramah, istri dan ibu empat anak yang penuh kasih, dengan penampilan yang masih segar di usia 74 tahun.

Selanjutnya, Anda akan melihat sosok perempuan "djitu" yang sukses dengan berbagai pencapaian dan kontribusi yang diakui di skala nasional maupun internasional. Takkan cukup waktu membedah deretan prestasi yang diraihnya, baik sebagai pribadi maupun korporasi. Martha, bersama keluarga, terbukti mumpuni dengan fokus menjalani bisnis kecantikan Martha Tilaar Group sejak 41 tahun silam.

Bisnis keluarga yang konsisten bergerak di bidang kecantikan dan perawatan tubuh ini dibangun dengan mimpi sederhana. "Saya pulang dari Amerika, dengan gelar beautician, ingin mempercantik perempuan Indonesia dan dunia. Almarhum ayah saya bilang, have a big dream and start small. Jika ingin mengubah dunia, ubahlah diri sendiri lebih dahulu. Jangan mengeluh dan jangan menyalahkan orangtua karena tak punya banyak uang. Saya punya mimpi besar namun tak punya cukup uang. Namun, saya berpikir bagaimana caranya mengubah diri sendiri untuk mewujudkan mimpi," tutur Dr Martha Tilaar saat bincang-bincang bersama Kompas.com di kantor dan pabrik miliknya di Pulo Gadung, Jakarta, Kamis (17/2/2011) lalu.

Manusia "djitu"

Cara mengubah diri adalah dengan menjadi manusia "djitu", kata perempuan yang memiliki latar belakang profesi sebagai guru ini. Prinsip "djitu" inilah yang menjadi fondasi Martha Tilaar dalam mewujudkan mimpinya mengelola bisnis kecantikan. Sepulang merantau mengambil kuliah kecantikan di Academy of Beauty Culture, Bloomington, Indiana, dan bekerja di Campes Beauty Salon, Indiana University, Amerika, pada 1970, Martha Tilaar memantapkan hati merintis bisnis dari salon kecil yang diberi nama Martha Salon.

"Djitu", jelasnya, adalah disiplin, jujur, iman atau saat ini lebih relevan diartikan sebagai inovasi, tekun, dan ulet. "Disiplin dengan selalu menepati waktu, jujur, inovatif proaktif dengan mengejar pola dan jangan menunggu pola, tekun dengan selalu bersikap fokus, ulet dengan bekerja keras serta berkomitmen dan gigih untuk terus menggali lagi pekerjaan yang belum selesai," ujar perempuan kelahiran Kebumen, 4 September 1937 ini.

Terbukti, dengan mengaplikasikan "djitu", Martha Tilaar berhasil mengembangkan perusahaan kosmetika dan perawatan tubuh ternama yang dirintisnya dari garasi rumah. "Setelah memulai salon kecil di rumah, teman bapak saya menitipkan rumah yang kemudian saya jadikan salon kedua yang jauh lebih besar dari yang ada di garasi rumah. Dalam setahun, saya bisa membeli sebuah rumah lagi untuk mengembangkan Martha Salon. Ini semua akibat dari menjadi manusia 'djitu' dan trust," lanjut istri Prof Dr Henry Alexis Rudolf Tilaar itu.

Martha Salon yang awalnya hanya berukuran 4 x 6 meter, semakin berkembang dengan banyak cabang. Salon milik Martha menjangkau pasar lebih besar berkat promosi dari mulut ke mulut, juga dengan brosur yang dititipkan melalui loper koran. Sejalan dengan itu, sekolah kecantikan Puspita Martha tak kalah pesat perkembangannya.

"Juga karena trust, saya mendapatkan pinjaman uang untuk memperbesar sekolah kecantikan," tutur Martha yang menikmati suntikan dana senilai Rp 172 juta di era 80-an untuk membangun Puspita Martha. Sejak awal merintis bisnis, Martha Tilaar terbukti konsisten dengan misinya, bahwa kecantikan perempuan tak semata fisik saja, namun juga menambah wawasan dan keterampilan melalui pendidikan.

Siapa menyangka, mimpi besar Martha Tilaar membangun bisnis kecantikan terwujud dari dana yang serba minim. Untuk menyiasati minimnya kondisi keuangan pada awal pendirian usaha, Martha bersinergi bersama keluarga. "Ayah saya bilang, saya punya mimpi besar namun tidak punya uang. Akhirnya, keluarga bergotong royong membangun mimpi ini," tuturnya.

Seluruh anggota keluarga kemudian membagi porsi modal. "Adik saya 30 persen, adik saya yang satunya 10 persen, saya dan ayah masing-masing 30 persen," lanjutnya.

Riset pasar

Setelah kendala modal terselesaikan, muncul lagi tantangan berikutnya. Bagaimana menggunakan modal seadanya ini agar tepat guna. "Saya membaca pesaing, yakni salon yang sudah ada saat itu. Uang saya sedikit, jadi harus bisa menggunakannya dengan baik agar tak terpakai untuk hal yang aneh-aneh," tuturnya sederhana. Kunci sukses Martha dalam memulai bisnisnya adalah mencipta konsep bisnis yang unik dan berbeda. "Yang berbeda itu yang laku," kata lulusan Jurusan Sejarah Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta tahun 1963 ini.

Alhasil, dengan dana terbatas namun dikuatkan oleh riset, Martha Salon berdiri di Jalan Dr Kusumaatmaja Jakarta. "Yang saya lakukan adalah membeli hot and cold water, air conditioner dan generator. Meski salon hanya berukuran 4 x 6 meter di garasi rumah, tetapi saya memiliki konsep yang berbeda. Furnitur saat itu menggunakan bambu, karena saya tidak punya cukup uang," kisah Martha.

