Headlines News :
Home » » Ngobrol dengan Irwan Hidayat, Bos Sidomuncul (1)

Ngobrol dengan Irwan Hidayat, Bos Sidomuncul (1)

Written By ansel-boto.blogspot.com on Saturday, June 16, 2012 | 10:23 PM

Saya berkesempatan mewawancarai Irwan Hidayat di kantornya, Cipete, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Publik mengenal pengusaha dengan sapaan Irwan Hidayat, tanpa embel-embel nama baptisnya, Joseph.

Nama Irwan Hidayat juga tak asing di industri jamu tanah air. Produk jamunya familiar sefamiliar iklan produk Sidomuncul yang selalu muncul di sejumlah stasiun televisi. Atau menjadi sponsor tinju dunia Chrisjohn, seorang petinju kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah.

Sebagai pengusaha jamu tradisional, dalam proses produksi jamu tentu menghasilkan limbah. Apalagi, produk-produknya seperti Kuku Bima, misalnya, tak hanya muncul menyapa konsumen dalam negeri tetapi juga di mancanegara. Karena itu, diakui Irwan Hidayat, aspek lingkungan menjadi perhatiannya.

Banyak perusahaan  menganggap bahwa mengelola lingkungan secara baik itu merupakan suatu kerugian. Mengapa? Sebab investasi untuk masalah lingkungan memang sangat mahal. Selaku pemilik, ia memang sengaja mengelola Sidomuncul ramah lingkungan. Ini juga sesuai dengan visi awal Sido Muncul.

Sejak 1993 Sidomuncul sudah menerapkan visinya. Tolok ukur keberhasilan perusahaan yaitu harus membawa manfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Awalnya ia berpikir bahwa perusahaan ini hadir karena ingin memberi manfaat. Manfaat itu bukan hanya kepada manusia tetapi juga lingkungan. “Kami menjaga dan mengawasi pabrik agar tetap ramah lingkungan. Kalau kehadiran pabrik tidak memberikan manfaat lingkungan, itu merupakan sebuah keanehan,” ujar Irwan.

Ia mengakui, tak hanya aspek sosial, ekonomi dan lingkungan yang jadi perhatiannya. Bukan sesuatu yang aneh bahwa aspek ekonomi sebuah perusahaan, biasanya semua pengusaha sudah tahu. Begitu juga aspek sosial. Apek ini tentu ada ada sebagian perusahaan tahu, tetapi ada pula yang tidak tahu. Maksudnya, apakah keberadaan perusahaan itu bermanfaat bagi masyarakat atau sebaliknya.

Kemudian soal aspek lingkungan. Kadang aspek ini dibilang terlalu mahal. Padahal, Sidomuncul sudah membuktikannya. Sebuah pabrik yang ramah lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat, ternyata semakin hebat. Kepercayaan masyarakat terhadap produk-produknya juga meningkat. Karena itu kalau aspek lingkungan saja perusahaan peduli apalagi aspek sosial, manusia.

Komitmen Sidomuncul sebagai perusahaan yang membawa manfaat bagi masyarakat dan ramah terhadap lingkungan sudah tertanam. Bahkan pertama kali Irwan Hidayat harus berpikir bahwa Sidomuncul tidak boleh merugikan siapapun. Kalau pabrik mencemari lingkungan artinya merugikan orang lain. Apalagi,  masyarakat sekeliling adalah generasi yang akan datang.

Intinya, di dalam bisnis dua hal yaitu profit dalam bentuk uang dan profit dalam bentuk oportunity. Di dalam pelaksanaan ada yang teknis ada yang non teknis. Yang teknis itu berarti produk-produknya harus aman dan ramah lingkungan. Kemudian yang non teknis artinya perusahaan bisa memberikan masukan juga kepada pemerintah.

Saat menghadapi AFTA 2003 lalu, perusahaannya tak menghadapi kesulitan Maklum. Perusahaannya ramah lingkungan menyusul banyaknya penelitian yang dilakukan. Perusahaan juga sudah menciptakan image kepada masyarakat sebagai perusahaan jamu yang dikelola secara modern.

Tapi dibilang saya sangat cinta lingkungan dan nasionalis. Bagi saya nggak punya pikiran demikian (sangat cinta lingkungan dan nasionalis-Red) karena saya rasionalis. Di setiap negara yang saya kunjungi, kalau saya rasionalis, itu berarti saya nasionalis. Tapi kalau nasionalis, belum tentu rasionalis,” katanya.

Dalam hal paling kecil, misalnya pengolahan limbah. Sejak bahan-bahan masuk ke pabrik, diproses secara baik. Ampas bahan-bahan baku, misalnya, diproses jadi pupuk. Begitu juga dengan masyarakat sekitar.

Perusahaan menjalin kemitraan dengan kelompok-kelompok tani, koperasi seperti di daerah Semarang, Boyolali atau Tawangmangu. Juga menjalin kerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman dan Obat-obatan (BPTO), lembaga penelitian milik pemerintah.

Kemudian bahan baku dibeli dari petani sekitar. Jadi nggak repot-repot. Mata rantainya hanya mata rantai formulasi. Di Indonesia itu banyak jaringan mulai dari penelitian pertanian, berkaitan dengan bahan-bahan baku, pabrik-pabriknya. Karena itu, perusahaan membeli dari petani dan masyarakat masyarakat agar lebih mudah.

Namun, ada satu soal. Ada saja pengusaha menganggap bahwa mengelola limbah memakan biaya besar. Namun, bagi Irwan Hidayat, hal itu tergantung bagaimana kesadaran pengusahanya.

Ia pun berbagi cerita. Bahwa perusahaan mengelola dengan bersih, bagus, tidak merugikan, itu malah lebih survive. Itu sudah pasti. Mengapa? “Saya percaya, sebuah usaha yang menolong orang lain pasti bagus. Baik itu dilihat dari cara pandang ilmu, teknologi, kebatinan. Bahwa usaha yang menguntungkan orang lain, itu biasanya langgeng. Yang nggak langgeng itu yang merugikan,” ujarnya. (Ansel Deri/Bagian 1)
Ket foto: Irwan Hidayat
Sumber foto: majalahexcellent.co
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger