Saya berkesempatan mewawancarai Irwan Hidayat di
kantornya, Cipete, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Publik mengenal pengusaha
dengan sapaan Irwan Hidayat, tanpa embel-embel nama baptisnya, Joseph.
Nama Irwan Hidayat juga tak asing di industri jamu tanah
air. Produk jamunya familiar sefamiliar iklan produk Sidomuncul yang selalu
muncul di sejumlah stasiun televisi. Atau menjadi sponsor tinju dunia Chrisjohn,
seorang petinju kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah.
Sebagai pengusaha jamu tradisional, dalam proses produksi
jamu tentu menghasilkan limbah. Apalagi, produk-produknya seperti Kuku Bima,
misalnya, tak hanya muncul menyapa konsumen dalam negeri tetapi juga di
mancanegara. Karena itu, diakui Irwan Hidayat, aspek lingkungan menjadi
perhatiannya.
Banyak perusahaan menganggap bahwa mengelola lingkungan secara
baik itu merupakan suatu kerugian. Mengapa? Sebab investasi untuk masalah
lingkungan memang sangat mahal. Selaku pemilik, ia memang sengaja
mengelola Sidomuncul ramah lingkungan. Ini juga sesuai dengan
visi awal Sido Muncul.
Sejak 1993 Sidomuncul sudah menerapkan visinya. Tolok ukur
keberhasilan perusahaan yaitu harus membawa manfaat bagi masyarakat
dan lingkungan. Awalnya ia berpikir bahwa perusahaan
ini hadir karena ingin memberi manfaat. Manfaat itu bukan hanya
kepada manusia tetapi juga lingkungan. “Kami menjaga dan mengawasi
pabrik agar tetap ramah lingkungan. Kalau kehadiran pabrik tidak memberikan
manfaat lingkungan, itu merupakan sebuah keanehan,” ujar Irwan.
Ia mengakui, tak hanya aspek sosial, ekonomi dan
lingkungan yang jadi perhatiannya. Bukan sesuatu yang aneh
bahwa aspek ekonomi sebuah perusahaan, biasanya semua pengusaha sudah tahu. Begitu
juga aspek
sosial. Apek
ini tentu ada ada sebagian perusahaan tahu, tetapi ada pula yang tidak tahu.
Maksudnya, apakah keberadaan perusahaan itu bermanfaat bagi masyarakat atau
sebaliknya.
Kemudian soal aspek lingkungan. Kadang
aspek
ini dibilang terlalu mahal. Padahal, Sidomuncul sudah membuktikannya. Sebuah pabrik yang
ramah lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat, ternyata semakin hebat.
Kepercayaan masyarakat terhadap produk-produknya juga meningkat. Karena itu kalau aspek lingkungan
saja perusahaan peduli apalagi aspek sosial, manusia.
Komitmen
Sidomuncul sebagai perusahaan yang membawa manfaat bagi masyarakat dan ramah
terhadap lingkungan sudah tertanam. Bahkan pertama kali Irwan Hidayat harus berpikir
bahwa Sidomuncul tidak boleh merugikan siapapun. Kalau pabrik
mencemari lingkungan artinya merugikan orang lain.
Apalagi, masyarakat sekeliling adalah
generasi yang akan datang.
Intinya, di dalam bisnis dua hal yaitu profit dalam
bentuk uang dan profit dalam bentuk oportunity. Di dalam pelaksanaan ada
yang teknis ada yang non teknis. Yang teknis itu berarti produk-produknya harus aman dan
ramah lingkungan. Kemudian yang non teknis artinya perusahaan bisa memberikan
masukan juga kepada pemerintah.
Saat menghadapi AFTA 2003 lalu,
perusahaannya tak menghadapi kesulitan Maklum.
Perusahaannya ramah lingkungan
menyusul banyaknya penelitian yang dilakukan. Perusahaan
juga
sudah menciptakan image kepada masyarakat sebagai perusahaan jamu yang
dikelola secara modern.
“Tapi dibilang saya sangat cinta lingkungan dan
nasionalis. Bagi saya nggak punya pikiran demikian (sangat cinta lingkungan dan
nasionalis-Red) karena saya rasionalis. Di setiap negara yang saya kunjungi,
kalau saya rasionalis, itu berarti saya nasionalis. Tapi kalau nasionalis,
belum tentu rasionalis,” katanya.
Dalam hal paling kecil, misalnya pengolahan limbah. Sejak
bahan-bahan
masuk ke pabrik, diproses secara baik. Ampas bahan-bahan baku,
misalnya, diproses jadi pupuk. Begitu juga dengan
masyarakat sekitar.
Perusahaan menjalin kemitraan dengan
kelompok-kelompok tani, koperasi seperti di daerah Semarang, Boyolali atau Tawangmangu. Juga menjalin kerja sama dengan
Balai Penelitian Tanaman dan Obat-obatan (BPTO), lembaga penelitian milik
pemerintah.
Kemudian bahan baku dibeli dari petani
sekitar.
Jadi nggak repot-repot. Mata rantainya hanya mata rantai
formulasi. Di Indonesia itu banyak jaringan mulai dari penelitian pertanian,
berkaitan dengan bahan-bahan baku, pabrik-pabriknya. Karena
itu, perusahaan membeli dari petani dan masyarakat masyarakat agar
lebih mudah.
Namun, ada satu soal. Ada saja pengusaha
menganggap
bahwa mengelola limbah memakan biaya besar. Namun,
bagi Irwan Hidayat, hal itu tergantung bagaimana kesadaran pengusahanya.
Ia pun berbagi cerita. Bahwa perusahaan mengelola dengan
bersih, bagus, tidak merugikan, itu malah lebih survive. Itu sudah pasti. Mengapa? “Saya percaya,
sebuah usaha yang menolong orang lain pasti bagus. Baik itu dilihat dari cara
pandang ilmu, teknologi, kebatinan. Bahwa usaha yang menguntungkan orang lain,
itu biasanya langgeng. Yang nggak langgeng itu yang merugikan,”
ujarnya. (Ansel
Deri/Bagian 1)
Ket foto: Irwan Hidayat
Sumber foto: majalahexcellent.co
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!