Meski berukuran mini, Martha Salon hadir berbeda di zamannya. Di era 70-an hanya salon berkelas di Hotel Indonesia yang dilengkapi perlengkapan mewah seperti pendingin ruangan. Bahkan, sejumlah salon ternama di zaman itu tak punya fasilitas yang bikin suasana nyaman. Tak heran jika semakin banyak pelanggan yang kebanyakan adalah para ibu duta besar yang betah berlama-lama di Salon Martha.

Melestarikan kearifan lokal

"Local Wisdom Go Global" menjadi misi Martha Tilaar Group yang terilhami dari petuah leluhur. "Eyang adalah mahaguru bagi saya. Beliau bilang jika ingin berusaha dan menggunakan tanaman, maka harus menanam kembali. Jika ingin sukses bisnis maka harus berbagi. "Tri Hita Karana", juga harus diterapkan. Bahwa hubungan harus harmonis antara manusia dengan pencipta, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan," tutur Martha, menambahkan sejak awal berdirinya perusahaan, kearifan lokal konsisten dijalankan.

Produk kosmetika maupun perawatan tubuh dan spa yang dihasilkan dari pabrik Martha Tilaar Group punya pertanggungjawaban terhadap konsumen. "Riset dan pengembangan produk selalu memerhatikan lingkungan. Gerakan menaman kembali dijalankan melalui Kampoeng Djamoe, yang juga menjadi wadah melatih petani secara gratis, dan pusat tanaman organik," katanya.

Empat pilar Martha Tilaar Group, Beauty Education, Beauty Culture, Beauty Green, Empowering Women adalah juga penerjemahan dari konsep berbagi dan keseimbangan yang melandasi bisnis kecantikan ini. "Sejak awal saya ingin melestarikan budaya, kekayaan alam, untuk mempercantik perempuan Indonesia lahir dan batin," kata Martha yang menilai pelestarian kearifan lokal sebagai kunci keberhasilan bisnis kecantikan miliknya.

Meski mengaku masih mengimpor bahan baku kosmetik dekoratif, Martha juga mengandalkan riset dan pengembangan produk dari bahan baku lokal. Produk skin care, body care spa, hair care berasal dari bahan baku lokal, katanya. Seperti ekstrak beras untuk menciptakan produk perawatan rambut, atau buah langsat untuk produk pemutihan kulit.

Belajar dari "dukun" juga dilakoni Martha untuk melestarikan produk lokal. "Saya melakukan riset dengan mendatangi dukun untuk menyalin resep tradisional yang mereka gunakan, seperti jamu yang bisa diberikan kepada perempuan usai persalinan. Orang menganggap saya mistik, namun saya lebih melihatnya sebagai riset untuk menggali kekayaan budaya bangsa. Suami saya mendukung penuh riset yang saya lakukan. Katanya, jika satu dukun meninggal, satu perpustakaan terbakar," tutur Martha yang bersuamikan profesor pendidikan.

Mengandalkan kekuatan riset dan 37 peneliti di Martha Tilaar's Innovation Center (MTIC), Martha sukses memproduksi merek kosmetika, perawatan tubuh, spa, dan jamu yang dikenal hingga mancanegara. Sebut saja Sariayu, Caring, Belia, Rudy Hadisuwarno Cosmetics, Biokos, Professional Artist Cosmetics (PAC), Aromatic, Jamu Garden, dan Dewi Sri Spa. Sebagai korporasi, Martha Tilaar Group juga berhasil meraih ISO 9001, ISO 14000, dan Sertifikasi GMP di Asia pada 1996.

Prinsip berbagi yang melandasi bisnis kecantikan Martha Tilaar diwujudkan dalam bentuk pemberdayaan, terutama bagi perempuan. Maklum, 70 persen dari 5.000 karyawan Martha Tilaar Group adalah perempuan. Tak sedikit di antara kaum hawa ini yang mendapatkan kesempatan belajar dan sekolah cuma-cuma untuk mengembangkan dirinya. Mulai pekerja di ranah rumah tangganya hingga ahli seperti peneliti di perusahaannya. Martha tak sungkan mengirim peneliti belajar etnobotany ke Perancis dan medical antropology di Leiden, Belanda. "Pendekatan sains dibutuhkan untuk mengembangkan produk lokal," katanya.

Fokus

Satu lagi kunci sukses bisnis Martha Tilaar, fokus pada satu bidang, yakni kecantikan. "Saya mulai bisnis dari salon, lalu sekolah, pabrik, distribusi yang semuanya bergerak di bidang kecantikan," ujar ibu dari Bryan David Emil Tilaar, Pingkan Engelien Tilaar, Wulan Maharani Tilaar, dan Kilala Esra Tilaar.

Konsistensi yang terjaga sejak awal bermimpi mempercantik perempuan Indonesia nyatanya membawa segudang pencapaian bagi Martha, sebagai individu maupun korporasi. Januari 2011 lalu, Martha Tilaar Group terpilih sebagai salah satu perusahaan role model untuk menjalankan platform Global Compact Lead inisasi Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Sebelumnya, 20 Mei 2010, Kementerian Hukum dan HAM menobatkan Dr Martha Tilaar sebagai duta pendidikan dan pelatihan ham. Konsistensinya dalam bisnis kecantikan juga memberikan Martha sejumlah penghargaan entrepreneurship.

Berbagai inovasi, Martha Tilaar Group juga melahirkan prestasi seperti PR Award untuk Kampoeng Djamoe dan sejumlah penghargaan lainnya untuk berbagai produk kosmetika inovasinya. "Bisa menjadi role model yang diakui PBB adalah sebuah pencapaian. Selain juga meyakinkan anak muda bahwa mereka bisa mengembangkan apa saja dari lingkungannya," kata penulis sejumlah buku, yang satu di antaranya berjudul "Kecantikan Perempuan Timur" ini.

Kepedulian Martha dalam menjalankan bisnis dengan melestarikan lingkungan dan kearifan lokal, juga dilirik organisasi lingkungan. Martha berpartisipasi aktif dalam World Wild Fund Indonesia (WWF) dan Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI) sebagai board of trustees.

Mental "djitu" menjawab tantangan

Membangun entrepreneurship harus dibekali mental "djitu", tegas perempuan yang melahirkan anak pertama di usia 42 tahun setelah 16 tahun menikah. Mental "djitu" inilah yang menguatkan bisnis dan dirinya dalam menghadapi berbagai kendala. Bagaimanapun, kesuksesan yang dinikmati saat ini bukan didapati tanpa hambatan dan tantangan. Sepanjang perjalanan, hambatan dari luar lebih menjadi kendala bisnis Martha Tilaar. Keharmonisan hubungan dalam keluarga, profesionalisme dan sikap saling menghargai yang dibangun sebagai budaya kerja melatari kesuksesan Martha Tilaar Group.

Sementara menyambut tantangan di era perdagangan bebas dengan AFTA, Martha sudah bersiap dengan berbagai inovasi. Sistem kerja sama dengan konsep franchise dipilih Martha untuk mempromosikan produk lokal ke tingkat dunia. Melalui Martha Tilaar Shop, produk lokal dari dapur riset Martha diyakini akan mendunia. Kematangan bisnis ini juga lah yang membuat Martha percaya diri memasuki lantai bursa pada akhir 2010 lalu. "IPO Martha Tilaar (PT Martina Berto-RED) over subsrcibe," katanya bangga.

Ke depan dana ini akan dimanfaatkan untuk meningkatkan riset dan pengembangan produk, pembangungan pabrik baru di Cikarang, selain juga mengembangan Martha Tilaar Shop di Asia Pasifik. "R&D perlu terus dikembangkan untuk menghasilkan produk yang bisa memenuhi kebutuhan perawatan kulit Asia. Kita jangan menjadi katak dalam tempurung," jelas Martha yang siap dan yakin dengan bisnis kecantikannya menyongsong era AFTA 2015 nanti.
Sumber: Kompas.com, 22 Februari 2011
Ket foto: Martha Tilaar

Chris John Dapat Mitra Tanding

Sebanyak dua petinju Australia, Williem Kickett dan Ben Rabah, bakal menjadi mitra tanding pemegang gelar Super Champions kelas bulu WBA, Chris John, untuk persiapan menghadapi penantangnya, Daud "Cino" Jordan, di Hall D Kemayoran, Jakarta, 17 April 2011.

Chris John ketika dihubungi dari Semarang, Kamis, mengatakan, kebetulan kedua petinju itu juga akan naik ring sehingga persiapannya biar bisa bersama-sama.

"Kita bertiga sama-sama mau bertanding sehingga persiapannya bisa bersama-sama," kata petinju yang sudah 13 kali mempertahankan gelarnya sejak merebutnya dari tangan petinju Kolombia, Oscar Leon, di Bali, Oktober 2003 melalui pertarungan ad-interim.

Ben Rabah dan Williem Kickett merupakan petinju yang bernaung di sasana yang sama, yaitu Herry`s Gym di Perth, Australia, di bawah asuhan pelatih Craig Christian yang juga manajer Chris John.

Kebetulan, kata petinju asal Kabupaten Banjarnegara, Jateng, tersebut, kedua petinju itu (Ben Rabah dan Willem Kickett) memiliki gaya bertarung yang sama dengan petinju asal Kalimantan Barat (Daud Jordan), yaitu `counter fighter".

"Dalam latihan dengan kedua petinju itu, seolah-olah saya bertarung melawan dia (Daud Jordan)," kata petinju yang memiliki rekor bertarung 44 kali menang (22 di antaranya dengan KO) dan dua kali seri tersebut.

Ia menambahkan, calon lawannya, Daud Jordan memiliki gaya bertarung "counter fighter" sehingga mitra latih tandingnya harus memiliki gaya bertarung yang hampir sama dengan lawan yang sebenarnya.

Hanya, kata petinju dengan julukan The Dragon tersebut, latihan dengan mitra tanding tersebut kemungkinan baru dilaksanakan pekan depan karena sekarang ini dirinya masih konsentrasi latihan untuk peningkatan fisik terlebih dulu.

"Sekarang ini saya masih digenjot dengan latihan fisik dan baru pekan depan latihan teknik dengan dua mitra tanding tersebut," katanya menegaskan.

Ben Rabah dan Williem Kickett sering menjadi mitra latih tanding Chris John dalam persiapan untuk pertarungan perebutan gelar, seperti saat melawan Fernando Saucedo (Argentina), Rocky Juarez (Amerika Serikat), Hiroyuki Enoki (Jepang), Roinet Caballero (Panama), serta Osamu Sato dan Zaiki Takemoto (Jepang).

Suami mantan atlet wushu Jawa Tengah, Anna Maria Megawati tersebut, sejak Rabu (9/2) berlatih di Sasana Herry`s Gym untuk persiapan pertarungan perebutan gelar melawan Daud Jordan di Jakarta, 17 April 2011.

Sebelumnya, ayah dua orang putri (Maria Luna Ferisha dan Maria Rosa Christiani) juga sudah berlatih di Perth, Australia, selama dua pekan, kemudian kembali lagi ke Indonesia dan berangkat ke Australia kembali.
Sumber: Antara, 24 Februari 2011
Ket foto:Chris John

Bual Revolusi dari Petamburan

Perayaan Maulid Nabi pada Senin malam pekan lalu terasa gahar. Spanduk besar "Bubarkan Ahmadiyah atau Revolusi" dibentangkan di atas panggung. Ketua Front Pembela Islam Rizieq Shihab bicara berapiapi. Katanya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus segera membubarkan Ahmadiyah, kelompok yang dianggap "sesat" dari ajaran Islam.

"Jika tidak, kami akan berjihad menggulingkan Presiden SBY," kata Rizieq, yang pernah dihukum satu setengah tahun penjara dalam kasus penyerangan. Di markas Front, yang juga halaman rumahnya, di Jalan Petamburan, Jakarta Barat, suara takbir lalu dipekikkan.

Jargon "revolusi" lalu menjadi mantra para petinggi Front, sepanjang pekan lalu. Pada acara telewicara di televisi, dalam wawancara dengan radio, juga di mimbarmimbar masjid, kata itu terus diucapkan. Ketika berbicara di Masjid AlIkhsan, Jalan Ade Irma Nasution, Makassar, Jumat pekan lalu, ia berteriak, meminta pemerintah tidak melindungi Ahmadiyah. "Perjalanan ke Makassar ini untuk konsolidasi revolusi," pekiknya.

Munarman, juru bicara Front, pun meneriakkan "revolusi" jika Presiden membubarkan organisasinya. Bekas Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum ini menyatakan Front siap menjadikan Yudhoyono seperti Presiden Tunisia Zine elAbidine Ben Ali dan Presiden Mesir Husni Mubarak. Kedua pemimpin itu digulingkan melalui demonstrasi besarbesaran di negara masingmasing.

Ente jual, ane beli: Yudhoyono menangkap "tantangan" itu. Dalam wawancara dengan SCTV, Presiden mengatakan, "Tidak semudah itu menjadikan Indonesia seperti Mesir. Termasuk yang mengancam saya: awas Indonesia kita Mesirkan! Jangan ancammengancamlah."

Inilah "sekuel" tetap setelah kekerasan dilakukan oleh kelompok yang membawa bendera agama. Kali ini penyerangan dilakukan terhadap pengikut Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, yang menewaskan tiga orang. Dua hari setelahnya, perusakan gereja dilakukan di Temanggung, Jawa Tengah. Mengomentari dua kekerasan itu, Kepala Negara memerintahkan penegak hukum "mencari jalan hukum" bagi pembubaran organisasi yang melakukan tindakan anarkistis.

Bukan hal baru, karena Presiden telah mengatakan hal yang sama berkalikali. Pada 2006, setelah sejumlah kelompok berdemonstrasi dengan keras mendukung UndangUndang AntiPornografi, Presiden mengatakan, "Pemerintah akan menertibkan organisasi massa yang menggunakan label agama untuk melakukan tindakan kekerasan." Begitu juga pada 2008, setelah Front Pembela Islam menyerang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Lapangan Monas, Yudhoyono menyatakan, "Negara tidak boleh kalah dengan perilaku kekerasan."

Dan kekerasan terus saja berulang. Pada tragedi di Cikeusik, Ujang Arif bin Surya alias Ujang Bengkung diduga terlibat dalam penyerangan. Ia merupakan Ketua Front Pembela Islam Pandeglang. "Saya kenal lama dengannya," kata Achmad Dimyati Natakusumah, mantan Bupati Pandeglang, yang kini jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Persatuan Pembangunan.

Mungkin untuk menunjukkan ancamannya serius, Front Pembela Islam menggelar unjuk rasa, Jumat pekan lalu. Temanya sama: "Bubarkan Ahmadiyah atau Revolusi". Toh, seruan revolusi itu hanya dihadiri kurang dari seribu orang. Mereka berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia selepas salat Jumat.

Tokoh ulama perwakilan dari FPI, Forum Umat Islam, dan Hizbut Tahrir Indonesia bergiliran berpidato di atas mobil bak terbuka. Sekretaris Majelis Syuro Front, Misbahul Anam, memberi waktu hingga 1 Maret bagi pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah. "Jika lewat, kami akan mengerahkan massa untuk revolusi," katanya.

Mampukah Front menggalang revolusi? Kecuali ada keajaiban: mustahil. Didirikan pada 17 Agustus 1998 di Pesantren AlUm, Kampung Utan, Ciputat, Jakarta Selatan, Front sejauh ini bergerak di pelbagai kepentingan. Operasinya merentang dari menyerang tempattempat hiburan hingga memberikan tekanan politis. Pada 1999, misalnya, organisasi ini menyerukan peno-lakan perempuan menjadi presiden-jelas ditujukan buat Megawati Soekarnoputri, yang ketika itu banyak diunggulkan menjadi presiden.

Meski awalnya disokong sejumlah perwira polisi dan militer, menurut sejumlah sumber, Front tak memiliki sumber daya yang cukup. Anggota aktif organisasi ini diperkirakan sekitar 50 ribu orang di seluruh Indonesia. Petinggi Front mengklaim memiliki cabang di 30 provinsi.

Menurut seorang peneliti yang mengamatinya secara dekat selama empat tahun, Front merupakan organisasi lobi yang lebih banyak bertujuan memperkuat nilai tawar mereka di kalangan elite. "Mereka selalu mencari peluang untuk meningkatkan pengaruh dan memperluas jaringan, khususnya pada elite politik," ujar sang peneliti, yang memilih tidak mau disebutkan namanya.

Isu pembubaran Ahmadiyah, dinilai peneliti itu, bisa menarik simpati sebagian umat, organisasi besar, juga partaipartai berbasis massa Islam. Selain itu, isu ini bisa meningkatkan posisi tawar Front terhadap pemerintah. "Rizieq mengatakan, kalau Ahmadiyah dibubarkan, FPI akan dukung SBY-satu tawaran yang pasti dipikirkan Presiden," katanya.

Menurut sang peneliti, Front awalnya didukung secara finansial dan logistik oleh beberapa perwira polisi. Meski begitu, menurut sejumlah pensiunan perwira, Front kini makin lepas dari kontrol mereka. Front mulai mengembangkan misi, tujuan, dan jaringan yang independen. Pada tingkat daerah, kata sang peneliti, hubungan FPI dengan polisi lokal sering sangat dekat.

Elite FPI juga tergolong semakin mapan. Peneliti itu menganggap penting masuknya Munarman. Memiliki kantor pengacara Munarman, Do'ak, and Partners, bekas Ketua Lembaga Bantuan Hukum Palembang itu memegang klien penting. Di antaranya PT Indocopper Investama ketika menghadapi gugatan masyarakat Amungme, Papua, Desember lalu.

Indocopper merupakan perusahaan yang dulu dimiliki Grup Bakrie, yang kemudian menjualnya ke Nusamba milik pengusaha Bob Hasan. Belakangan Bob menjualnya kembali ke PT Freeport Indonesia. Bersama Freeport McMoran, induk perusahaan tambang emas ini, Indocopper dan Freeport Indonesia digugat penduduk asli Papua itu. Belakangan, Mahkamah Agung memenangkan Freeport dan Indocopper.

Dihubungi untuk diwawancarai, Munarman mengatakan tidak ingat menangani perusahaan asal Amerika Serikat itu. "Saya sudah lama tidak aktif di kantor hukum," katanya. Adapun soal perkembangan organisasi, Rizieq Shihab menolak menerima wawancara.

Rapat mendadak digelar Presiden Yudhoyono, Kamis sore pekan lalu. Wakil Presiden Boediono, menteri bidang hukum, Kepala Kepolisian Jenderal Timur Pradopo, dan Jaksa Agung Basrief Arief datang ke Kantor Presiden, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.

Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, pertemuan itu khusus membahas soal Ahmadiyah dan kekerasan oleh organisasi massa. "Kami mencari solusi terbaik," katanya.

Sehari sebelum rapat mendadak itu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menggelar pertemuan dengan dua petinggi Front, yaitu Rizieq dan Mu-narman. Menurut Gamawan, pertemuan membahas solusi buat masalah Ahmadiyah. Di antaranya empat opsi yang akan ditawarkan pemerintah. "Pada dasarnya, mereka (Front Pembela Islam) setuju," katanya

Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan pemerintah menyiapkan empat opsi penyelesaian masalah Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Pertama, Ahmadiyah menjadi sekte atau agama sendiri dengan tidak menggunakan atribut Islam. Kedua, Ahmadiyah kembali menjadi umat Islam sesuai dengan tuntunan AlQuran. Ketiga, Ahmadiyah dibiarkan saja dengan memandang itu sebagai hak asasi manusia. Terakhir, Ahmadiyah dibubarkan.

Menteri Gamawan mengatakan pemerintah tetap tidak akan menoleransi tindakan anarkistis oleh kelompok semacam Front Pembela Islam. Menurut dia, Kementerian Dalam Negeri masih menunggu proses penyidikan kepolisian. "Kalau memang ada pelanggaran, pasti akan dibekukan," ujarnya.

Selanjutnya, menurut Gamawan, jika sudah dibekukan tapi organisasi massa tersebut tetap melakukan pelanggaran, baru akan dilakukan pembubaran. Nah, pembubaran akan dilakukan melalui Mahkamah Agung. "Pesan Presiden sudah jelas bahwa pembubaran harus sesuai dengan hukum yang berlaku," katanya.

Sekretaris Kabinet Dipo Alam juga memastikan pemerintah tidak tinggal diam melihat berbagai aksi yang dilakukan Front. Soal ancaman penggulingan Presiden Yudhoyono, Dipo menganggapnya sebagai niat melakukan makar. "Memangnya mereka ini siapa?" ujar Dipo.

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana mengatakan tuduhan makar baru bisa diberlakukan bila ucapan seseorang diikuti dengan tindakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Meski begitu, mereka yang mengancam revolusi atau kudeta dengan perkataan tetap bisa dijerat hukum. "Mereka bisa dikenai pasal penghasutan," katanya.
Sumber: Tempo, 21 Februari 2011
Ket foto: Ketua Front Pembela Islam Rizieq Shihab

Stanis Kembali Surati Kapolda NTT

Stanislaus da Silva, korban penghilangan surat izin mengemudi (SIM) dan perbuatan tidak menyenangkan oleh oknum anggota Satlantas Polres Lembata, kembali menyurati Kapolda (NTT), Brigjen (Pol) Yorri Yance Worang.

Ia mengadukan dua anggota Satlantas Polres Lembata, yakni Wahyu dan Bowo, terkait proses sidang penghilangan dan perbuatan tidak menyenangkan yang dialaminya beberapa waktu lalu.

Dalam surat yang tembusannya diterima FloresStar, di Lewoleba, Senin (21/2/2011) petang, korban menguraikan, ia bersama keluarga tidak puas dengan proses sidang yang dipimpin Wakapolres Lembata.

Pasalnya, sidang itu tidak berjalan dengan baik, bahkan terkesan diluar prosedur. Karena itu dalam sidang itu tidak ditemukan duduk persoalan yang sebenarnya.

Hal ini diungkapkan Stanislaus dalam suratnya bernomor 02/SD/I/2011 dengan perihal pernyataan tidak puas atas proses sidang disiplin dan putusan yang dijatuhkan terhadap dua oknum Satlantas Polres Lembata, yakni Ipda Wahyu dan Bowo.

Pasalnya, selain proses sidang berjalan secara tertutup, jalannya sidang juga dilakukan secara terpisah, antara dirinya sebagai saksi korban, dan dua anggota satlantas yang terlibat dalam kasus ini.

Dijelaskannya, pada saat pemeriksaan, Wakapolres Lembata, hanya bertanya sekitar ketiadaan Surat tanda Kendaraan Bermotor (STNK), mobil Vanesa yang dikemudikannya.

Namun STNK mobil tersebut tidak dibawa karena surat kendaraan tersebut sedang berada di tangan pemilik mobil, untuk diperpanjang, mengingat STNK mobil tersebut sudah hampir selesai.

Dalam surat tersebut, Stanislaus juga mengaku, dirinya tidak pernah ditanya mengenai tidak adanya surat tilang dari Wahyu dan Bowo yang sedang melakukan tugas di Terminal Barat-Lewoleba, pada 8 Agustus 2010 lalu.

Karenanya, berdasarkan pengakuan yang diberikan saudara Bowo bahwa SIM milik Stanislaus benar diterimanya. Tapi setelah itu diserahkan kepada Wahyu. SIM itu akhirnya hilang di tangan Wahyu namun Wahyu tidak mengakuinya.

Karena itu, lanjutnya, dia menilai sidang disiplin yang dipimpin Wakapolres Lembata itu telah menjadi sesuatu yang tidak lazim. Sebab dirinya selaku saksi korban diperiksa sendiri, sedangkan dua anggota Satlantas juga diperiksa sendiri. Ia dilarang mengikuti sidang yang dipimpin Wakapolres Lembata di ruang provos Polres Lembata, 24 Januari 2011 lalu.

Bahkan sampai putusan pun ia tidak tahu jenis putusan apa yang dijatuhkan oleh Wakapolres Lembata untuk kedua anggotanya tersebut.

Ia juga menguraikan jalannya sidang tersebut berlangsung dalam tekanan. Saat itu ia tidak diberikan kesempatan untuk menjelaskan apa yang diketahui di lapangan. Karena pemimpin sidang lebih mendominasi jalannya persidangan.

Kekecewaan itu memuncak, lantaran putusan itu dijatuhkan, tanpa ia tahu. Bahkan ia tidak pernah dipanggil untuk mendapatkan penjelasan mengenai jenis hukuman yang sudah diambil orang nomor dua di Polres lembata terebut.

Informasi yang berhasil dihimpun FloresStar di Polres Lembata, Wahyu sudah dipindahkan dari Satlantas ke Bagian Umum polres setempat. Sementara Bowo masih tetap berada di Satlantas Polres Lembata. Bowo hanya dikenakan hukuman disiplin.
Sumber: Pos Kupang, 24 Februari 2011
Ket foto: Theresia Abon Manuk

Ada Front di Cikeusik

Derap sepatu membuyarkan kesunyian permukiman di pinggiran Bogor, Jawa Barat, Rabu dinihari pekan lalu. Perayaan Maulid Nabi di masjid kampung telah usai berjam-jam lalu. Belasan lelaki bersepatu lars mendekati satu rumah di permukiman itu, lalu mengetuknya.

Begitu membuka pintu, tuan rumah kaget. Mereka yang berdiri di depan pintu pada dinihari buta itu menenteng senapan panjang. "Kami dari kepolisian. Mau menjemput Haji Ujang," kata lelaki yang berdiri paling depan, seperti ditirukan sumber Tempo. Tanpa disadari pemiliknya, polisi berpakaian preman mengintai rumah itu sejak siang sehari sebelumnya.

Haji Ujang, yang disebut para penjemputnya, telah tujuh hari bersembunyi dari kejaran polisi. Populer dengan sebutan Ujang Bengkung, ia bernama asli Ujang Arif bin Surya. Ia diincar polisi setelah penyerbuan ribuan orang ke rumah penganut Ahmadiyah di Kampung Peundeuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Pandeglang, Banten, pada Ahad tiga pekan lalu itu.

Banyak jejak menunjukkan keterlibatan Ujang dalam peristiwa yang menewaskan tiga orang itu. Sejumlah kiai yang diperiksa polisi menyebut Ujang sebagai pengirim pesan pendek ajakan mengusir Ahmadiyah dari Pandeglang. Tim Pembela Muslim yang menjadi pengacara Ujang juga mengakui penyebaran pesan pendek itu.

Sejumlah saksi mata melihat Ujang berada di tempat kejadian. Sebelum insiden, Ujang tampak berada di antara massa yang berkelimun di depan Masjid Al-Huda, Cangkore, sekitar 500 meter dari rumah Ismail Suparman, juru dakwah Ahmadiyah, yang jadi sasaran penyerangan. Mamat, saksi mata, yakin melihat Ujang karena kawannya yang berdiri di sebelahnya menyaksikan lelaki yang sama. "Itu Ujang Bengkung, Ketua FPI Pandeglang," kata Mamat, menirukan kawannya.

Selain melihat Ujang Bengkung, Mamat menyaksikan wajah asing bergerombol tak jauh dari tempatnya berdiri. Di barisan depan, tampak sekelompok lelaki berperawakan tegap yang rata-rata berbalut jaket hitam dan mengenakan peci. Pagi itu, mereka bersiap-siap menuju rumah Suparman. Golok yang masih tersarung menyembul dari balik jaket. Pita biru terpacak di dada mereka.

Tatkala barisan ini bergerak menuju rumah Suparman, Ujang Bengkung masih terlihat di sekitar masjid Cangkore, titik berkumpul massa dari pelosok Pandeglang. "Dia ikut gelombang kedua," kata Mamat.

Saksi lain, sebut saja Ali, yang berada di depan rumah Suparman sepanjang kericuhan, juga melihat Ujang. Ia bahkan sempat mencium tangan Ujang begitu pria 45 tahun itu tiba di depan rumah Suparman. Ali mendengar sebagian massa yang tiba bersama Ujang berbicara dengan logat Betawi. Seperti kelompok pertama, massa Ujang menaruh pita di dada, tapi warnanya hijau.

Ujang menghilang dua hari setelah penyerangan Cikeusik. Dicari-cari polisi, dia panik. Diam-diam ia meninggalkan rumah tanpa pamit kepada kedua istrinya, Nengsin dan Umi Iyoh. "Mereka enggak tahu ke mana Haji Ujang pergi," kata Syamsuddin, ipar Ujang.

Ujang ditangkap di rumah kerabatnya di pinggiran Bogor. "Malam itu juga langsung dibawa ke Kepolisian Daerah Banten," kata Kepala Bidang Penerangan Umum Markas Besar Kepolisian Negara Komisaris Besar Boy Rafli Amar.

Hanya segelintir warga Cikeusik- yang mengenal Ujang Bengkung. Dua kiai yang menerima pesan pendek ajak-an mengusir Ahmadiyah-Munir bin Masri dan Muhammad bin Syarif-menggeleng ketika ditanya siapa Ujang. "Saya tidak tahu," kata Muhammad, Ketua Gerakan Muslim Cikeusik. Diang-gap ikut terlibat menggerakkan massa, Munir dan Muhammad ditetapkan polisi sebagai tersangka.

Seorang warga Cikeusik lain mengetahui, Ujang merupakan kiai dari Kampung Bengkung, Desa Ciseureuheun, Cigeulis, 30 kilometer lebih ke arah barat Cikeusik. Karena berasal dari Bengkung, Ujang lebih dikenal dengan panggilan "Kiai Ujang Bengkung". Ia getol menyerukan pengusiran Jemaat Ahmadiyah dari Pandeglang.

Di Kampung Bengkung, Ujang mengasuh Pesantren Bani Surya, diambil dari nama ayahnya, Surya, juga seorang kiai. Menurut Syamsuddin, hanya ada sekitar sepuluh orang santri yang mondok di pesantren itu. "Santrinya tidak banyak, tapi beliau sering berceramah atau mengisi pengajian ibu-ibu," katanya.

Kepala Kepolisian Daerah Banten Brigadir Jenderal Agus Kusnadi sebelum dicopot terang-terangan mengatakan polisi akan memeriksa aktivis Front Pembela Islam. "Dia Ketua FPI Banten," kata Agus kepada para wartawan, tiga hari setelah kejadian. Yang ditunjuk adalah Ujang Bengkung, Ketua FPI Pandeglang. Dari situlah pertama kali FPI dikaitkan-kaitkan dengan insiden Cikeusik.

Menurut polisi, sejauh ini kaitan FPI dengan penyerangan Cikeusik baru terlihat dari jejak Ujang Bengkung di lokasi dan pesan pendek yang disebarnya ke para kiai. "Keterlibatan organisasi belum ditemukan," kata Boy Rafli Amar.

Lewat juru bicaranya, Munarman, FPI pusat, yang bermarkas di Petamburan, Jakarta, menolak dikait-kaitkan dengan insiden Cikeusik. Menurut dia, FPI pusat tak pernah mengirimkan orang ke desa itu. Ia juga mengatakan, di Pandeglang atau Banten, tak ada Front Pembela Islam. "Lagi pula, FPI tak perlu pakai pita-pitaan," ujarnya.

Syamsuddin mengatakan tak mengetahui aktivitas Ujang dalam organisasi. "Saya belum pernah melihat kedekatan beliau dengan FPI," ujarnya. Tempo tak berhasil mewawancarai Ujang, yang berada di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Banten.

Jejak Ujang justru direkam jelas oleh Achmad Dimyati Natakusumah, mantan Bupati Pandeglang, yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Persatuan Pembangunan. Ia mengaku lama mengenal Ujang. Pada tahun-tahun dia menjabat bupati, Ujang kerap menemuinya. Ujang dianggap tokoh lantaran memimpin Front Pembela Islam di wilayah itu. Selain FPI, organisasi yang dirangkul -Dimyati antara lain Front Hizbullah.

Menurut anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat ini, FPI di Pandeglang memiliki cukup banyak pengikut. Itulah salah satu alasannya merangkul Ujang Bengkung. "Daripada rusuh, mending saya ajak berunding," kata Dimyati, yang menjabat bupati sejak 2000 sampai 2009.

Lantaran sering bertemu, keduanya menjadi dekat. Tak jarang, Ujang cukup menelepon bila meminta Dimyati mela-kukan sesuatu. "Tolong, ada maksiat di Pantai Carita," ujarnya menirukan Ujang. "Saya jawab: siap, segera saya tertibkan." Sebagai Ketua FPI Pandeglang, kata Dimyati, Ujang selalu melaporkan hal yang mengganjal hati, termasuk soal Ahmadiyah. "Saya bilang, Ahmadiyah tak boleh syiar," ujarnya. "Ahmadiyah patuh, FPI enggak rusuh."

Saking dekatnya, ketika FPI Pandeglang menggelar acara, Dimyati juga kerap hadir. Di sanalah Dimyati mengaku beberapa kali bertemu dengan Rizieq Shihab, Ketua FPI, yang datang jauh-jauh dari Jakarta.
Sumber: Tempo, 21 Februari 2011
Ket foto: Insiden Cikeusik

Dipo Alam: Untuk Apa Membubarkan FPI?

Berang dengan peristiwa di Cikeusik dan Temanggung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengancam akan membubarkan organisasi masyarakat yang terlibat. Front Pembela Islam, yang tersindir ancaman Yudhoyono, balik mengancam: mereka hendak mengobarkan revolusi jika Yudhoyono tak membubarkan Ahmadiyah.

Sekretaris Kabinet Dipo Alam, salah satu tangan kanan Yudhoyono, tak ambil pusing. Ditemui Setri Yasra dari Tempo di kantornya Jumat pekan lalu, birokrat senior itu menyampaikan pandangannya soal FPI dan sederet kerusuhan belakangan ini. "Untuk apa membubarkan FPI?" katanya.

Ketua FPI Rizieq Shihab mengancam akan menggulingkan SBY bila Ahmadiyah tak dibubarkan....
Boleh saja dia ngomong seperti itu. Kalau dia mengancam pemerintah, itu makar. Memang dia siapa? Kami tak akan diam kalau dia ancam-mengancam seperti itu.

Persoalan Ahmadiyah ini berlarut-larut....
Begini, Presiden itu ingin menyelesaikan masalah Ahmadiyah. Sejak 2008, ada surat keputusan bersama tiga menteri yang menjelaskan beberapa hal. Ahmadiyah warga Indonesia, iya. Apakah mereka bagian dari Islam atau bukan? Kalau mengaku bagian dari Islam, mereka juga harus tertib pada surat keputusan itu. Sebaliknya FPI, sudahlah, sejauh Ahmadiyah tak melakukan syiar, mereka harus mengerem diri. Tak perlu melakukan kekerasan atau pembunuhan.

Lalu?
Kami mengharapkan hak kelompok minoritas dalam kepercayaan, kesucian, syiar, atau penggembalaan harus sama dengan hak mayoritas. Kita menghargai hak minoritas, tapi minoritas pun jangan menistakan mayoritas. Sebaliknya, mayoritas jangan menistakan minoritas. Harus berimbang.

Pemerintah menganggap serius ancaman FPI?
Kami tak pernah takut digertak. Habib Rizieq, pemimpin agama, para tokoh lintas agama yang mengatakan Indonesia menuju negara gagal, atau para purnawirawan yang kecewa, ramai-ramai mengancam (pemerintah). Kami tidak takut diancam. Kekuasaan SBY konstitusional sampai 2014. Kecuali kalau beliau melakukan hal-hal yang masuk kategori pemakzulan. Sekarang kan tidak ada. Tapi mereka (para pengancam itu) cuma bikin-bikin. Mereka mengharapkan Indonesia seperti Mesir dan Tunisia.

SBY mengancam akan membubarkan organisasi massa yang anarkistis. Yang ia maksud FPI?
Saya tak bisa mengatakan itu secara eksplisit. Tapi hati dan pikiran Pak SBY tentunya sama dengan mayoritas kita. Karena itu, waktu Pak SBY mengatakan hal itu di Kupang, tepuk tangan membahana.

Apa langkah yang akan diambil pemerintah terhadap FPI?
Untuk FPI, yang paling baik adalah sosialisasi dan komunikasi. Tapi, kalau FPI melakukan kekerasan, akan kami hajar habis. Kami hor-mati FPI sebagai organisasi massa. Soal kekerasan oleh FPI, rasanya tak tepat menyalahkan mereka seratus persen. Karena itu, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, bahkan Ahmadiyah harus mau berkomunikasi dengan FPI.

Maksud Anda?
Pemimpin-pemimpin agama itu diperlukan untuk berkomunikasi dengan FPI. Mereka harus ikut menenangkan. Jangan orang main bunuh, main bakar orang, kemudian bilang SBY gagal karena melakukan pembiaran. Ini bukan cuma peran SBY, tapi juga peran para pemuka agama. Kalau semua SBY, lalu peran mereka di mana? Tokoh-tokoh agama jangan seperti partai politik.

Jadi pemerintah tak akan membubarkan FPI?
Untuk apa membubarkan FPI? Apa kita mau seperti zaman Soeharto? Sekarang tak mudah membubarkan ormas. Mau TNI sekuat apa pun mem-back up, pemerintah tak bisa membubarkan ormas.

Adakah yang menunggangi FPI?
Boleh jadi. Saking banyaknya orang yang ingin menggoyang SBY, kepentingannya kan akhirnya satu. Kalau bisa, mereka ingin menurunkan SBY sekarang juga, dengan menunggangi FPI atau melakukan pembiaran dengan mengecam terus, memanas-manaskan situasi.
FPI bilang ada jenderal yang sakit hati dengan SBY?
I don't know. Saya belum dengar isu itu sebelumnya.
Sumber: Tempo, 21 Februari 2011
Ket foto: Dipo Alam
 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger